Kocar-Kacir karena Corona dan Pentingnya Nyawa Manusia

Selama beberapa bulan terakhir, penduduk Bumi dihebohkan dengan penyebaran virus penyakit yang diberi nama COVID-19 dan diklasifikasikan ke dalam virus Corona. Wuhan, sebuah kota di Cina bagian timur menjadi tempat pertama munculnya virus ini.

Layaknya virus penyakit lainnya, sebaran COVID-19 juga sangat cepat. Berdasarkan data dari pharmaceutical-technology.com. per 3 Maret 2020, ada 76 negara di dunia yang penduduknya terinfeksi COVID-19. Banyak dari mereka yang akhirnya meninggal dunia, tapi banyak juga yang berhasil sembuh.

Meluasnya sebaran COVID-19 memunculkan dampak yang teramat masif, tak terkecuali bagi dunia olahraga. Dari ajang balap motor, pihak penyelenggara secara resmi membatalkan seri pembuka, Grand Prix (GP) Qatar di kelas Motogp serta menunda gelaran GP Thailand yang semestinya jadi seri kedua.

Sementara federasi  bulutangkis dunia (BWF) juga sudah merilis bahwa turnamen Jerman Terbuka dibatalkan perhelatannya. Tak menutup kemungkinan, salah satu turnamen bulutangkis paling prestisius, All England, juga dibatalkan andai penyebaran COVID-19 dianggap semakin membahayakan.

Tak sampai di situ, kasus yang satu ini juga mengancam pagelaran Olimpiade Tokyo 2020. Sejumlah rumor menyebut jika ajang multicabang terbesar di dunia ini akan digeser waktu penyelenggaraannya ke akhir tahun mengingat Negeri Sakura juga menjadi salah satu pandemi COVID-19.

Dari kancah sepakbola, asosiasi sepakbola Cina (CFA) sudah memutuskan kalau Liga Super Cina musim ini yang seharusnya diputar sejak 22 Februari kemarin resmi ditunda hingga waktu yang belum ditentukan. Seperti dilansir dari Okezone, pihak CFA tak ingin mengambil risiko dengan tetap melangsungkan kompetisi di saat penyebaran virus COVID-19 begitu luar biasa.

Tak berbeda jauh dengan CFA, federasi sepakbola Jepang (JFA) juga melakukan hal yang sama. Seluruh kompetisi di sana dihentikan untuk sementara hingga pertengahan Maret. Pihak JFA tak ingin kerumunan yang ada di stadion memicu penyebaran COVID-19 sehingga menambah jumlah penderita.

Federasi sepakbola dari kedua negara tersebut mengerti betul bahaya COVID-19 sehingga cepat dan tegas mengambil sikap. Mereka menyadari bahwa nyawa manusia lebih penting dari segala hal dalam situasi sepelik ini.

Akan tetapi, sikap senada justru tidak muncul dari federasi sepakbola Italia (FIGC) dan Lega Serie A, badan yang mengatur kompetisi di sana.

Dalam beberapa hari pamungkas, sebaran COVID-19 di Negeri Pizza terbilang masif. Awalnya, FIGC dan Lega Serie A tetap memanggungkan sejumlah pertandingan dan dihadiri penonton. Namun segalanya tampak berbeda perihal laga Derby D’Italia yang melibatkan Juventus dan Internazionale Milano. Siapapun tahu, partai dua musuh bebuyutan ini bakal menyita atensi khalayak.

BACA JUGA:  Paulo Dybala dan Esensialnya Kedalaman Skuat Juventus

Beberapa hari sebelumnya, FIGC dan Lega Serie A memunculkan wacana untuk menggelar partai ini sesuai jadwal, tapi tanpa dihadiri penonton supaya tidak berpotensi menyebarkan COVID-19 di keramaian. Wacana ini sama dengan yang dilakukan UEFA di laga-laga Liga Europa beberapa hari sebelumnya.

Lucunya, keputusan itu berubah dalam tempo cepat, konon setelah ada pencabutan larangan menyelenggarakan kegiatan yang melibatkan massa dalam jumlah besar oleh Perdana Menteri Italia, Giuseppe Conte, pada Minggu (1/3) malam waktu setempat.

Kabarnya, FIGC dan Lega Serie A menawarkan kepada kedua kubu untuk melangsungkan laga itu pada Senin (2/3) malam serta dapat dihadiri penonton di Stadion Allianz, markas I Bianconeri. Hal inilah yang mendapat penolakan keras dari kubu Inter. Mereka menganggap FIGC dan Lega Serie A tidak profesional dan tidak serius dalam menghadapi wabah COVID-19.

Jika dua badan pemegang kuasa itu benar-benar memperhatikan keselamatan publik, pemain dan ofisial, mengapa memunculkan wacana menggeser laga ke hari Senin malam dan bisa dihadiri penonton? Padahal laga tanpa penonton dinilai lebih aman sebagai langkah preventif.

