Armando Picchi, Libero Andal yang Terlupakan

Dalam permainan sepakbola, ada begitu banyak posisi yang dimainkan. Di setiap posisi itu sendiri, ada beraneka peran yang dijalankan. Satu yang paling menarik dan unik adalah libero.

Diambil dari bahasa Italia, libero memiliki arti bebas. Di ranah sepakbola, pemain yang menjalankan peran ini berposisi sebagai bek tengah terakhir di lini pertahanan dan bertugas menyapu bola yang lewat dari penjagaan bek tengah yang ada di depannya.

Akan tetapi, tugas libero tak hanya berkutat pada aspek-aspek defensif. Dalam perkembangannya, para libero adalah pemain belakang dengan intelijensia, visi dan akurasi umpan presisi yang sanggup menginisiasi serangan dari lini pertama.

Ketika menyebut libero, mungkin kita akan teringat pada nama-nama semisal Franz Beckenbauer, Franco Baresi, Lothar Matthaus, hingga Gaetano Scirea. Mereka memang dikenal sebagai libero jempolan saat bermain.

Namun setiap membahas peran libero, kita tak boleh menepikan figur asal Italia yang bernama Armando Picchi. Lahir dan besar di kota Livorno, Picchi muda mengawali karier bersama tim lokal, US Livorno.

Ia sendiri kerap bermain sepakbola bersama kakaknya, Leo, yang saat aktif pernah membela panji Livorno dan Torino. Sayangnya, kedua bersaudara ini tidak ditakdirkan untuk bermain bersama di sebuah klub.

Sekitar lima musim ia habiskan membela klub berjuluk I Labronici tersebut. Sampai akhirnya ia memutuskan hijrah ke SPAL Ferrara per musim 1959/1960 demi mencicipi atmosfer Serie A.

Selama di SPAL, Picchi menjadi figur penting yang berhasil mengantar tim finis di peringkat lima Serie A. Hingga detik ini, capaian itu merupakan yang terbaik dari klub berjuluk I Biancazzurri tersebut.

Walau performa apiknya membantu SPAL mengganggu konstelasi di papan atas, ia dilirik oleh pelatih Inter Milan era 1960-an, Helenio Herrera. Sang pelatih merasa bahwa mempunyai kemampuan yang baik dan dapat dimaksimalkan dalam strategi andalannya.

BACA JUGA:  Membayangkan AC Milan Tanpa Zlatan

Pada dua musim pertama mengenakan baju Il Biscione, Picchi lebih sering diturunkan sebagai bek kanan dan mengimbangi performa apik Giacinto Facchetti di sektor kiri. Facchetti sendiri dikenal sebagai pionir fullback modern.

Namun seiring kritikan yang terus dialamatkan kepada Herrera bahwa Inter membutuhkan konduktor permainan yang lihai menginisiasi permainan dari lini pertama, sang pelatih coba mengubah peruntungan timnya.

Per musim 1962/1963, Herrera mengganti pakem andalannya demi mengakomodasi seorang pemain yang luwes dalam bertahan maupun menyerang.

Dari sekian nama, pelatih berkebangsaan Argentina tersebut memilih Picchi sebagai figur kunci eksperimennya. Ya, Picchi dimainkan sang arsitek di pos bek tengah terakhir alias libero.

Tugas Picchi adalah menyapu atau menguasai bola yang berhasil dilewatkan pemain lawan dari dua bek tengah Inter sehingga gawang tim yang dijaga Giuliano Sarti terhindar dari ancaman.

Bila mampu menguasai bola, Picchi lalu mendistribusikannya ke depan agar Il Biscione dapat memulai serangan balik.

Herrera merasa kalau Picchi adalah pemain yang sempurna untuk mengejawantahkan idenya. Hasilnya pun manis, strategi anyar sang pelatih dengan lelaki kelahiran 20 Juni 1935 itu berperan sebagai libero membuat Inter menyabet Scudetto musim 1962/1963.

Dalam racikan barunya itu, Herrera menginstruksikan lima sampai tujuh pemain untuk melindungi pertahanan. Namun saat mendapat kesempatan serangan balik secara vertikal, dua fullback-nya diperintahkan untuk sigap membantu sampai area depan.

Kepindahan kapten tim, Bruno Bolchi, ke Hellas Verona pasca-juara Serie A mendorong Herrera memberikan ban kapten kepada Picchi. Padahal di saat yang sama skuad Il Biscione asuhannya masih mempunyai nama-nama sekelas Tarcisio Burgnich, Mario Corso, Facchetti, dan Sandro Mazzola.

Keputusan Herrera menjadikan Picchi sebagai kapten tepat. Ia memiliki jiwa kepemimpinan dan kharisma yang kuat. Di ruang ganti, Picchi begitu disegani rekan setimnya. Sementara di lapangan, ia begitu vokal dalam mengorganisasi lini belakang serta lihai dalam memberi motivasi.

BACA JUGA:  AC Milan: Jangan Malu Mengakui Keinginan Raih Scudetto

Makin baku dan kukuhnya skema permainan baru khas Herrera berbuah prestasi maksimal bagi Inter. Dua gelar Scudetto pada musim 1964/1965 dan 1965/1966 dilengkapi dengan trofi Piala Champions (sekarang Liga Champions) pada musim 1963/1964 dan 1964/1965 plus Piala Interkontinental tahun 1964 dan 1965.

Kehebatan rival sekota AC Milan ini pada era tersebut membuat skuad mereka dilabeli sebagai Grande Inter dan banyak dari anggotanya yang dijadikan andalan di tim nasionalnya masing-masing.

Bicara tentang timnas, nasib Picchi tidak seberuntung Burgnich, Facchetti, dan Mazzola yang melesat sebagai pilar Italia. Secara keseluruhan, sang libero cuma mengenakan baju Gli Azzurri sebanyak 12 kali dalam kurun 1964 hingga 1968.

Usai menjalani karier penuh prestasi bersama Inter, Picchi lalu pindah ke Varese pada tahun 1967. Ia membela klub yang berasal dari region yang sama dengan Il Biscione, Lombardy, tersebut selama dua musim (musim keduanya juga dijalani dengan status pemain-pelatih) sampai memutuskan untuk gantung sepatu di usianya yang baru 34 tahun.

Ia lalu melanjutkan kiprahnya di dunia sepakbola dengan tetap menukangi Varese. Picchi kemudian dipercaya klub asal kota kelahirannya, Livorno, untuk membesut per musim 1969/1970.

Semusim berselang, ia dipinang klub raksasa Italia yang juga rival Inter, Juventus. Sayangnya, perjalanan karier Picchi sebagai pelatih tak berlangsung lama akibat gangguan tumor di tulang rusuknya.

Pada 27 Mei 1971 atau saat berusia 35 tahun, Picchi menghembuskan napas terakhirnya. Sepakbola Italia pun berduka dengan kepergian salah seorang pemain terbaiknya di era 1960-an.

Sebagai penghormatan kepada Picchi, pada tahun 1990, pemerintah kota Livorno menamai stadion terbesar di kotanya, Comunale di Livorno, dengan nama sang legenda, Stadion Armando Picchi.

Komentar
Seorang karyawan swasta yang ingin tahu banyak mengenai taktik sepakbola dan belajar menulis artikel. Senang berdiskusi tentang sepakbola dan bisa disapa via akun Twitter @itsghiza