Di pinggir lapangan, sesosok pria berambut panjang lengkap dengan setelan jasnya berdiri anggun sambil berteriak sesekali buat memberi instruksi. Air mukanya tenang, tetapi sorot matanya fokus melihat anak asuhnya bertanding. Partai yang dilangsungkan pada Senin, 21 September waktu Indonesia itu sendiri punya arti yang sangat penting karena menjadi momen perdana dari bekas maestro lapangan hijau, Andrea Pirlo, melatih kesebelasan profesional.
Siapapun pasti tidak menyangka jika Pirlo yang pensiun medio 2017 silam, kini duduk di bangku cadangan guna melatih Giorgio Chiellini dan kawan-kawan. Ya, hanya dalam rentang lima tahun, statusnya beralih dari rekan setim menjadi pelatih.
Bagi banyak orang, keputusan Andrea Agnelli selaku presiden Juventus yang memilih Pirlo selaku nakhoda baru merupakan keputusan yang tidak populer. Ada sejuta keraguan mengingat pengalaman lelaki berumur 41 tahun itu di dunia kepelatihan sangatlah minim. Namun palu sudah diketuk, Pirlo adalah figur yang dinilai pas buat menggantikan Maurizio Sarri yang dipecat akhir musim kemarin.
Padahal setelah Sarri dibebastugaskan, I Bianconeri dikait-kaitkan dengan sejumlah juru taktik kenamaan. Baik dengan cita rasa lokal seperti Gian Piero Gasperini maupun Simone Inzaghi atau sosok-sosok asing yang beken lantaran punya rekam jejak apik seperti Pep Guardiola, Mauricio Pochettino, dan Zinedine Zidane. Wabil khusus Pochettino, namanya sempat santer diberitakan jadi allenatore baru sebab tengah menganggur.
Akan tetapi, bukan Juventus kalau tak pandai mencuri atensi publik. Ketika nama-nama di atas semakin ramai diisukan bakal jadi pelatih anyar, manajemen justru mengangkat Pirlo yang uniknya, juga baru beberapa saat dilantik sebagai pelatih tim Primavera Juventus.
Berbagai respons atas diangkatnya pemenang Piala Dunia 2006 bersama tim nasional Italia tersebut sebagai pelatih Juventus bermunculan, baik yang negatif ataupun positif. Salah satu respons positif diutarakan oleh kompetitor sekaligus mantan pelatihnya di Juventus yaitu Antonio Conte. Menurut pria yang sekarang menangani Inter Milan tersebut, Pirlo merupakan sosok luar biasa yang dapat mendongkrak performa Chiellini dan kolega.
Bahkan jauh sebelum Conte, salah seorang pelatih senior di Italia yang saat ini menjabat sebagai peramu strategi kesebelasan Everton yakni Carlo Ancelotti, sudah memprediksi bahwa mantan anak asuhnya selama di AC Milan itu bakal menjadi pelatih yang hebat di masa depan.
“Untuk menjadi pelatih, Anda membutuhkan antusiasme dan semangat. Hanya karena Anda seorang pemain sepakbola selama 20 tahun tidak berarti Anda akan menjadi juru taktik yang bagus. Banyak penggawa Milan yang saya latih dahulu memiliki pemikiran dan kemampuan yang tepat untuk menjadi pelatih. Dari sudut pandang teknis, saya akan mengatakan bahwa Pirlo bisa menjadi pelatih bagus karena cara pandangnya terhadap sepakbola berbeda dengan lainnya”, terang Ancelotti dalam suatu wawancara pada tahun 2012 silam.
Sebagai pelatih berpengalaman dan lama bekerja sama dengan Pirlo, Ancelotti sadar bahwa eks penggawa andalannya tersebut punya potensi tinggi buat menjadi pelatih. Terlebih, tak banyak mantan pesepakbola yang melanjutkan karier ke dunia kepelatihan dan beroleh kesuksesan.
“Selamat bertugas, Andrea”, begitu kicau Ancelotti di akun Twitter pribadinya saat mengetahui bahwa Pirlo didapuk Juventus sebagai pelatih anyar menyongsong musim 2020/2021.
