Siapa Suruh Tawar Pogba 100 Juta?

Para penikmat sepak bola yang budiman, izinkan saya memulai tulisan ini dengan menimpakan kesalahan kepada kalian. Ya, kalian. Yang tak pernah puas, yang terlalu mudah menghakimi, dan yang punya ingatan pendek. Ini semua salah kalian.

Prancis, walau sudah didesain sedemikian rupa oleh Michel Platini, gagal menjadi juara Piala Eropa di negeri sendiri. Mereka kalah melawan Portugal, kesebelasan yang tak henti-hentinya dihujani cercaan akibat penampilan yang tak pernah meyakinkan di turnamen tersebut. Eder, pemain semenjana yang hanya bermain 11 menit pada laga puncak, menjadi aktor kemenangan Selecao.

Sebelum turnamen dimulai, Prancis digadang-gadang akan menjadi kandidat kuat juara. Selain faktor tuan rumah, keberadaan bintang-bintang top Eropa dalam skuat Les Bleus membuat optimisme merebak di negerinya D’Artagnan tersebut.

Nyatanya, meski berhasil mencapai final, Prancis pun tak pernah betul-betul meyakinkan. Permainan mereka sama sekali tidak rapi. Gegabah, terburu-buru, dan mubazir.

Selain Dimitri Payet dan Antoine Griezmann, atau mungkin Hugo Lloris, semua pemain Prancis menerima kritik pedas atas performa mereka. Di antara mereka, yang menerima kritik paling keras adalah Paul Pogba.

Sebagai pemain yang disebut sebagai pemain muda terbaik dunia, Paul Pogba adalah tumpuan bagi tim nasional Prancis. Setelah didatangkan dari Manchester United tanpa biaya sepeser pun, Pogba menjadi andalan juara Italia, Juventus. Performa Pogba di level klub yang fenomenal juga membuat dirinya menjadi salah satu komoditi transfer paling diburu di Eropa.

Saban bursa transfer dibuka, nama Pogba selalu dikait-kaitkan dengan klub-klub kaya Eropa. Barcelona, Real Madrid, Chelsea, Manchester United, dan Manchester City menjadi nama-nama reguler yang muncul di saga transfer pemain berusia 23 tahun tersebut.

Akan tetapi, penampilan Pogba yang tak begitu cemerlang pada Piala Eropa lalu membuat orang-orang mulai meragukan dirinya. Tak tanggung-tanggung, kalian yang biasanya memuja dan menginginkan agar Pogba sudi bermain untuk klub kesayangan kalian, menyebutnya overrated.

Penghakiman ini muncul bahkan sebelum muncul berita bahwa harga Pogba pada bursa transfer kali ini bisa lebih dari 100 juta euro. Vonis ini muncul setelah kalian, yang tak pernah sudi menonton Serie A Italia karena dianggap kuno dan tak seksi, hanya menyaksikan Pogba dalam dua atau tiga pertandingan bersama tim nasional.

Pertanyaan saya, apa kalian sudah gila?

Maaf jika kata-kata saya tak nyaman didengar, tetapi saya marah. Saya benar-benar marah melihat perlakuan kalian terhadap Paul Labile Pogba.

Ada beberapa hal yang perlu kalian semua ingat. Pertama, Paul Pogba baru berusia 23 tahun. Untuk ukuran pesepak bola yang kariernya singkat pun, usia ini masih tergolong muda. Masih banyak waktu yang ia miliki untuk bisa berkembang dan menyempurnakan permainannya.

BACA JUGA:  5 Sosok Penting Dibalik Suksesnya Transfer Liverpool

Massimiliano Allegri beberapa kali mengatakan bahwa Pogba memiliki segalanya, akan tetapi ia masih harus mengurangi hal-hal yang tidak perlu. Permainan Pogba masih dianggap kurang simpel dan efisien untuk sepak bola ultramodern yang begitu mekanis.

Allegri benar. Suka tidak suka, sepak bola dewasa ini amat mengedepankan efisiensi dan efektivitas dan oleh sebab itu, maka aksi kutak-kutik harus diminimalisasi.

Tetapi sebagai pemain berusia muda yang pada dasarnya mampu, tentu Pogba, mungkin secara tak sadar, akan dengan sendirinya melakukan aksi kutak-kutik tersebut. Tapi tak apa, toh Pogba masih punya banyak waktu untuk membenahi hal ini.

Kedua, tim nasional sulit untuk dijadikan standar permainan seorang pemain. Penyebabnya beragam jika mau ditelisik. Mulai dari masalah waktu yang dibutuhkan untuk berlatih bersama di timnas yang terbatas hingga akhirnya berujung pada minimnya kohesivitas.

Lalu faktor sulitnya mencari pelatih berkualitas yang mau melatih timnas juga bisa dijadikan alasan. Kemudian ada pula faktor terbatasnya pilihan pemain. Jika dalam sebuah klub komposisi pemain bisa didesain sedemikian rupa dalam jangka waktu yang relatif lebih panjang dan dengan opsi sumber daya yang lebih luas (contohnya dengan keberadaan pemain asing), tidak demikian dengan timnas.

