“Mencegah lebih baik ketimbang mengobati”. Jangan salah, kalimat bijak tersebut tidak hanya berbicara soal kesehatan. Para praktisi sepak bola pun boleh, bahkan diharuskan memahaminya.
Adalah Aitor Karanka, pelatih Middlesbrough, yang begitu detail dalam mempersiapkan sebuah laga. Kepadanya kita bisa belajar.
Persiapan Middlesbrough untuk sebuah pertandingan dimulai dari kantor Karanka. Ia gila akan detail. Ia tak ingin kehilangan satu informasi, meskipun kecil, namun ternyata akan banyak membantu ketika pertandingan berlangsung. Dalam rentang 48 jam, ia mempersiapkan semuanya.
Catatan untuk sebuah pertandingan, di mana Karanka akan menekuninya, tak jarang mencapai 100 halaman. Lembar-lembar tersebut berisi penjelasan kelebihan dan kekurangan lawan, beberapa diagram, hingga detail dari setiap pemain lawan. Catatan tersebut disajikan dalam dua bahasa, yaitu Spanyol dan Inggris.
Di dalam catatan itu pula, taktik dituliskan secara terperinci, dilengkapi set-piece routines, bahkan hingga perencanaan pergerakan pemain untuk merespons perubahan situasi. Karanka harus memahami dan mencatat itu semua dalam benaknya. Para staf dan pemain hanya akan mendapatkan penjelasan sesuai porsi peran masing-masing.
Catatan ini biasanya sudah siap di hari Selasa. Dan melalui catatan ini, persiapan pertandingan selama satu minggu dipersiapkan, termasuk cuplikan video yang harus dibuat, hingga komposisi pemain yang akan dicoba, semuanya disesuaikan lewat blueprint ini.
Perang informasi
Mengapa pelatih asal Spanyol tersebut mesti berusah-payah menyiapkan segala detail tersebut?
Alasannya, karena semua pelatih di level atas Liga Primer Inggris juga melakukannya. Ia harus mempunyai kesadaran untuk bersaing dengan pelatih-pelatih yang tak kalah menggilai detail seperti Pep Guardiola atau Antonio Conte.
Bertahan di Liga Primer Inggris bukan hanya soal pertarungan gairah dan kecerdasan, bukan juga soal banyaknya uang. Bertahan di tengah anomali Liga Primer Inggris adalah perang informasi. Kekalahan tak melulu disebabkan pemain yang bermain buruk, tapi pelatih yang kalah informasi.
Bahkan, ketika punya informasi yang dibutuhkan, seorang pelatih tetap kesulitan menerjemahkannya di atas lapangan. Oleh sebab itu, Karanka harus selalu memastikan bahwa pemainnya paham setidaknya 95% dari ide bermain secara keseluruhan sebelum menginjakkan kaki di atas lapangan hijau.
“Untuk minggu normal, di mana pertandingan dilangsungkan hari Sabtu, kami menetapkan para pemain bisa istirahat di hari Minggu dan Senin untuk libur. Tapi, di hari Minggu dan Senin itulah, para analis sudah mulai memberikan informasi soal lawan kami selanjutnya,” ungkap Karanka memberi gambaran betapa mendapatkan informasi secepatnya adalah salah satu kunci.
“Hari Selasa, kami mengadakan rapat, yang dihadiri saya sendiri dan para asisten, mulai dari para analis, pelatih kebugaran, hingga pelatih kiper. Pertama-tama, kami menganalisis pertandingan kami yang terkahir. Tujuannya, untuk melihat kembali performa kami, memeriksa kesalahan-kesalahan yang kami perbuat. Lalu, para analis memberikan pandangannya. Dari pendapat-pendapat tersebut, kami menyiapkan beberapa potongan gambar, video, dan analisis lanjutan. Kesimpulan yang didapat menjadi dasar latihan selama satu minggu untuk menghadapi lawan selanjutnya,” tambahnya panjang lebar.
Dari informasi yang Karanka berikan di atas, terlihat gambaran betapa pelatih dan para asistennya tak pernah punya waktu untuk beristirahat. Dari balik bayang-bayang, mereka bekerja untuk menunjukkan hasil terbaik ketika 90 menit dilangsungkan di bawah lampu sorot.
Contohnya adalah ketika Boro akan melawan Chelsea. Tim pelatih sudah menyiapkan penjelasan beberapa alternatif line-up. Alternatif-alternatif ini disiapkan sebagai respons cara bermain Chelsea dalam beberapa pertandingan sebelumnya.
Gambaran di atas dilengkapi beberapa penjelasan, mulai dari cara Chelsea menyerang, cara tim asuhan Conte membentuk pertahanan, bahkan hingga detail set-piece. Informasi pemain-pemain seperti Eden Hazard, Diego Costa, dan lainnya dibedah sedemikian rupa sehingga ditemukan kelemahannya.
Latihan cara ini dikenal dengan latihan kinestetis. Maksudnya, para pemain seperti berlatih seperti biasanya, namun mereka tak menyadari bahwa tengah mempersiapkan diri menghadapi lawan selanjutnya.
Maka, ketika analisis dalam rupa video ditampilkan, para pemain akan dapat dengan mudah memahami peran mereka. Karena, para pemain hanya tinggal menerapkan latihan mereka selama pertandingan berlangsung.
