Negeri ini seperti sedang terbelah dalam dua arus besar. Banyak di antara kita yang kerap saling menyalahkan. Mencari-cari kesalahan yang dianggap liyan. Lalu melancarkan sindiran dan olok-olok. Juga menumbuhkan sekaligus menyuburkan caci maki.
Tidak sedikit pula yang sering membanggakan pencapaian yang dipandang satu seragam dengan dirinya. Bahkan, tidak jarang mengklaim ini itu sebagai bentuk keberhasilannya. Seperti yang senang mencari-cari kesalahan, mereka juga lantas meluncurkan sindiran kepada yang dipandang berada di seberang.
Memang masih banyak yang netral. Tidak memihak dan memilih memelihara akal sehatnya. Tapi netralitas ini nyaris tak pernah dinilai positif. Ketika mereka memuji, maka mereka dianggap berada di pihak yang satu. Saat mereka menyuarakan kritik dengan gampang dicap berada di kelompok seberang.
Sungguh situasi ini benar-benar tak menyenangkan. Membuat tak nyaman. Karena itupula, saya merasa sangat khawatir di saat gelar juara Piala AFF 2016 sudah berada di depan mata tim nasional Indonesia. Bahkan, boleh dibilang saya takut.
Bukan. Bukan berarti saya tak ingin melihat Indonesia juara Piala AFF 2016 ini. Seperti halnya masyarakat Indonesia lainnya, saya juga sudah sangat merindukan Indonesia juara. Sebagai orang yang menggemari sepak bola, saya sangat sangat ingin Indonesia naik ke podium pertama.
Sudah 25 tahun sepak bola negeri ini kering prestasi. Dan kini satu kaki Indonesia sudah menapak tangga juara, maka seperti Anda, saya ingin tim nasional menyempurnakan langkahnya itu. Apalagi, saat negeri ini berjaya di lapangan hijau 25 tahun silam, saya masih terlalu awam untuk mengerti arti kemenangan.
Sungguh saya ingin melihat Indonesia juara. Saking kepenginnya, bahkan saat Indonesia juara di level junior, tepatnya ketika juara Piala AFF U-19 pada 2013, saya begitu kegirangan.
Saya bersorak sejadi-jadinya waktu itu. Saya memeluk siapa saja yang ada di dekat saya kala itu. Saya juga berlari di lapangan Gelora Delta untuk merayakan kemenangan tersebut.
Meski sangat ingin melihat Indonesia juara, tapi saya juga takut. Saya takut kalau Indonesia juara bakal banyak pihak yang menepuk dada. Saya takut kalau Indonesia juara akan ada yang mengklaim ini sebagai keberhasilan pemerintahan ini.
Saya takut kalau Indonesia juara bakal ada menegaskan kalau ini berkat kepemimpinan atau kepengurusan ini. Saya juga takut kalau Indonesia tampil sebagai pemenang malah menyuburkan olok-olok, sindiran, dan caci maki.
Sebaliknya, saya juga sangat sangat khawatir kalau sampai gelar juara lepas dari genggaman Indonesia bakal direspon berlebihan. Menyalahkan pihak inilah. Mengolok-olok yang tak satu seragam. Atau bahkan menyeret soal agama dan suku. Sungguh saya takut membayangkan itu semua.
Mudah-mudahan kekhawatiran saya itu tidak menjadi kenyataan. Mudah-mudahan kalau Indonesia juara tak ada yang menepuk dada. Kalaupun ada yang menepuk dada, biarkan mereka saja, para pemain dan pelatih.