Borussia Dortmund menjamu FC Bayern pada lanjutan Bundesliga (4/4/15). Dortmund yang hingga kini masih terseok-seok di papan tengah klasemen rupanya mampu memberi perlawanan cukup sengit. Pertandingan pun sebenarnya berjalan cukup berimbang, hanya saja serangan-serangan anak asuh Jurgen Klopp terlalu mudah diprediksi sehingga Bayern pun sukses mengamankan gawangnya serta meraih poin penuh.
Klopp beralih dari skema 4-3-1-2 nya (yang kurang efektif pada pertemuan pertama di mana The Bavarian sukses unggul 2-1) dan kembali menggunakan skema 4-2-3-1. Roman Weidenfeller kembali mengawal gawang Dortmund. Sokratis Papastathopoulos yang pada pertandingan melawan Hannover bermain sebagai bek kiri, ditempatkan sebagai bek kanan menggantikan Oliver Kirch yang mengalami cedera, sedangkan Marcel Schmelzer kembali bermain di posisi bek kiri. Di sentral pertahan, Klopp masih mengandalkan duet Matt Hummels dan Neven Subotic. Di posisi gelandang, Lars Bender – yang pada pertandingan melawan Hannover masuk sebagai pengganti – berduet dengan Ilkay Gundogan, sedangkan Sebastian Kehl kembali ke bangku cadangan. Trio gelandang serang diisi oleh Kuba Blaszczykowski, Marco Reus dan Kevin Kampl yang menggantikan Shinji Kagawa. Posisi ujung tombak kembali dipercayakan kepada Pierre-Emerick Aubameyang yang mencetak dua gol melawan Hannover.
Sementara itu, pep Guardiola beralih dari skema 4-3-3 nya – yang kurang efektif saat dikalahkan Monchengladbach – dan kembali mengandalkan skema tiga beknya yang cukup sukses pada Der Klassiker edisi pertama. Manuel Neuer masih menjadi andalan untuk mengawal gawang Bayern. David Alaba yang bermain sebagai bek kiri tengah pada pertemuan pertama digantikan oleh Dante Bonfim karena mengalami cedera. Jerome Boateng mengisi posisi sentral dengan Mehdi Benatia berada di sisi kanannya. Xabi Alonso kembali mengisi pos no.6 dengan Philipp Lahm dan Bastian Schweinsteiger – yang menggantikan Mario Gotze – berada di depannya. Juan Bernat kembali menjadi andalan Guardiola di posisi wingback kiri. Sementara di sisi lainnya Arjen Robben yang mengalami cedera digantikan oleh Rafinha. Di lini depan, Guardiola kembali mengandalkan duet Thomas Muller dan Robert Lewandowski.
Mengapa Klopp kembali ke 4-2-3-1 ?
Berkaca pada pertemuan pertama, duo Aubameyang dan Reus (terkadang menjadi trio ketika Kagawa yang berada di posisi no.10 bergerak lebih ke depan) kesulitan melakukan pressing ketika Bayern membangun serangan dari belakang. Situasi 3vs2 di barisan belakang Bayern membuat aliran dan perpindahan bola dari satu sisi ke sisi lainnya cukup leluasa. Terlebih, Alonso yang bermain di posisi no.6 sering turun sehingga menciptakan situasi 4vs2 (atau 4vs3 dengan naiknya Kagawa). Hal ini membuat Alonso dapat dengan mudah menerima bola dan membalikkan badan untuk memberikan umpan ke depan – dan melewati pressing Dortmund. Turunnya Alonso ini juga membuat Alaba dan Benatia memposisikan diri mereka lebih melebar – hampir seperti fullback, sehingga Dortmund kesulitan untuk mendapatkan akses pressing – terutama kepada Alaba atau Benatia – ketika bola dapat dipindahkan ke sisi lainnya.
Dengan demikian, beralihnya Klopp ke skema 4-2-3-1 ini cukup beralasan. Blaszczykowski dan Kampl yang berada di posisi sayap memberikan Dortmund akses pressing ketika bola dipindahkan ke sisi lainnya. Reus yang berada di posisi no.10 dapat dengan leluasa mengikuti pergerakan Alonso. Hal ini menyebabkan Alonso kesulitan untuk berbalik badan dan memberikan umpan-umpan vertikal. Pada diagram perbandingan umpan terlihat bahwa pada pertandingan pertama Alonso lebih leluasa dalam memberikan umpan-umpan vertikal, sedangkan pada pertandingan kedua, umpan-umpan vertikal yang dilakukan Alonso tidak sebanyak pada pertandingan pertama – ia bahkan banyak melakukan backpass.
