Cinta Kiko Insa yang Bertepuk Sebelah Tangan

Francisco Javier Insa Bohigues bukanlah nama asing buat penggemar Arema FC, Aremania. Oleh kera-kera Ngalam, ia lebih akrab disapa Kiko Insa.

Arema FC mendatangkan bek kelahiran Spanyol tersebut pada 2015 silam dan mengawali karier di Indonesia saat membela Singo Edan pada ajang Piala Jenderal Sudirman tahun 2015.

Di bawah asuhan Joko Susilo, bek dengan postur 188 sentimeter ini dikenal piawai dalam bola-bola atas. Kelebihannya itu pun dimanfaatkan untuk fase defensif maupun ofensif.

Pada pagelaran Piala Jenderal Sudirman, Kiko menyumbang tiga gol. Sebuah rapor yang mengagumkan untuk ukuran pemain belakang.

Torehan itu meluruhkan keraguan banyak pihak bahwa manajemen Arema FC membeli kucing dalam karung. Penilaian tersebut terbilang wajar sebab kiprah Kiko sebelum mendarat di kota Apel lebih banyak dihabiskan bersama tim-tim kecil di Islandia dan Latvia.

Menariknya, semenjak menetap di kota Malang, Kiko memperlihatkan sesuatu yang berbeda. Ia begitu terkesan dengan kultur sepakbola dan dunia suporter di sana.

Tak heran bila Kiko selalu bermain dengan totalitas tinggi bersama Singo Edan. Sebuah hal yang bikin Aremania jatuh hati dan menaruh respek tinggi kepadanya.

Ada beberapa momen yang patut dikenang Aremania dari Kiko. Salah satunya ketika ia berlari ke tengah lapangan sambil membawa tongkat narsis (tongsis) sembari mengabadikan aksi Yuli Sumpil dan kawan-kawan kala menyanyikan chant “Janji Sumpah Setia Arema Selamanya” di Stadion Kanjuruhan.

Nyanyian itu benar-benar diresapi olehnya. Seolah-olah, chant tersebut membaptis Kiko untuk menjadi Aremania seumur hidupnya.

Kegilaannya tak berhenti di situ. Saat merayakan hari ulang tahunnya yang ke-28, Kiko membuat tato bergambar singa di lengannya.

Kiko seolah mengingatkan Aremania pada sosok Franco Hita, pemain asing yang juga bikin Aremania kagum dan jatuh hati.

Lebih spesialnya lagi, Kiko membubuhkan tulisan “Salam Satu Jiwa” pada tato tersebut yang merupakan semangat khas kera-kera Ngalam dan penuh makna.

Di kota Malang, cinta bersemi antara Kiko dan Aremania. Kecintaannya terhadap Arema FC dan sepakbola Indonesia dipertegas dengan komitmennya untuk mengubah status kewarganegaraan.

Kiko berniat menanggalkan paspor Spanyol dan menjadi warga negara Indonesia seutuhnya. Komitmen itu sendiri direstui oleh manajemen Singo Edan.

Tak berselang lama, sebelum ikut mengantarkan Arema menjuarai turnamen Bali Island Cup tahun 2016, manajemen menyodorkan kontrak jangka panjang yakni lima tahun kepada Kiko pada bulan Februari 2016.

Suatu tindakan yang dinilai di luar nalar, mengingat kala itu sepakbola Indonesia belum menemui titik terang akibat tengah konflik di antara federasi (PSSI) dan Badan Olahraga Profesional Indonesia (BOPI).

Selain itu, dalam kultur sepakbola nasional, teramat jarang seorang pemain asing dikontrak dalam jangka waktu yang lama.

Namun Aremania menilai tak ada yang salah jika sosok yang pertama kali merasakannya adalah Kiko. Ia adalah sosok loyal, pemain dengan semangat bermain nggetih.

Aremania pun menyambut kontrak itu dengan gembira, bak restu dari orang tua atas percintaan Aremania dan Kiko yang sedang mekar.