Informasi dalam bentuk analisis video ini juga punya peran krusial untuk perkembangan pemain. Pemain seperti Adama Traore yang masih berusia 20 tahun membutuhkan banyak asupan informasi, terutama untuk memperbaiki kesalahan-kesalahannya selama pertandingan. Bukan hanya kesalahan individu, melainkan juga kesalahannya dalam konteks taktik.
Karanka menjadwalkan sesi analisis video ini setiap hari Kamis. Namun, para pemain bisa kapan saja meminta sesi khusus. Karanka dan para asisten akan menyiapkannya secara detail, tentu saja. Video yang disusun bukan hanya cuplikan pertandingan, namun juga sesi-sesi yang dilalui si pemain selama latihan.
Dahulu, pemain tertentu bisa mendebat pelatih lantaran merasa sudah bermain baik. Namun, saat ini, pelatih dapat dengan mudah membantahnya. Karanka misalnya. Ia tinggal menunjukkan bukti video. Pemain tidak akan bisa mengelak, dan mereka akan memperbaiki diri secara sadar.
Untuk soal ini, Karanka menghindari mengkritik pemainnya di depan pemain lain. Ia akan berbicara empat mata, dan menunjukkan beberapa catatan. Dengan cara ini, kedekatan dan kepercayaan antara pelatih dan pemain terbangun dengan baik. Tidak ada yang disembunyikan.
Pelatih selalu mengucapkan kebenaran, meski menyakitkan, ketimbang menyampaikan apa yang pemain ingin dengar, namun justru salah dan sifatnya menghancurkan masa depan. Bahkan, bisa saja menghambat perkembangan. Ini semua dilakukan dengan kekuatan informasi, bukan dugaan semata.
Tak selalu berbuah manis
Mendapatkan, memahami, dan berupaya menerapkan informasi dalam sebuah pertandingan belum tentu selalu membuahkan hasil manis.
Saat itu, Boro tengah melawan Crystal Palace. Karanka sudah menyiapkan timnya, terutama untuk mencegah Palace melepaskan umpan silang. Fokus Karanka adalah menghentikan Wilfried Zaha melepaskan umpan silang untuk Christian Benteke.
Boro sudah berlatih untuk antisipasi ini. Jika Zaha mendapat bola dan melakukan umpan silang, langsung perhatikan Benteke. Kawal dengan ketat dan jangan sampai striker asal Belgia tersebut dapat melompat dengan nyaman. Sebuah skenario yang sederhana, bukan?
Namun nyatanya, Palace mampu mencetak gol, dari Benteke, via sundulan, lewat umpan silang Zaha. Kata Karanka, yang paling menyakitkan adalah ketika para pemainnya tahu cara mencegah, namun gol tetap terjadi. Maka, di sini, persiapan mempunyai peran yang juga penting.
Pentingnya persiapan
Persiapan selalu bersandingan dengan informasi. Boleh dibilang informasi ada dalam proses persiapan itu sendiri. Jadi, persiapan adalah soal menerjemahkan informasi dan mewujudkannya di atas lapangan, selama 90 menit. Karanka menunjukkannya saat Boro menahan imbang Arsenal.
Karanka menyiapkan sebuah rencana yang sederhana. Ia memainkan Adama sebagai striker. Tim sendiri berlatih bertahan tanpa melibatkan mantan pemain Barcelona B tersebut. Tujuannya hanya satu, yaitu fokus di serangan balik menggunakan Adama.
Karanka punya informasi soal kebiasaan bek sayap Arsenal secara detail. Ia paham kapan satu bek sayap akan menyerang dan satunya bertahan. Di situasi-situasi itulah, Boro menggunakan Adama untuk mengeksploitasi bek sayap Arsenal. Hasilnya? Adama punya dua kesempatan emas, yang sayang sekali, gagal menjadi gol.
Dari contoh ini juga tampak bahwa bertahan cukup dalam bukan sekadar menumpuk pemain di kotak penalti. Bertahan membutuhkan koordinasi yang harus terus terjaga dan disiplin tinggi. Oleh sebab itu, bertahan adalah pekerjaan paling sulit dalam sepak bola.
Boleh dibilang, bertahan adalah seni. Sebuah karya yang membutuhkan asupan informasi sedetail mungkin.
Persiapan bukan soal mengganti pemain A dengan pemain B untuk pertandingan selanjutnya. Persiapan adalah “mencegah lebih baik ketimbang mengobati”, terutama bila Anda tertinggal tiga gol di babak pertama sebagai akibat dari sistem transisi bertahan yang karatan.
Meskipun gagal menang, segala persiapan, berjam-jam menyusun analisis video, menulis ratusan halaman laporan pertandingan, dan sesi-sesi latihan yang panjang, tetap begitu berarti. Satu minggu dihabiskan dengan baik.
Lalu, 48 jam kemudian selepas pertandingan terakhir, Karanka membuka catatan laporan pertandingannya yang baru.
NB: Artikel ini disarikan dan ditulis ulang dengan pendekatan yang berbeda dari artikel di laman nytimes.com, yang berjudul “Battle of Wits Starts Long Before Foot Meets Ball”. Artikel terkait bisa dibaca di sini.