Belanda dan Jerman Meretas Jalan Kebangkitan

Dalam kancah sepakbola, baik Eropa maupun dunia, Belanda dan Jerman selalu menempati slot teratas. Dua negara bertetangga ini memang punya akar sejarah yang sangat kuat plus prestasi yang gemilang.

Ada banyak sekali pesepakbola kenamaan yang dihasilkan Belanda maupun Jerman. Siapa yang tak kenal Johan Cruyff, Ruud Gullit, Ronald Koeman, Marco van Basten, Dennis Bergkamp, sampai Wesley Sneijder?

Mustahil penggemar sepakbola tak mengetahui sosok Franz Beckenbauer, Gerd Muller, Lothar Matthaus, Andreas Brehme, Oliver Kahn, hingga Miroslav Klose.

Dari semua nama di atas, kita bisa sama-sama memahami bahwa De Oranje dan Der Panzer memiliki generasi pesepakbola yang luar biasa hebat dari era yang satu ke era berikutnya.

Kendati demikian, Belanda dan Jerman bukannya tanpa masalah. Beberapa kali performa mereka stagnan, bahkan merosot, akibat jebloknya penampilan saat berlaga di sebuah turnamen besar. Salah satu problemnya adalah regenerasi.

Salah satu yang paling mencolok adalah Belanda yang gagal lolos ke Piala Eropa 2016 dan Piala Dunia 2018. Padahal, mereka menempati peringkat ketiga di Piala Dunia 2014.

Ketergantungan kepada trio Robin van Persie, Arjen Robben, dan Sneijder kala itu disinyalir sebagai penyebab utama terpuruknya De Oranje. Bermain tanpa salah satu atau malah ketiganya sekaligus bikin Belanda keteteran.

Federasi sepakbola Belanda (KNVB) sadar akan hal tersebut. Oleh karenanya, mereka mati-matian berusaha membenahi segala kekurangan yang ada guna membangun tim yang kompetitif.

Ditunjuknya Koeman sebagai pelatih baru menggantikan Danny Blind memberi harapan baru. Perlahan-lahan, pria berambut pirang tersebut berhasil mengubah peruntungan De Oranje. Ia tak ragu mengombinasikan pemain veteran dengan para pemain belia.

Hasilnya, Belanda berhak lolos ke final UEFA Nations League 2018/2019 sebelum dikandaskan oleh Portugal dengan skor tipis 0-1.

BACA JUGA:  Apotheosis Johan Cruyff

Perubahan tersebut bikin KNVB optimis Belanda bisa tampil lebih baik. Nahas, mereka kudu berpisah dengan Koeman yang menerima tawaran melatih Barcelona per musim 2020/2021.

Frank de Boer ditunjuk sebagai pengganti dan menerapkan pola yang mirip dengan Koeman. Berani mengombinasikan pemain gaek dan muda di skuadnya. Tak ketinggalan, menerapkan gaya sepakbola yang sesuai dengan filosofi Negeri Kincir Angin tetapi dengan berbagai penyesuaian.

Sementara Jerman yang di Piala Dunia 2014 melejit sebagai kampiun dan mencicipi semifinal Piala Eropa 2016, luluh lantak pada Piala Dunia 2018. Secara tragis, mereka rontok di fase grup.

Meski dihuni pemain berkelas, tetapi lini belakang yang rapuh dan ketiadaan striker nomor sembilan selepas Klose pensiun dianggap sebagai biang keladi menurunnya penampilan Der Panzer. Terlebih, Joachim Low yang masih memegang tampuk kepelatihan juga seperti kehilangan ide-ide briliannya.

Mujur, nasib Jerman tak seburuk Belanda. Mereka tetap bisa tampil apik walau aksi-aksinya tak meyakinkan. Namun rapor merah di dua edisi UEFA Nations League membuat asosiasi sepakbola Jerman (DFB) memutuskan untuk mencari pengganti Low.

Setelah mentas di Piala Eropa 2020, Low akan digantikan oleh eks asistennya yang dua musim terakhir menukangi Bayern Munchen, Hans-Dieter Flick.

Perihal sumber daya pemain, Belanda dan Jerman sebenarnya nyaris tak pernah kekurangan bakat-bakat jempolan yang lahir dari keseriusan dalam pembinaan sepakbola usia dini.

Teraktual, Jerman U-21 menjadi kampiun Piala Eropa U-21 2021 sementara langkah Belanda U-21 selesai pada babak semifinal.

Sejumlah nama belia dari kedua negara yang melesat di kejuaraan tersebut antara lain adalah Myron Boadu, Sven Botman, dan Dani de Wit (Belanda) serta Ridle Baku, Lukas Nmecha, dan Florian Wirtz (Jerman).

BACA JUGA:  Inggris: Pencetus dan Pelanggar Aturan Rasisme

Mereka tentu dapat diandalkan sebagai amunisi anyar pada masa yang akan datang guna dikombinasikan dengan nama-nama seperti Denzel Dumfries, Memphis Depay, dan Wout Weghorst (Belanda) serta Kai Havertz, Joshua Kimmich, dan Timo Werner (Jerman).

Walau begitu, De Oranje dan Der Panzer juga masih memiliki pekerjaan rumah. Utamanya mengenai regenerasi di posisi penjaga gawang. Betul jika pemain yang menghuni pos ini mempunyai masa edar yang paling panjang.

Akan tetapi, ketergantungan Jerman terhadap Manuel Neuer yang sudah berumur 35 tahun mesti dikurangi perlahan-lahan. Toh, ada sejumlah kiper yang berkualitas mumpuni dan siap jadi suksesornya.

Pun dengan Belanda yang sampai saat ini masih mengandalkan Maarten Stekelenburg (38 tahun) di bawah mistar. Bahkan trio kiper yang dibawa Belanda ke Piala Eropa 2020 semuanya berusia 30 tahun ke atas.

Apabila kita melihat daftar skuad peserta Piala Eropa 2020, Belanda dan Jerman punya pemain dengan umur 28 tahun ke bawah yang cukup sedikit. De Oranje memiliki 11 pemain, sedangkan Der Panzer 14 pemain.

Meski masih layak diunggulkan sebagai kandidat juara di Piala Eropa 2020, Belanda dan Jerman tak boleh lengah akan proses regenerasi di tubuh skuad agar tak lagi kehilangan momentum untuk meraih sukses.

Lantas, sejauh mana langkah Belanda dan Jerman di Piala Eropa 2020 kali ini? Menurut saya, menembus babak semifinal sudah sangat bagus untuk keduanya.

Komentar
Penggemar Manchester United dan Bayern Munchen yang hobinya menulis dan membaca ini bisa ditemui di akun Twitter @mtorieqa.