Dalam sebuah wawancara, pelatih Barcelona, Quique Setien, pernah mengatakan bahwa kebanyakan anak yang berhasil menjadi pesepakbola profesional, umumnya tak pernah meninggalkan bola dalam kesehariannya. Baik itu di rumah, sekolah atau di jalanan sekalipun. Tampaknya, Setien mengimani frasa kondang dari salah satu tokoh kartun asal Jepang, Tsubasa Ozora, yang menyebut bahwa bola adalah teman.
“Saat menghadapi Barcelona asuhan Johan Cruyff dan melihat lawan menghabiskan laga dengan terus mengejar bola, saya mengatakan kepada diri sendiri, “Ini yang saya inginkan”. Saya ingin berada di tim ini dan tahu mengapa ini terjadi”, ujar Setien dilansir dari Coachesvoice.com.
Barcelona era Cruyff memang mempesona. Tim ini memamerkan aksi berbekal kolektivitas tinggi dengan bola di kaki mereka. Kala itu, Jose Mari Bakero dan kawan-kawan amat piawai mengalirkan bola guna menghadirkan ancaman ke pertahanan lawan demi mencetak gol.
Setien pun mengakui bahwa ia mengagumi sosok Cruyff dan ingin melihat tim asuhannya bermain dengan cantik seperti tim besutan lelaki Belanda tersebut. Walau akhirnya lebih sering melatih tim-tim papan bawah dan papan tengah, Setien tak ragu buat mengimplementasikan idenya tersebut kendati dihajar keterbatasan.
Tatkala menukangi Real Betis, ia membuat pendukung Los Verdiblancos terpesona karena pemain tim kesayangan mereka kelihatan fasih mengalirkan bola dari kaki ke kaki. Bahkan pada musim 2017/2018 lalu, Setien berhasil membawa Betis finis di posisi enam klasemen La Liga Spanyol.
Capaian itu seolah menampar khalayak yang selama ini meyakini bahwa permainan indah hanya dapat dipraktikkan oleh tim-tim elite dengan sumber daya tercukupi. Betis, dengan semua keterbatasan yang dimiliki, nyatanya bisa memeragakan hal serupa di bawah komando Setien.
Rentetan hasil buruk yang dituai Barcelona bersama Ernesto Valverde, akhirnya memantapkan hati manajemen klub guna mendatangkan Setien ke Stadion Camp Nou usai nama pertama didepak dari kursi pelatih. Terlebih Valverde juga identik dengan gaya main pragmatis yang seringkali menjemukan. Bagaimanapun juga, bermain pragmatis bikin identitas Los Cules ternoda.
Harapan kubu manajemen jelas, dengan filosofi bermain yang mirip Cruyff, Setien bisa membawa Lionel Messi dan kawan-kawan kembali ke jalan yang benar di sisa musim ini. Apalagi Setien memang punya mimpi bisa menjadi juru strategi klub Catalan tersebut.
Sejak kedatangan Cruyff, Barcelona memang bertransformasi jadi kesebelasan yang taat akan filosofi ajaran Sang Meneer. Sepakbola adalah permainan sederhana tapi juga memiliki sisi estetis. Kemenangan yang didapat mesti dibarengi dengan permainan menyerang yang memikat.
Sayangnya, realita tak selalu berjalan seiring dengan ekspektasi. Berulangkali, Barcelonistas justru mencaci Setien karena performa Messi dan kolega yang tidak optimal. Walau mendewakan permainan cantik, Barcelona butuh usaha keras untuk membobol gawang lawan buat memetik kemenangan.
Datang di Waktu yang Salah
Salah satu petikan lagu Fiersa Besari sangat tepat menggambarkan situasi yang dialami Setien saat ini, “Rasa yang tepat di waktu yang salah”. Dirinya mengambilalih jabatan pelatih di klub yang tengah diliputi segudang masalah.
Barcelona masih berpeluang memenangkan gelar liga. Namun rontoknya mereka di fase perempatfinal Copa del Rey dianggap menyakitkan. Pun dengan kekalahan di laga El Clasico melawan Real Madrid beberapa pekan lalu.
Walau sanggup menekuk Real Sociedad guna menempati lagi posisi puncak yang sempat dikudeta Madrid, tapi permainan Los Cules dirasa tak meyakinkan (baru unggul di menit ke-81 via sepakan penalti).
