Manchester City yang remuk dengan skor 0-4 di pertemuan pertama berhasil membalas dan menang dengan skor 3-1. Baik City maupun Barcelona sama-sama memainkan taktik bertahan yang jempolan dan memaksimalkan fase transisional untuk menciptakan gol.
Pressing terhadap build-up lawan
Baik City maupun Barcelona sama-sama memainkan sepak bola berbasis penguasaan bola. Penekanan pada penguasaan bola keduanya sangat kuat, karenanya kedua tim akan selalu berusaha menstabilkan sirkulasi bola sejak fase pertama serangan (build-up).
Menghadapi lawan dengan karakter seperti ini, pressing blok tinggi dengan pergeseran struktur blok berdasarkan letak bola (ball-oriented shifting) menjadi eleman yang sangat krusial.
Kenapa? Karena pressing blok tinggi dapat menganggu sirkulasi bola tim yang tengah menyerang, sementara ball-oriented shifting yang tepat dapat menyediakan level compactness (kerapatan) yang diperlukan dalam pressing.
Apa itu compactness, dapat Anda baca di sini.
Dengan melakukan pressing blok tinggi, tim bertahan sedang memaksa tim yang membangun serangan dari lini belakang untuk melepaskan umpan jauh dengan nilai strategis rendah atau melakukan blunder di dekat gawang sendiri. Gol pertama tuan rumah membuktikan teori ini.
City sukses memanfaatkan kesalahan koordinasi antara Javier Mascherano, Sergi Roberto, dan Sergio Busquets. Bola diserobot Sergio Aguero. Perhatikan Ilkay Gundogan yang sejak awal berorientasi kepada Busquets.
Orientasi pressing Gundogan kepada #6 Barcelona tersebut, secara tidak langsung, menempatkannya pada posisi dekat kotak 16 lawan dan memberikannya kesempatan untuk langsung terlibat dalam fase eksekusi peluang dan menyamakan kedudukan.
Pep memainkan pola dasar 4-4-1-1/4-1-4-1, tetapi dalam pressing blok tinggi, bentuk ini bertransposisi menjadi beberapa formasi berbeda yang dipengaruhi oleh posisi bola dan orientasi pressing individual pemain-pemain City.
Pressing Manchester City
David Silva naik ke area 9 untuk bersama-sama dengan Sergio Aguero melakukan pressing terhadap kedua bek tengah lawan. Keduanya memberikan sedikit ruang bagi kedua bek tengah untuk memancing umpan dari lini pertama Barca ke area depan atau sayap.
Ketika sirkulasi bola Barcelona bergeser ke sisi kanan, contohnya, terjadi perubahan orientasi di beberapa pemain City. Dalam situasi ini, terlihat ball-oriented yang sangat kuat. Salah satu indikasinya, adalah pengambilan posisi Raheem Sterling.
Pemain Inggris ini bergeser dari sayap kanan masuk ke lini tengah dan mengambil posisi sejajar dengan #6 City. Selain untuk mengawasi Andre Gomes dan menjaga half-space terdekat, pergerakan Sterling juga diperlukan sebagai kompensasi pressing Ilkay Gundogan yang bergerak ke #10 untuk mengawal Sergio Busquets.
Sterling bergerak ke half-space dan bahkan ke koridor tengah, karena selain berorientasi kepada Gomes, ada indikasi kuat Pep ingin menutup habis-habisan koridor-koridor terdekat dari bola dan “menyisakan” koridor sayap sisi jauh.
Strategi ini logis, karena dengan “menyisakan” sisi jauh, kualitas opsi tersisa bagi Barcelona terhitung sangat rendah. Dengan level compactness yang diciptakan City, perpindahan langsung dari kanan ke sisi kiri merupakan opsi yang sangat berisiko bagi El Barca.
Selain itu, area kanan Barcelona merupakan area di mana Lionel Messi berada. Sehingga, sangat beralasan bila Pep melakukan overload di sekitaran sisi kanan Blaugrana dengan tujuan menutup koneksi langsung ke Messi.
Bagaimana Luis Enrique, pelatih Barcelona, menyikapi pressing City? Seperti yang sudah-sudah, ia menggunakan kemampuan Marc-Andre ter Stegen, Kiper Barca, untuk membantu perpindahan dan distribusi bola ke area depan.
Melalui ter Stegen pula, Barcelona bisa memainkan bola horizontal yang lebih bersih dari satu sayap ke sayap lainnya. Dari ter Stegen, Barca berusaha mencapai kedua bek sayap yang memiliki ruang lebih besar ketimbang rekan-rekannya di area tengah dan half-space.
Hanya saja, strategi ini pun terhitung tidak berjalan terlalu maksimal. Pertama, karena bek sayap Barcelona, tidak menampilkan pressure-resistance tinggi seperti layaknya Sergio Busquets.
Kedua, City mampu menjaga ruang vertikal antarlini. Sehingga, ketika ter Stegen melakukan perpindahan ke bek sayap, pemain-pemain lini belakang City sudah memiliki akses yang bagus ke area di depan mereka untuk melakukan press dan merebut kembali penguasaan bola dengan segera.
