Mempercayai Paolo Maldini

Selama beberapa bulan terakhir, otak Paolo Maldini dipaksa berpikir keras. Dua penggawa andalan AC Milan, Hakan Calhanoglu dan Gianluigi Donnarumma segera habis kontrak dan negosiasi untuk memperpanjang durasi kerja tak kunjung menemukan titik terang.

Baik Calhanoglu maupun Donnarumma, sama-sama ingin mendapatkan kenaikan gaji. Lebih ekstrem lagi, Mino Raiola yang jadi agen Donnarumma, juga meminta komisi bernilai masif, 20 juta Euro, agar sang klien bertahan di Stadion San Siro.

Mengingat Milan sedang berhati-hati kala merogoh kocek, permintaan Calhanoglu dan Donnarumma jadi sesuatu yang mesti dipikirkan masak-masak. Mereka tentu ogah bikin neraca keuangan tidak stabil hanya karena menuruti permintaan gaji para pemain.

Sebetulnya, musim 2020/2021 berjalan cukup baik untuk I Rossoneri. Calhanoglu dan Donnarumma berkontribusi atas keberhasilan mereka finis di peringkat dua Serie A dan kembali ke Liga Champions usai absen selama tujuh musim pamungkas.

Tak heran bila optimisme terus meletup dari Milanello, markas latihan Milan, jelang bergulirnya kompetisi di musim anyar. Calhanoglu dan Donnarumma sendiri masuk ke dalam rencana tim di bawah asuhan Stefano Pioli buat musim depan.

Sayangnya, tawaran yang diberikan manajemen I Rossoneri kepada dua pemain tersebut dinilai tidak sesuai harapan. Berbagai isu pun menyebutkan kalau gelandang tim nasional Turki serta kiper tim nasional Italia itu ingin segera angkat kaki dari Stadion San Siro.

Ruwetnya proses negosiasi pada akhirnya bikin Milan memutuskan untuk melepas keduanya secara gratis. Calhanoglu dipastikan merapat ke rival sekota, Inter Milan, sedangkan Donnarumma disebut-sebut siap menandatangani kontrak kerja bersama Paris Saint-Germain (PSG).

Saat Donnarumma semakin jauh dikejar, Paolo lantas berdiskusi dengan tim teknis dan pelatih Stefano Pioli untuk mencari pengganti yang sepadan. Dari sekian nama, melejitlah kiper Lille OSC, Mike Maignan. Berbekal fulus senilai 15 juta Euro, sang kiper resmi didaratkan di San Siro.

BACA JUGA:  Mitos dan Klenik dalam Sepak Bola

Keadaan itu menjadi sinyal jelas bagi Donnarumma dan Raiola bahwa Milan enggan melanjutkan diskusi dengan keduanya. I Rossoneri terlihat siap kehilangan penjaga gawang berusia 22 tahun tersebut secara gratis.

Setali tiga uang dengan Donnarumma, proses negosiasi dengan Calhanoglu beserta agennya, berlangsung rumit. Gaji sebesar 4 juta Euro per musim yang diminta gelandang berumur 27 tahun itu dirasa terlalu memberatkan kas keuangan tim saat ini.

Paolo dengan tegas menolak hal itu dan lebih suka menyaksikan Calhanoglu pergi mencari pelabuhan anyar. Layaknya Donnarumma, Calhanoglu juga dilego secara gratis.

Kehilangan Calhanoglu dan Donnarumma pada satu jendela transfer yang sama tentu mereduksi kekuatan dan kedalaman skuad I Rossoneri. Apalagi mereka akan beraksi lagi di ajang sekelas Liga Champions. Tanpa skuad mumpuni, jelas mustahil untuk dapat bersaing di sana.

Mencari loyalis di era sepakbola modern bukan persoalan mudah. Namun bila mereka yang dianggap bisa menjadi loyalis justru tumbuh menjadi duri dalam daging, membuangnya adalah opsi paling rasional. Dan Paolo, sedang mempraktikkannya.

Paolo coba membuktikan bahwa permintaan agen atau rewelnya para pemain takkan membuatnya takluk. Paolo takkan gentar dengan siapapun. Sebaliknya, ia akan bersikap tegas kepada para agen maupun pemain yang terikat kerja sama dengan Milan.

Apa yang dikerjakannya saat ini adalah untuk kebaikan I Rossoneri pada masa yang akan datang. Keberlangsungan klub, lebih-lebih dengan situasi finansial yang baik, menjadi prioritas utama. Terlebih dalam situasi pandemi seperti sekarang.

Pendekatan berbeda mungkin akan ditempuhnya jika Milan dipunyai oleh saudagar kaya dengan uang tak berseri macam Manchester City atau PSG.

Hebat di Lapangan, Ingin Menjadi Hebat Pula di Luar Lapangan

Saat aktif bermain, semua pihak mengangguk setuju bila Paolo merupakan salah satu pesepakbola terbaik yang pernah dilahirkan Italia. Bersama Milan, satu-satunya kesebelasan profesional yang ia perkuat, Paolo memanen banyak trofi.

BACA JUGA:  Terbenam dan Tersingkir di Milan

Tujuh scudetto, sebiji Piala Italia, lima Piala Super Italia yang jadi gelar di kancah domestik, Paolo sempurnakan dengan lima gelar Liga Champions, empat Piala Super Eropa serta sebuah Piala Dunia Antarklub. Secara keseluruhan, ia beraksi dalam 902 pertandingan I Rossoneri.

Di level tim nasional, Paolo mengemas 126 penampilan dan mencetak 7 gol. Hal itu menjadi pembuktian bahwa ia sangat sentral bagi Gli Azzurri. Satu-satunya kekurangan Paolo adalah gagal mengantar negaranya jadi kampiun, entah itu Piala Dunia maupun Piala Eropa. Padahal ia sempat membawa Italia menembus dua final, Piala Dunia 1994 dan Piala Eropa 2000.

Selepas pensiun, Paolo tak meneruskan kiprah di dunia sepakbola dengan menjadi pelatih. Ia justru memilih masuk ke dalam jajaran manajemen klub. Kini, ia berstatus sebagai direktur teknik I Rossoneri.

Jabatan yang ia panggul tentu memiliki tanggung jawab besar. Dan Paolo senang dengan itu karena ia mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam berbagai proyek yang dilaksanakan Milan dengan tujuan akhir mengembalikan nama besar klub yang sedekade terakhir mengalami dekadensi.

Kinerja Paolo tak selalu menyenangkan semua pihak atau bahkan mengundang kontroversi. Namun Milanisti sepatutnya percaya bahwa ayah dari Christian dan Daniel ini tengah mengupayakan yang terbaik bagi Milan.

Paolo takkan ragu berkonfrontasi dengan siapapun yang ia rasa menjadi sumber masalah sebab ia selalu menempatkan kepentingan Milan di atas segalanya. Ya, bagi Paolo, logo di dada selalu lebih penting dari yang lain, apalagi cuma nama di punggung.

Forza Paolo. Forza Milan.

Komentar
Seorang mahasiswa yang gemar nonton bola, menulis dan tidur. Penggemar AC Milan. Bisa disapa via akun Twitter @Anwarmustofa10_