Hyuga Lebih Hebat Dibanding Tsubasa

Memiliki striker tajam di tim adalah anugerah. Hal serupa juga pasti dirasakan Tim Nasional Jepang versi manga/anime Captain Tsubasa yang memiliki seorang Kojiro Hyuga.

Penggemar sepakbola pastinya sudah tidak asing dengan manga/anime Captain Tsubasa. Ia menjadi inspirasi bagi banyak orang, termasuk pesepakbola profesional sekelas Andres Iniesta yang sempat berfoto dengan Yoichi Takahashi, kreator Captain Tsubasa.

Bahkan bisa dikatakan, Iniesta adalah representasi dari Tsubasa Ozora di dunia nyata. Keduanya merupakan gelandang yang sama-sama berperan nyata dalam tim yang dibelanya, baik saat menyerang dan bertahan.

Captain Tsubasa pun menginspirasi banyak pemuda Jepang untuk bercita-cita jadi pemain sepakbola profesinal yang kelak membela negaranya.

Sejak versi pertama animenya yang ditayangkan pada tahun 1983 hingga versi terbarunya yang dirilis tahun 2018 dengan kualitas audio visual yang lebih bagus dan gerakan yang lebih realistis, Captain Tsubasa tidak pernah bosan saya tonton.

Saat kecil, saya begitu mengidolakan Tsubasa  Saya bahkan hafal bagaimana cerita Tsubasa karena kerap kali menonton animenya, membaca manganya, sampai memainkan gimnya.

Berbanding terbalik dengan Tsubasa, ketika kecil saya menganggap Hyuga sebagai pribadi yang kejam. Ia hanya bisa bermain sepakbola dengan keras layaknya preman yang tampil di laga antarkampung (tarkam).

Akan tetapi, seiring waktu, saya mulai menaruh kekaguman lebih kepada sosok berambut gondrong ini. Bahkan saya merasa ia lebih hebat dibanding Tsubasa, sang tokoh utama.

Hyuga adalah representasi dari seorang atlet yang betul-betul berjuang dari nol. Dirinya tidak seperti Tsubasa yang dimanjakan berbagai keistimewaan sejak lahir.

Tsubasa merupakan anak tunggal yang berasal dari keluarga berkecukupan. Ayahnya merupakan seorang nakhoda kapal kargo dengan pangkat kapten sehingga Tsubasa tidak pernah merasakan hidup susah.

Saat pindah ke kota Shizuoka (Sekolah Dasar Nankatsu), Tsubasa mencurahkan perhatiannya kepada sepakbola.

Bahkan Tsubasa pernah kedapatan menantang Genzo Wakabayashi bermain sepakbola ketimbang membantu sang ibu di rumah.

Ini berbanding 180 derajat dengan Hyuga. Sejak kecil, ayahnya sudah meninggal dunia dengan meninggalkan istri dan keempat anaknya.

Ketiadaan seorang ayah itu pula yang membentuk kepribadian Hyuga. Ia dingin dan terkesan sombong.

Ibunya pun terpaksa bekerja keras seorang diri dengan membuka warung kelontong. Sebagai anak sulung, dirinya sangat berbakti pada ibunya dengan berusaha membantunya bekerja sepulang sekolah.

Tidak cukup sampai di situ, Hyuga pun berusaha mencari tambahan uang untuk dirinya dan keluarga dengan menjadi kuli angkut barang di pasar.

Ia bahkan menjadikan kegiatan angkut-angkut barang tersebut sebagai menu latihan tambahan di samping menu latihan sehari-harinya.

Alasan utama Hyuga bercita-cita menjadi pesepakbola profesional pun bukan karena alasan surealis seperti Tsubasa yang bilang, “Bola adalah teman”.

Hyuga ingin menghidupi keluarganya dari jerih payahnya sebagai pesepakbola profesional.

Kurang hebat apalagi sosok yang identik dengan nomor punggung 9 ini? Jago bermain sepakbola dan peduli dengan keluarga.

Hal ini berbeda jauh dengan Tsubasa. Bukannya membantu sang ibu berkemas saat pindah rumah, ia malah asik memuaskan kesenangan pribadinya.

Kerja keras Hyuga akhirnya membuahkan hasil. Sewaktu SD, bakat sepakbola Hyuga dilihat oleh Perguruan Toho, sebuah Yayasan Pendidikan elit di Kota Tokyo.

Tanpa basa-basi, Perguruan Toho langsung menawarinya beasiswa penuh supaya bisa memperkuat tim sepakbola mereka yang sudah memiliki banyak prestasi akademik maupun non-akademik.

Saat berada di Toho, kepemimpinan Hyuga sebagai seorang kapten sangatlah penting. Seluruh anggota tim sangat menghormatinya.

Bahkan saking hormatnya kepada Hyuga, Ken Wakashimazu dan Takeshi Sawada, rekan satu timnya dari SD Meiwa rela pindah ke Toho agar bisa bermain bersama Hyuga lagi.

Sebagai pemimpin, Hyuga memang cukup tegas dan keras. Namun hal tersebut bikin timnya berkembang sehingga ditakuti lawan.

Lewat beasiswa penuh yang diterimanya dari Toho, Hyuga berjuang untuk membantu menopang ekonomi keluarga.

Ia terus memacu diri agar berkembang sebagai pesepakbola. Termasuk dengan pergi ke Okinawa untuk melatih sekaligus menyempurnakan teknik Tiger Shoot andalannya.

Tak main-main, di Okinawa ia berlatih dengan menendang bola melawan gulungan ombak yang ganas.

Latihan itu sendiri dilakukan Hyuga supaya bisa mengalahkan Tsubasa saat bertemu di kejuaraan nasional.

Kerja keras yang sudah dilakukan Hyuga pun berbuah manis. Tidak hanya diterima di Toho dengan beasiswa penuh, ia juga masuk timnas usia muda Jepang bersama Tsubasa.

Perjalanannya sebagai pesepakbola muda lalu berlanjut ke Italia. Diceritakan, ia bergabung dengan Juventus.

Namun sebelum menembus tim utama, Hyuga kudu membereskan kekurangannya dalam hal teknik dan fisik. Alhasil, dirinya pun dipinjamkan ke Reggiana.

Bareng klub yang disebut terakhir ini, Hyuga bersaing dengan pemain Jepang lain yang dimiliki Inter Milan dan sedang dipinjamkan ke Albese, Shingo Aoi.

Pada masa peminjamannya itu, Hyuga berhasil menjadi kampiun Serie C1 sehingga Reggiana berhak promosi ke Serie B.

Tanpa didukung banyak keistimewaan seperti Tsubasa, Hyuga tetap mampu mengejar cita-citanya menjadi pesepakbola profesional. Artinya, ia memang lebih hebat dibanding sang protagonis utama.

Komentar

This website uses cookies.