Barcelona tetap dapat melakukan progresi dalam fase ini ketika, salah satunya, pemain-pemain dari lini terakhir mereka turun ke bawah untuk ikut melakukan overload.
Dari blok tinggi, City kembali melakukan transposisi ketika mereka berada dalam pressing blok medium. Dalam blok mediumnya, bentuk dasar City adalah 4-4-1-1. David Silva menjadi pengawal bagi Busquets, sementara Aguero menjaga segala aksi maupun potensi aksi yang mungkin dilakukan bek-bek tengah Barca.
Usaha pemain-pemain #8 Barcelona yang berusaha mengokupansi celah antarlini tengah dan belakang City juga ikut memengaruhi bentuk blok medium tuan rumah. Gundogan, Fernandinho, dan Kevin De Bruyne harus terus menjaga area tengah di lini gelandang untuk menghindari pemain-pemain #8 Barcelona ditambah Messi mengeksploitasi celah vertikal yang dimaksud di sini.
Dengan 4-1-4-1, kekuatan pressing City di lini pertama jelas lemah. Namun, dengan pola ini juga mereka mampu membangun blokade lini tengah dengan compactness yang baik. Akses bertahan City di lini tengah termasuk sangat terjaga.
Ketika tuan rumah berada dalam blok menengah dan Silva serta Aguero terikat pada Busquets dan Mascherano, Gundogan akan mengambil inisiatif melakukan press kepada Samuel Umtiti, yang menguasai bola. Tentu, pressing Gundogan (berpotensi) meninggalkan celah di sekitar half-space kanan City.
Namun, Barca tidak dapat memanfaatkan celah kosong ini. Kenapa? Karena disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, positioning Sterling di dekat half-space kanan mampu membuat dirinya untuk tetap mengakses ruang di kanan serta Gomes yang mengokupansi half-space kanan.
Kedua, jarak vertikal yang terjaga antarlini belakang dan tengah membuat bek tengah terdekat City tetap memiliki akses ke #8 lawan ketika Sterling harus bergerak melebar demi menjepit Lucas Digne, bek sayap kiri Barca di tepi lapangan.
Ketiga, adanya support oleh Fernandinho dari #6 dalam menjaga pemain #10 Barcelona yang berkeliaran di celah antarlini City. Messi merupakan pemain yang ditugaskan Enrique untuk masuk ke celah ini dan Fernandinho sebagai #6 merupakan pemain yang sering terlibat duel langsung dalam situasi-situasi serupa.
Dalam fase bertahan, Barcelona menggunakan ketiga penyerangnya untuk membentuk lini pertama pressing demi menekan build-up City. Messi berorientasi ke sisi kiri sementara Neymar berfokus ke sisi kanan City. Keduanya berusaha berdiri pada jarak di mana akses terhadap bek tengah dipertahankan ditambah support dari #8 untuk bersama-sama mengawasi bek sayap City.
Bila bola bergulir dari kaki penjaga gawang ke bek tengah City, yang mengambil posisi melebar di samping kotak 16, penyerang tengah (Suarez atau Messi) akan melakukan press kepada penjaga gawang sambil kemudian menutup akses umpan balik dari bek tengah penerima bola kepada si kiper.
Cara ini cukup efektif untuk memaksa pemain-pemain tuan rumah melakukan umpan jauh langsung ke depan.
Perseseran pemain-pemain Barcelona yang berada di sisi jauh dari bola juga memegang peranan dalam menutup akses progresi “bersih” City melalui koridor terdekat dari bola.
Penyerang sisi jauh masuk ke tengah dan berorientasi kepada #6 City. Sementara pemain-pemain City yang berada di celah antarlini belakang Barcelona diawasi oleh Busquets dengan support dari bek tengah.
Salah satu usaha City dalam menghadapi pressing 3 pemain depan tim tamu, adalah membentuk pola 3 bek dan membentuk formasi berlian asimetris di lini gelandang.
Dengan pola 3 pemain belakang ditambah penjaga gawang, City berpeluang meraih situasi menang jumlah menghadapi 3 penyerang Barcelona. Yang juga berarti menjamin progresi yang lebih bersih.
Zabaleta memainkan peran inverted full-back yang membuatnya bertindak sebagai #6 sekunder, yang dalam beberapa situasi progresi, dirinya mampu menunjukan kecermatan pengambilan posisi dalam mengelabui pressing pemain-pemain Barca. Salah satunya, yang terjadi di sekitar menit ke-16.
Sejak babak pertama, lini pertama pressing City diisi oleh beberapa pemain berbeda. Hanya Aguero yang selalu berada di garis terdepan. Gundogan dan Silva bergatian menemaninya, dengan Silva yang jauh lebih sering mengisi lini pertama.
Di babak kedua, Pep melakukan perubahan. Silva bergeser ke kiri dan Kevin De Bruyne menjadi pemain tengah. Selain mengisi pos #10, De Bruyne juga menemani Aguero dalam pressing lini pertama tuan rumah.