In bocca al lupo Andrea https://t.co/Xqo0AEwpyk
— Carlo Ancelotti (@MrAncelotti) August 8, 2020
Menangani tim senior jelas berbeda dengan membesut kesebelasan junior. Namun Pirlo tampaknya sudah siap dengan itu. Lelaki yang punya bisnis minuman anggur ini pun meyakinkan kepada publik, terutama Juventini, bila dirinya akan melakukan yang terbaik demi kejayaan I Bianconeri.
Pembuktian Il Maestro
Berbagai keraguan dan dukungan menjadi cambuk bagi pelatih kelahiran Flero itu untuk membuktikan bahwa ia layak menjadi pelatih klub sebesar Juventus. Pada pertandingan pembuka Juventus di Serie A melawan Sampdoria, Pirlo yang semasa bermain sempat dijuluki sebagai Il Maestro berhasil membuat segenap Juventini di penjuru Bumi bersukacita.
Permainan monoton yang terlihat di era Sarri berhasil diubah Pirlo. Juventus tak lagi bermain dengan tempo sedang atau bahkan lambat demi memegang bola selama mungkin guna menciptakan peluang. Di tangan Pirlo, Chiellini dan kawan-kawan bermain lebih cepat serta dinamis sehingga mereka lebih asyik untuk ditonton.
Gairah baru yang ditawarkan Pirlo memang tampak jelas. Ia bahkan berani memainkan Gianluca Frabotta, jebolan akademi Juventus ke starting line up. Impresi positif juga ia pamerkan dengan perubahan yang diperlihatkan Danilo dan Aaron Ramsey saat beraksi di lapangan. Tak heran bila Juventini merasa bahwa keputusan manajemen untuk mengangkat Pirlo merupakan hal yang tepat.
Pada pertandingan resmi perdananya itu dapat dilihat implementasi dari tesis kepelatihannya yang berjudul “My Football.” Di dalam tesisnya, Pirlo menyatakan bahwa ia ingin sepakbola yang penuh totalitas dan kolektif. Dengan 11 pemain aktif baik dalam fase menyerang dan bertahan. I Bianconeri asuhannya mesti bergerak dalam satu unit yang utuh, bukan lagi mengandalkan kemampuan individu dari satu atau dua bintang tertentu. Berkat hal itu pula, dua penggawa debutan, Dejan Kulusevski dan Weston McKennie tampil apik seolah sudah jadi bagian tim dalam waktu yang lama.
Wasit meniup peluit tanda berakhirnya pertandingan, ketika itu papan skor menunjukan angka 3-0 untuk kemenangan Juventus atas Sampdoria. Ketiga gol tersebut hadir melalui proes kolektif yang diorkestrasikan dengan baik oleh dirigen bernama Pirlo di pinggir lapangan.
Selang sepekan kemudian, Juventus berduel dengan AS Roma (28 September). Melawan klub ibu kota tersebut, Pirlo kembali memainkan sepakbola yang ia sukai dan mampu diterapkan anak asuhnya. Pada laga yang intens dan memunculkan satu kartu merah itu (bagi Adrien Rabiot), I Bianconeri tampil penuh percaya diri.
Pertandingan itu berujung sama kuat, 2-2. Pirlo sendiri menyebut bahwa timnya memiliki banyak kekurangan sehingga I Giallorossi sukses mencetak gol sebanyak dua kali.
“Bermain melawan kesebelasan yang terorganisasi memang tidak mudah. Kami berupaya membuat lini tengah menjadi padat agar trequartista Roma tak punya ruang berkreasi. Di satu waktu hal itu bekerja, tetapi di waktu yang lain itu cara itu tidak bekerja. Namun kami harus mencobanya sepanjang laga. Kami mundur selangkah, tapi segalanya baru saja dimulai”, ungkap Pirlo seperti dikutip dari footballitalia.
Pirlo memang tak menjanjikan apapun kepada Juventus maupun Juventini. Namun menilai kinerjanya dari dua laga sejauh ini, sepertinya ada titik cerah yang bakal ia hadirkan. Sesuatu yang tampaknya sudah diperkirakan oleh manajemen klub asal Turin tersebut.
In bocca al lupo, Il Maestro.