Setali tiga uang dengan Valverde, Setien dinilai masih terlalu bergantung kepada aksi-aksi Messi demi meraup angka atau keluar dari tekanan lawan. Tiga gelandang yang acap dipasang Setien yaitu Sergio Busquets, Frenkie de Jong, dan Ivan Rakitic kerap kesulitan melayani para striker.
Seringkali Messi terpaksa turun jauh ke belakang guna menginisiasi permainan, menghadirkan kreativitas serta menciptakan ruang agar Barcelona bisa menciptakan peluang dan mencetak gol. Meski ini bagian dari alternatif strategi, tapi memaksa Messi untuk terus melakukannya adalah keputusan buruk. Lantas, apa bedanya Setien dengan Valverde?
Dengan materi skuad sementereng Barcelona, Setien dituntut untuk dapat memaksimalkannya secara paripurna. Tak mampu melakukan itu berpotensi menurunkan pamor serta kapasitasnya sebagai pelatih.
Sialnya, friksi juga terus mendera Barcelona. Misalnya saja komentar Eric Abidal, eks penggawa Barcelona yang kini duduk sebagai salah satu direktur klub, yang menyebut ada sejumlah pemain menjadi aktor di balik pemecatan Valverde. Konon, Messi termasuk dalam ‘gerombolan’ itu.
Begitu juga dengan sikap sang presiden klub, Josep Maria Bartomeu, yang kerap melahirkan kontroversi dan justru mencoreng nama baik Barcelona sebagai sebuah entitas sepakbola. Alih-alih fokus terhadap sepak terjang tim, sosok 57 tahun ini lebih memikirkan tentang proses pemilihan presiden anyar Barcelona periode mendatang. Bahkan kabarnya Bartomeu sedang gencar menyewa buzzer guna menaikkan elektabilitasnya.
Membangun Tim yang Baru
Umur Busquets, Messi, Gerard Pique, dan Luis Suarez, sudah tak muda lagi. Mengacu pada hal itu, Barcelona pun harus mempersiapkan segalanya sedari dini.
Melakukan regenerasi skuad adalah satu dari sekian kewajiban Setien sehingga Los Cules punya fondasi tim di masa depan. Pengganti dari Busquets, Messi, Pique, dan Suarez, haruslah sosok dengan kemampuan apik. Namun mencari suksesor dari nama-nama tersebut bukanlah persoalan sepele.
Akademi La Masia tampak kurang bergigi dalam beberapa musim terakhir. Barangkali hanya Ansu Fati dan Riqui Puig yang kelihatan menonjol serta bisa diintegrasikan secara kontinyu ke tim utama.
Selain itu, Setien juga mesti lebih fleksibel dalam penerapan taktik walau tetap mengacu pada permainan cantik dari kaki ke kaki. Pasalnya, terus-terusan memakai strategi yang sama membuat lawan semakin mudah mengantisipasi. Setien kudu membuat Barcelona lebih klinis saat mengkreasikan dan mengeksekusi peluang. Mereka tak butuh umpan hingga seribu kali dalam satu pertandingan tapi cuma sanggup mencetak sebiji gol dari tiga atau empat tembakan tepat sasaran.
Bermodal fleksibilitas lebih, ketergantungan Setien terhadap Messi juga dapat dikurangi. Los Cules mesti mampu memulai fase anyar, kendati perlahan, yakni menurunkan ketergantungan kepada sosok Messi yang kemampuannya aduhai dan selalu bisa mencuri atensi publik. Sulit? Tentu. Bisa? Pasti.
Layaknya tim-tim lain, Barcelona juga butuh fondasi baru demi menyongsong masa depan. Ada fase di mana mereka wajib membuka lembaran baru dan menutup kisah lama yang sudah diselesaikan. Dengan begitu, mereka takkan gelagapan menghadapi kerasnya persaingan di kompetisi domestik maupun regional.
Terlepas dari kemampuan atau hal-hal semacam itu, Setien memang datang ke Barcelona saat kondisi mereka tengah limbung. Memperbaikinya, walau sulit, jadi permasalahan yang wajib dibereskan. Jalan Setien membesut Los Cules memang amat berliku. Namun namanya akan dikenang bahkan dipuja andai mampu mengantar Barcelona melewatinya.