Ada satu hal yang sekiranya perlu diperhatikan oleh Enrique. Belakangan ada indikasi ketika lawan melakukan press dengan intensitas tinggi dan compactness yang terjaga terhadap build-up Barcelona, kecenderungan pemain-pemain dari lini pertama dan kedua untuk segera menemukan Busquets sebagai jalan keluar semakin meningkat.
Padahal, dalam banyak kesempatan, ada opsi-opsi lain yang lebih “aman”. Kejadian di menit–menit awal babak kedua, salah satunya.
Sergi Roberto mengumpan kepada Busquets ketika bentuk pressing City berada dalam mode pressing-trap. Ketika Sergi Roberto menunjukan tanda-tanda akan mengumpan kepada Busquets, Fernandinho segera bergerak dan keputusannya tepat, karena gelandang Brasil ini menghentikan Busquets sekaligus memicu serangan balik cepat yang nyaris berbuah gol.
Gol Barcelona, lalu gol kedua dan ketiga City, semuanya berasal dari serangan balik. Hal ini sedikit mengindikasikan bahwa, fase transisional memegang peranan penting karena dalam fase bertahan stabil, kedua tim mampu memainkan sistem pertahanan yang solid dan mencegah lawan untuk menciptakan peluang-peluang berharga.
Mempertahankan compactness dan melindungi celah antarlini
Secara umum, kedua tim memperlihatkan level compactness yang baik. Selain karena kedisiplinan posisional yang terjaga, koordinasi pressing antarlini juga sangat baik. Hal ini bisa Anda lihat ketika pemain-pemain dari lini depan dan tengah melakukan pressing dalam situasi yang mana lini tengah membutuhkan cover yang memadai untuk mencegah lawan berprogres.
Situasi-situasi semacam ini teratasi dengan pergerakan vertikal bek tengah ke area antarlini yang sekaligus menghambat progres serangan lawan. Contohnya, sebuah momen di menit ke-25. Ketika Gundogan melakukan press kepada Umtiti dan Sterling berorientasi kepada Digne.
Di momen ini, Gomes masuk ke celah antarlini City. Dengan kesadaran bertahan yang tepat, Otemendi keluar drai posisinya dan mengikuti ke mana pun Gomes bergerak. Tanpa inisiatif Otamendi, Barcelona sangat mungkin berprogres dari half-space yang tadinya diisi oleh Gomes.
Contoh lain adalah serangan balik City sekitar menit 30. Umtiti yang keluar jauh dari posisinya mampu menghentikan Aguero. Aksi Umtiti ini didukung oleh kedua bek sayap yang segera turun ke lini belakang.
Momen yang menentukan di sini adalah aksi yang dilakukan Umtiti. Bila Umtiti memutuskan untuk tetap berdiam di lini belakang, City akan mendapatkan kesempatan menciptakan lebih banyak situasi berbahaya.
Ada banyak contoh lain selain yang disebutkan di atas. Salah satunya, adalah momen di menit 35, di mana John Stones maju ke area #6 dan melakukan press kepada Messi. Dengan pressing Stones, akses progresi langsung dari Messi berhasil ditutup dan Barcelona melanjutkan serangannya dengan melakukan umpan horizontal.
Terutama sekali penampilan yang ditunjukan oleh duo Otamendi-Stones. Keduanya berkali-kali mampu menemukan momen yang tepat dengan intensitas yang pas untuk maju dari posisi mereka di bek tengah ke area antar lini di sekitar #6.
Apa yang ditampilkan oleh kedua pemain ini memainkan peran yang sangat krusial, mengingat dalam pola penetrasi ke kotak 16 lawan, Barcelona menggunakan celah antarlini lawan untuk melakukan progres serangan.
Dengan menghentikan atau menghambat rencana ini, lawan-lawan Barcelona terhindarkan dari berbagai potensi masalah.
Karena, ketika pemain-pemain selevel Neymar, Suarez, atau Messi mendapatkan ruang di celah antarlini, potensi chaos di blok pertahanan lawan sangat mungkin terjadi dan menjadi bad-sector yang nantinya merusak berbagai skema yang telah direncanakan sebelumnya.
Lebih dari ini, peran bek tengah dalam mempertahankan celah antarlini tidak hanya ditemui dalam blok medium. Dalam blok tinggi pun, bek tengah kedua tim ikut membantu dalam menjaga compactness dan, bahkan, menciptakan situasi menang jumlah.
Penutup
Apa alasan Luis Enrique meletakan Samuel Umtiti di kanan dan Mascherano di kiri untuk kemudian menukar posisi keduanya setelah lepas 15 menit, belum diketahui dengan jelas. Apakah ada hubungannya dengan kemenangan Manchester City? Kemungkinan tidak. Saya hanya heran saja dengan Enrique.
Pada dasarnya, kedua tim memainkan sepak bola bertahan yang sangat baik. Dan, kali ini, City memenangi pertandingan karena mereka memaksimalkan fase transisional.
Lebih sederhana lagi, City menang karena mencetak 3 gol sementara Barcelona membuat 1 gol. Setuju, dong.