“Meneruskan pesan dari para donatur, tolong serius dalam mengikuti rangkaian program Sleman Football School ini. Kalian adalah yang terpilih dari sekian ratus pendaftar,” begitu kurang lebih pesan Aand Andrean, pengelola Sleman Football, ketika menyampaikan pesan saat acara pembukaan Sleman Football School.
Acara ini digagas oleh Sleman Football. Jika kamu belum tahu, kamu bisa akses sleman-football.com untuk tahu apa gerakan ini dan apa saja yang mereka lakukan. Sederhananya, Sleman Football ini adalah media komunitas pencinta PSS Sleman.
Kontennya beragam. Mulai dari teks, foto, hingga video dan animasi. Mereka yang rata-rata masih mahasiswa ini memiliki keterampilan yang beragam sesuai dengan latar belakang pendidikannya. Ini jadi salah satu alasan utama mengapa mereka bisa mengembangkan keberagaman jenis konten. Sesuatu yang tak banyak bisa dilakukan oleh media komunitas lainnya.
Mereka menyelenggarakan Sleman Football School untuk menggaet para Sleman Fans muda. Mereka mensyaratkan bagi yang mengikuti program ini adalah lulusan SMA atau masih semester awal kuliah.
Alasannya sederhana, mereka ini dianggap yang paling punya banyak waktu senggang. Sehingga bisa mengikuti rangkaian kegiatan yang dijadwalkan akan berlangsung selama tiga bulan ke depan.
Kegiatan ini tentu perlu diapresiasi. Sebuah gerakan yang amat bagus dan memberi harapan cerah bagi sepak bola Indonesia, khususnya bidang literasi.
Apalagi acara ini dibuka pada Jumat (5/8) ketika pada hari yang sama, ramai di media sosial debat mengenai apakah penulis sepak bola wajib memiliki lisensi sepak bola? Seperti abai dengan itu, Sleman Football yang tak satu pun anggotanya punya lisensi pelatih sepak bola itu, jalan terus dengan gerakan mereka.
Kita memang sepatutnya tak perlu ambil pusing dengan kritikan orang yang tak jelas dasarnya itu. Mereka yang cerewet itu biasanya tak melakukan apa-apa, hanya nyinyir ke sana kemari mencari perhatian.
Jadi, cara terbaik menanggapi mereka ini adalah dengan terus berkarya. Jangan sampai kritik membuat kita lelah dan enggan untuk membuat karya selanjutnya.
Bagi teman-teman Sleman Football maupun media komunitas berbasis klub lainnya, peliharalah nafas panjang kalian. Persoalan utama dari setiap media komunitas –sepanjang pengalaman saya—adalah pada konsistensi.
Membutuhkan semangat yang tak ada habis-habisnya agar media yang kita kelola senantiasa ajeg memproduksi konten, mendiseminasikannya pada para pembaca, hingga memiliki manfaat bagi sepak bola Indonesia.
Percayalah apa yang kalian lakukan itu tidak ada yang sia-sia. Walaupun tak berkaitan langsung dengan teknik olah bola pemain, tapi membangun budaya literasi adalah sebuah upaya membangun peradaban.
Saya membayangkan suatu masyarakat sepak bola yang gemar membaca, paham betul bagaimana sebaiknya sepak bola dijalankan, turun langsung membidani pembinaan pemain muda, hingga menularkan energi positif kepada sesama di luar batas-batas garis lapangan hijau.
Percayalah, kita akan menuai buahnya, mungkin tidak hari ini, tapi di masa depan.