Memang pada skema 4-3-1-2 secara horizontal Dortmund menjadi lebih kompak dan memiliki pemain yang lebih banyak di lini tengah – 3vs2 melawan Lahm dan Gotze. Namun, jumlah lebih ini tidaklah signifikan karena pemosisiannya tergolong cukup jauh untuk mendapat akses pressing.
Schweinsteiger dan Lahm
Pada pertemuan pertama kedua tim ini, komposisi lini tengah Bayern berisikan Alonso, Lahm dan Gotze yang berada di posisi no.10. Lahm yang ditempatkan bersama Alonso lebih bermain sebagai no.8 daripada no.6 dengan memposisikan dirinya lebih ke depan dan tidak terlibat banyak dalam membangun serangan dari belakang. Sedangkan Gotze yang ditempatkan di belakang Muller dan Lewandowski kesulitan menemukan ruang antarlini melawan trio gelandang Dortmund, sehingga lebih banyak bergerak turun bahkan sejajar dengan Lahm. Namun, cukup bebasnya Alonso membuat Bayern dapat keluar dari tekanan.
Mengantisipasi perubahan yang dilakukan Klopp pada pertemuan kedua ini, Guardiola lebih memilih untuk memainkan Schweinsteiger menggantikan Gotze untuk berduet dengan Lahm. Keduanya memainkan peran no.8, namun, dalam beberapa kesempatan, mereka kerap turun lebih dalam untuk membantu lini belakang Bayern keluar dari pressing Dortmund.
Pada 6 menit pertama, Schweinsteiger lebih banyak bergerak di belakang Bender dan Gundogan untuk menghindari dirinya terjebak di ruang tengah yang siap untuk dikepung oleh kerumunan pemain Dortmund. Namun, pergerakannya ini sama sekali tidak membantu timnya untuk keluar dari pressing. Bayern justru seolah mengalami missing link di area sentral, sehingga mereka harus mengalihkan permainan ke sisi yang lain, di mana Benatia atau Dante lebih bebas. Hal ini menyebabkan permainan The Bavarian menjadi tidak progresif. Secara gradual, Schweinsteiger – bergantian dengan Lahm – kemudian memposisikan dirinya untuk mengisi ruang yang ditinggalkan Alonso.
Dortmund rapat di tengah
Secara umum – ketika bola berada di trio Dante-Boateng-Benatia – Dortmund bermain dengan cara menutup zona sentral dan mengarahkan umpan-umpan Bayern ke sisi-sisi lapangan. Pressing yang mereka lakukan bersifat situasional dengan orientasi penjagaan terhadap pemain lawan.
Ketika bola mengarah ke sisi lapangan dan Alonso turun ke area di antara Boateng dan kedua halfback, maka Dortmund akan menaikkan intensitas pressing mereka dan berusaha menjebak pemain Munchen agar terpojok di sisi lapangan. Reus dan Aubameyang memposisikan diri mereka sebagai pemain terdepan dalam pressing sekaligus menutup akses bola ke Boateng. Kampl dan Kuba akan memposisikan diri mereka untuk menutup akses bola ke wingback dengan menjaga Schweinsteiger atau Lahm. Gundogan dan Bender memposisikan diri mereka untuk memotong akses bola ke tengah. Sokratis dan Schmelzer memposisikan diri mereka untuk mengawasi pergerakan Bernat dan Rafinha. Sementara itu, Hummels dan Subotic menjaga Muller dan Lewandowski.
Ada celah dalam sistem pressing Dortmund ini terutama ketika intensitas yang mereka peragakan meningkat. Dortmund harus meninggalkan Hummels dan Subotic dalam situasi 2vs2 melawan Muller dan Lewandowski. Pergerakan keduanya sangat merepotkan duo Hummels dan Subotic. Terdapat banyak ruang yang kemudian bisa dieksploitasi oleh keduanya. Yang pertama adalah ruang yang ditinggalkan Sokratis dan Schmelzer di mana Muller dan Lewandowski secara konstan bergantian bergerak ke area tersebut.