Dari penampilannya bersama tim nasional pada Piala Eropa lalu, terlihat bagaimana Prancis yang tidak memiliki distributor bola mumpuni, beberapa kali mencoba menggunakan Pogba untuk peran tersebut.

Di Juventus, peran tersebut sudah cukup sering dijalani Pogba, khususnya ketika krisis cedera melanda seperti awal musim lalu. Hasilnya ya amburadul, karena Pogba memang bukan pemain yang mampu memainkan peran tersebut.

Kalau kalian mau meluangkan sedikit waktu untuk menyaksikan Pogba di Juventus, kalian sudah pasti takkan terheran-heran mengapa Pogba tampil buruk sebagai pembagi bola.

Ketiga, bagaimana bisa kalian menilai kualitas seorang pemain hanya dari dua atau tiga laga? Teman-teman, ini bukan Football Manager di mana kalian bisa meminta report card dari pemandu bakat kalian setelah ia menyaksikan pemain incaran kalian dalam tiga laga, lalu Anda memutuskan apakah si pemain layak atau tidak.

Tanpa mengurangi rasa hormat kepada Aron Gunnarsson, tentu ada alasan mengapa kapten timnas Islandia ini bermain untuk Cardiff City alih-alih Manchester City, misalnya.

Lalu ada pula alasan mengapa pelatih-pelatih klub ragu untuk membeli pemain semata-mata karena mereka tampil bagus di sebuah turnamen. Anda ingat Milan Baros, pencetak gol terbanyak Piala Eropa 2004? Setelah itu, apa prestasi Baros yang kalian ingat?

BACA JUGA:  Anomali Nottingham Forest

Pogba tampil mengecewakan pada dua atau tiga laga lantas kalian dengan mudahnya mengucapkan kata overrated?

Sekali lagi, tolong. Tentu ada pula alasan mengapa pada akhirnya, muncul banderol di kisaran 100 juta euro untuk jasa pemain keturunan Guinea ini. Permasalahan muncul ketika kalian mengasosiasikan nilai 100-an juta euro itu dengan penampilan buruknya di dua atau tiga laga tadi.

Adalah Manchester United yang belakangan ini kian santer dikaitkan dengan Pogba. Klub yang pernah mengecewakan sang pemain inilah yang muncul dengan tawaran pemecah rekor tersebut. Klub yang pada bursa transfer kali ini akhirnya bersikap laiknya klub terkaya di dunia.

Pogba, seperti ditegaskan oleh ibunya, tidak pernah menyatakan ingin pindah dari Juventus. Giuseppe Marotta pun sudah berulang kali berkata demikian.

Angka 100-an juta euro tersebut muncul dari pihak Manchester United yang ingin mengerahkan segenap daya upaya untuk menebus kesalahan mereka sendiri lima tahun silam. Ditambah faktor sang agen, Mino Raiola, yang sedang berusaha memoroti Setan Merah, muncullah angka fantastis tersebut ke permukaan.

Jika Manchester United, dengan Jose Mourinho-nya sudi untuk mengeluarkan uang dengan jumlah sekian untuk mendaratkan Pogba, ya sudah. Kalau pemain tak jelas seperti Troy Deeney dan Odion Ighalo dibanderol 25 dan 38 juta pound, lalu Graziano Pelle digaji 13 juta pound per tahun, 100-an juta euro untuk Pogba adalah harga yang (sialnya) cukup masuk akal.

Apakah angka-angka di atas terdengar ngawur? Oh, jelas.

Tetapi ingat, sekali lagi, ini adalah salah kalian. Mengapa? Karena kalian lah yang membesarkan industri sepak bola. Kalian lah yang memuja hal-hal gila dalam sepak bola. Kalian lah yang terkagum-kagum pada angka-angka fantastis dalam aktivitas transfer. Kalian lah yang menginginkan ini terjadi. Dan kalian pula lah yang sewot sendiri ketika akhirnya hal ini terjadi.

Lalu apakah Pogba overrated?

Ah, kalian ini terlalu banyak menikmati sepak bola lewat meme Twitter. Ya jelas Pogba tidak, atau belum bisa dikatakan overrated. Untuk bisa menjadi sosok yang under, over, atau properly rated, seorang pemain jelas harus sudah cukup lama berkecimpung di jagat persepakbolaan.

Kalau menilik perjalanan karier Robinho, misalnya, kalian baru boleh menyebutnya overrated. Digadang-gadang bisa sehebat Pele, pemain 32 tahun tersebut bahkan tak lebih hebat dibanding Guti Hernandez.

Nah, kalau sudah begini, siapa yang mau kalian salahkan kalau bukan kalian sendiri?

 

Komentar
Punya fetish pada gelandang bertahan, penggemar calcio, dan (mencoba untuk jadi) storyteller yang baik. Juga menggemari musik, film, dan makanan enak.