Transisi

Ketika ditunjuk menjadi manajer baru Manchester United pada awal musim, Louis van Gaal tak menjanjikan banyak hal untuk musim ini. Seingat saya, hanya ada satu hal yang dijanjikan Van Gaal saat itu, yakni mengembalikan Man. United ke Liga Champions. Untuk memenuhi janjinya tersebut, jalan Van Gaal tergolong berliku. Tak cuma berliku malah, melainkan juga penuh lubang dan batu sandungan. Tak jarang ia terjatuh dan harus bangkit lagi, namun, apa yang dijanjikan Van Gaal pada awal perjalanan kian mendekati kenyataan. Prospek kembalinya Man. United ke Liga Champions kian cerah seiring makin mendekatnya garis finis.

Dari Lancashire kita bergeser ke Yorkshire. Leeds United, salah satu rival historis terberat Man. United, juga sedang mengalami proses transisi yang tak mudah. The Whites yang sempat berjaya pada penghujung abad ke-20 tampaknya belum akan mampu bergerak jauh. Massimiliano Cellino, sang pemilik klub, harus lebih sering berurusan dengan pihak yang berwajib lantaran kasus penggelapan dan pencucian uang yang ia perbuat di Italia belum juga menemui kepastian hukum. Selain itu, sebagai seorang egomaniak, ia lebih sering melakukan masturbasi ego dengan memaksakan kebijakan-kebijakan yang nyeleneh dan tak membantu perkembangan klub secara signifikan.

Di tanah air, situasinya tak lebih baik dari di Yorkshire. Bukan PSSI namanya kalau tidak mencla-mencle. Setelah sempat ngotot memaksakan kick-off Qatar National Bank League (QNB League) dan mengabaikan rekomendasi BOPI dan Kemenpora dengan menyertakan Arema Cronus dan Persebaya 2010, kini, PSSI dan PT Liga Indonesia (PT LI) memutuskan untuk menunda lanjutan kompetisi sampai 25 April 2015. Entah apa alasan pastinya ̶ kemungkinan besar karena Konferensi Luar Biasa (KLB) PSSI, di mana agenda utamanya hampir dipastikan adalah pembicaraan mengenai nasib Arema Cronus dan Persebaya 2010   ̶ yang jelas, penundaan ini, selain menunjukkan betapa mencla-menclenya PSSI, juga merugikan klub-klub lain yang sudah mematuhi persyaratan BOPI dan melakukan persiapan bertanding di segala aspek.

BACA JUGA:  Lingkungan Kerja dan Sepak Bola

Transisi memang tak pernah mudah. Hal itu betul-betul saya sadari. Untuk menjalani sebuah proses transisi, ada tiga hal yang saya pelajari dari tiga contoh kasus di atas. Pertama, demi keberhasilan sebuah proses transisi, kemauan untuk belajar dan beradaptasi serta bangkit dari situasi tak mengenakkan dengan cepat seperti yang dicontohkan Louis van Gaal adalah syarat mutlak yang harus dipenuhi. Tak boleh ada keluh kesah meski dahi berpeluh darah. Blood, sweat, and no tears, kalau kata Sick of It All.

Kedua, dari apa yang terjadi di Leeds, saya mengambil satu kesimpulan bahwa tak ada tempat yang besar bagi ego dalam sebuah proses transisi. Di Football Fandom, seperti yang bisa Anda temui di Three Musketeers, prinsip kami adalah all for one, one for all. Kami adalah satu kesatuan utuh yang memiliki satu tujuan yang sama, dan untuk itu, ego adalah the devil in us yang harus kami kubur dalam-dalam.

Terakhir, konsistensi. Tanpa konsistensi, proses transisi akan berhamburan di tengah jalan. Bagi saya, ini adalah tantangan terbesar, karena sebelumnya, saya begitu alergi dengan konsistensi. Namun, tanggung jawab yang kini saya emban di Football Fandom memaksa saya untuk bersahabat dengan perkara satu ini. Sulit memang. Tetapi, tongkat estafet kini berada di tangan saya, dan dengan demikian, saya tak punya pilihan lain. Mau tak mau, sebagai orang yang bertanggungjawab atas segala yang terpampang di situs web ini, konsistensi harus sering-sering saya ajak ngopi.

Saya akui, dalam sepekan pertama mengemban tanggung jawab baru ini, masih sangat banyak kesalahan yang saya perbuat. Ketelitian dan kemampuan berbahasa adalah prioritas utama saya saat ini, mengingat masih banyak sekali kekurangan dalam hal tersebut. Untuk itu, seperti Louis van Gaal, saya tak bisa memberi janji muluk-muluk seperti kesempurnaan tulisan dalam waktu dekat ini. Akan tetapi, saya berjanji akan ada perubahan progresif untuk urusan ini. Pelan tapi pasti, kami akan terus bergerak meski harus tertatih atau merangkak sekalipun.

BACA JUGA:  Sepenggal Cerita Kompetisi Perserikatan Tahun 1931 (Bagian Pertama)

Akhir kata, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada pendahulu saya, Sirajudin Hasbi, yang sudah memberi saya kepercayaan ini dan terus bersedia membantu saya berproses. Selain itu, saya juga ingin mengajak teman-teman semua untuk berproses bersama kami. Mari kita berjalan beriringan di tengah badai yang masih melanda persepakbolaan republik ini. Rapatkan barisan, kuatkan gandengan, karena seperti yang biasa dinyanyikan para Liverpudlian, at the end of the storm, is a golden sky.

Salam.

Komentar
Punya fetish pada gelandang bertahan, penggemar calcio, dan (mencoba untuk jadi) storyteller yang baik. Juga menggemari musik, film, dan makanan enak.