Yang kedua adalah ruang di belakang Gundogan dan Bender. Gundogan dan Bender naik cukup jauh untuk menutup akses Bayern di area sentral sehingga meninggalkan celah yang cukup luas di belakang mereka. Hummels dan Subotic tampaknya enggan untuk naik terlalu jauh mengingat Muller dan Lewandowski memiliki kecepatan yang baik. Gol Lewandowski menunjukkan kombinasi dari dua permasalahan ini yang kemudian mampu dieksploitasi dengan sempurna.
Boateng yang tidak menerima pressing memberikan umpan ke Lewandowski yang menemukan ruang di belakang Bender dan Gundogan. Hummels yang berusaha mengikuti tidak dapat menghentikan Lewandowski untuk berbalik badan dan melewatinya. Seketika itu juga, Lewandowski memberikan umpan kepada Muller yang berlari ke ruang di antara Subotic dan Sokratis. Tendangan Muller berhasil diblok oleh Weidenfeller, namun bola muntah berhasil disundul oleh Lewandowski ke gawang Dortmund yang kosong.
Muller dan Lewandowski bermain cukup dekat untuk memudahkan kombinasi di antara keduanya. Hal ini juga diperagakan oleh Carlos Tevez dan Alvaro Morata ketika Juventus berhasil mengalahkan Dortmund dua kali di fase knock-out Liga Champions.
Dortmund Mudah Diprediksi
Serangan-serangan yang dibangun Dortmund terlalu mudah diprediksi pada pertandingan ini. Blaszczykowski dan Kampl kurang mengeksploitasi fakta bahwa Bayern hanya memainkan Alonso di posisi no.6. Keduanya banyak bergerak di halfspace namun kurang masuk ke area tengah. Akibatnya, umpan-umpan yang dilakukan dari zona 14 yang mengarah langsung ke kotak penalti sangat minim.
Dari diagram perbandingan umpan Kampl-Reus-Kuba, hanya Reus yang mampu menciptakan peluang dari zona 14. Sementara itu, Kampl justru lebih banyak mealukan umpan-umpan simpel, sedangkan Kuba lebih banyak bergerak di sisi kanan.
Pergantian pemain
Guardiola menjadi orang pertama yang melakukan pergantian pemain, namun Klopp lah yang pertama kali melakukan perubahan taktik. Pergantian pemain yang dilakukan Guardiola lebih cenderung untuk menyuntik tenaga baru. Sebastian Rode, Thiago Alcantara, dan Mario Gotze yang menggantikan Schweinsteiger, Lahm, dan Muller memainkan peran yang kurang lebih sama dan tidak memberi banyak perubahan. Hal ini terjadi karena permainan Dortmund sendiri tidak berkembang.
Klopp memasukkan Kagawa menggantikan Kuba dan Adrian Ramos menggantikan Kampl. Kagawa bermain di posisi no.10 menggeser Reus ke sisi kanan. Dimainkannya Reus di sisi kanan ini dimaksudkan untuk melakukan overload ke Xabi Alonso yang bermain sebagai jangkar, sedangkan Adrian Ramos bermain di sisi kiri. Tujuan Klopp memasukkan Adrian Ramos ini agak sulit dipahami. Ramos cenderung bergerak langsung ke kotak penalti dan kurang terlibat dalam membangun serangan. Memasuki menit-menit akhir pertandingan, Mkhitaryan masuk menggantikan Gundogan, namun pergantian ini tidak mengubah banyak strategi Dortmund.
Musim ini tampaknya menjadi musim terburuk Dortmund di era kepelatihan Klopp. Organisasi pressing yang mereka lakukan jauh menurun dibanding ketika mereka menjadi jawara Bundesliga. Sementara itu, kreativitas mereka juga terlihat menurun. Hal ini menjadi PR yang tampaknya dalam beberapa pertandingan terakhir sudah dapat diselesaikan oleh Klopp. Namun, menghadapi tim terkuat di Jerman, anak asuh Klopp justru kembali mengalami masalah yang sama. Kekalahan ini tentu saja menghambat usaha mereka untuk merebut posisi di zona Eropa.