Sayangnya, hal tersebut sirna dalam sekejap. Ketika posisi Joko Susilo sebagai pelatih digantikan Milomir Seslija jelang tampil di ajang Indonesia Soccer Championship A 2016, Kiko didepak!

Pelatih berkebangsaan Bosnia-Herzegovina tersebut merasa Kiko tidak dibutuhkan. Posisinya sebagai pemain asing lantas digantikan Goran Gancev.

Makin antiklimaks, pencoretan pria yang memiliki nenek kelahiran Malaysia ini terjadi tak lebih dari sebulan setelah pihak manajemen menyodorkan kontrak jangka panjang untuknya.

Kiko merasa patah hati meski menerima bahwa dirinya dipinjamkan ke Bali United. Pun dengan Aremania yang kadung mencintainya dan mempertanyakan keputusan sang pelatih baru.

Gara-gara kejadian itu pula, Aremania meramaikan media sosial dengan tanda pagar #SaveKikoInsa yang ironisnya tak digubris manajemen maupun Milomir. Kiko harus angkat kaki dari Malang.

Meski situasinya tak menyenangkan, kisah cinta sang bek kepada Arema FC dan Aremania tak pernah luntur. Saat berbaju Serdadu Tridatu, ia memilih nomor punggung 87.

Angka itu diambil dari tahun kelahiran Arema yakni tahun 1987. Kiko secara terang-terangan menyebut bahwa nomor punggung itu ia persembahkan kepada Aremania.

Pemain yang kini berumur 33 tahun itu bahkan berjanji kepada Aremania bahwa ia takkan membela Persib atau Persebaya, dua rival klasik Singo Edan, selama berkiprah di tanah air.

Perhatian Kiko terhadap Arema FC selalu terlihat di media sosial pribadinya. Secara tersirat, ia juga menunjukkan rasa sakit hatinya karena didepak Milomir lewat sindiran-sindiran dan kritik.

Tetap profesional dengan bermain semaksimal mungkin untuk Bali United, nyatanya kisah yang ia dapatkan di Bali tak seindah di Malang.

Indra Sjafri yang saat itu menjabat sebagai pelatih Serdadu Tridatu mencoretnya dari skuad karena tak menampilkan performa seperti yang diinginkan.

Keadaan itu membuat Kiko memutuskan untuk pergi dari Indonesia. Lebih cepat dari bayangannya selama ini, khususnya saat menjalin cinta yang indah bersama Aremania.

Tak ada kesempatan untuk kembali ke Malang. Ia lalu melanjutkan kariernya di Asia Tenggara dengan memperkuat Pahang FA, Bangkok Glass (sekarang BG Pathum United), dan kini merumput bersama Johor Darul Ta’zim II.

Puncak antiklimaks karier Kiko adalah batalnya status WNI yang sempat ia inginkan dahulu. Dirinya lalu memutuskan menjadi warga negara Malaysia per 2017 silam. Ia bahkan sudah memperkuat Tim Nasional Malaysia sebanyak enam kali.

Seiring dengan usianya yang makin gaek, penurunan performa juga diperlihatkan Kiko sehingga tak lagi jadi pilihan utama di skuad JDT II.

Kendati demikian, ada satu konsistensi yang ia perlihatkan yakni perasaan cintanya kepada Arema FC. Ia tak sungkan mengunggah dokumentasi lamanya kala berbaju Singo Edan di media sosial. Sebuah cinta yang lintas negara dan lintas liga.

Kisah antiklimaks pria kelahiran Alicante tersebut  dan Arema FC mengingatkan saya akan klise percintaan bahwa cinta tak harus memiliki. Ada kalanya, kita harus ikhlas melepaskan yang kita cintai.

Seperti kutipan Sudjiwo Tedjo bahwa, “Kau bisa berencana menikahi siapa saja, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa.”

Kisah cinta Kiko terhadap Arema FC memang bertepuk sebelah tangan. Meski begitu, tak ada yang bisa menghalangi takdir bahwa rasa cinta itu lahir dari ketulusan dan loyalitas.

Komentar

This website uses cookies.