Alih-alih menomorsatukan kesehatan publik, ada kesan bahwa FIGC dan Lega Serie A hanya mengejar pendapatan (dari hak siar) maupun eksposur tinggi dari partai bertajuk Derby D’Italia tersebut.

Wajar bila kemudian Presiden I Nerazzurri, Steven Zhang, menyebut bahwa Presiden Lega Serie A, Paolo Dal Pino, sebagai badut karena membuat keputusan yang inkonsisten. COVID-19 tak lebih dari tameng untuk menggeser jadwal laga Derby D’Italia supaya tetap digelar dengan adanya penonton di stadion karena dengan begitu, atmosfer laga bakal semakin hidup dan menarik bila disaksikan via televisi.

Makin komikal lagi, partai semifinal leg kedua pada ajang Piala Italia antara Juventus kontra AC Milan juga bakal digelar sesuai rencana yakni dengan penonton (walau terbatas dari wilayah Piemonte saja). Padahal, laga ini cuma berselang beberapa hari dari jadwal Derby D’Italia. Sekali lagi, FIGC memperlihatkan perilaku nyelenehnya. Namun akhirnya, laga Juventus versus Milan yang seharusnya dilangsungkan dini hari kemarin (4/3) dibatalkan. Padahal skuad I Rossoneri sudah tiba di kota Turin.

Perubahan demi perubahan yang dilakukan FIGC dan Lega Serie A ini justru merusak integritas dan kredibilitas mereka. Tak heran bila mereka jadi bahan tertawaan publik dan beroleh kritikan keras dari sejumlah pihak sebab tak konsisten dengan keputusannya.

BACA JUGA:  Giovinco yang Bersinar di Tanah Rantau

Kalau mendahulukan kepentingan publik, langkah yang sepatutnya dilakukan FIGC dan Lega Serie A adalah menunda seluruh pertandingan (di semua kompetisi yang ada di Italia). Andai tidak, maka menghelat pertandingan tanpa penonton jadi opsi terbaik guna menghindari kerumunan manusia secara berlebihan. Alternatif ini sendiri akhirnya dipilih oleh Menteri Olahraga Italia, Vincenzo Spodafora, yang mengumumkan bahwa kompetisi olahraga, termasuk sepakbola, di Italia akan tetap diselenggarakan.

Bergeser ke tanah air, PT. Liga Indonesia Baru (LIB) yang menjadi operator Liga 1 bahkan terlihat lebih bijak dan konsisten dalam menyikapi wabah COVID-19 di Indonesia.

Melalui rilis terbarunya, PT. LIB memutuskan untuk menunda partai Persija kontra Persebaya akhir pekan ini. Hal itu dilakukan karena PT. LIB menghormati keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta, Anies Baswedan, yang tidak mengeluarkan izin keamanan bagi kegiatan dengan potensi didatangi banyak orang untuk sementara waktu.

Lebih dari itu, PT. LIB juga ingin mengurangi rasa panik yang muncul di masyarakat akibat sebaran COVID-19 yang telah menjangkiti dua orang di kota Depok, Jawa Barat.

“Laga Persija melawan Persebaya kami tunda karena mendapat masukan dari Pemda DKI. Masalah COVID-19 ini harus disikapi dengan bijak dan serius. Jangan sampai, pertandingan di Liga 1 jadi salah satu penyebab menyebarnya virus tersebut dan merugikan banyak orang”, terang Direktur PT. LIB, Cucu Sumantri, seperti dilansir Skor.id.

PT. LIB bisa saja tetap menggelar partai Persija versus Persebaya akhir pekan ini, tapi dengan syarat tidak dihadiri penonton. Namun segala hal terkait izin keamanan di Indonesia kadang cukup rumit. Mungkin ini pula yang mendorong PT. LIB membuat keputusan tegas itu.

Efek negatif yang dihadirkan COVID-19 memang sangat masif sebab menyentuh segala aspek. Semuanya pun tampak kocar-kacir. Di bidang olahraga, COVID-19 membuat pelaksaan sejumlah pertandingan atau perlombaan harus dikaji ulang sebagai tindak preventif. Namun pengambilan sikap yang tepat adalah kunci dalam mengatasi problem ini agar solusi yang dibutuhkan benar-benar didapat.

Berfokus pada kesehatan publik adalah prioritas yang haram untuk ditawar-tawar. Jangan sampai hal sekrusial itu ditepikan karena tak ingin kehilangan materi dan eksposur dari sebuah pertandingan atau perlombaan bergengsi.

Entah itu balap Motogp, bulutangkis atau sepakbola, semuanya takkan berarti jika tak menempatkan keselamatan manusia di atas segalanya karena uang sebanyak apapun takkan pernah bisa membeli kesehatan, lebih-lebih nyawa manusia.

Komentar