Manchester United 1-0 Tottenham Hostpur: Pressing Red Devils Mempersulit Build-Up Lini Belakang Serta Penetrasi The Lilywhites

Salah satu strategi utama Manchester United adalah memainkan bentuk asimetris dalam jebakan pressing (pressing-trap) blok tinggi.

Danny Rose, bek kiri Tottenham Hotspur, menjadi sasaran utama strategi ini. Karena berbagai kesulitan yang dialami oleh Rose, Spurs melakukan sedikit penyesuaian. Mauricio Pochettino, pelatih tim tamu, menggeser Son Heung-Min ke sayap kanan dan menempatkan Christian Eriksen untuk lebih banyak bergerak di sayap kiri.

Perubahan yang dilakukan Pochettino sendiri pada dasarnya tidak memberikan banyak dampak positif. Sirkulasi bola The Lilywhites di area kiri tetap saja terganggu dan menyebabkan banyak progresi  yang “kurang bersih”.

Pada gilirannya, hal ini membuat Spurs lebih banyak memainkan bola-bola panjang melambung dari lini pertama (lini belakang) langsung ke lini terakhir (lini depan).

Pressing The Red Devils yang berorientasi kepada pemain lawan (man-oriented) terus dipraktikkan sejak pressing blok tinggi gelombang pertama sampai blok rendah. Dalam pressing blok tinggi, anak asuh Jose Mourinho menggunakan formasi 4-4-2 transposisi 4-5-1 asimetris.

Sementara, di dalam blok rendah, pemain-pemain United memilih fokus kepada penjagaan ruang dan pemain lawan yang masuk ke masing-masing ruang individual tiap pemain.

Orientasi bertahan semacam ini bisa disebut sebagai space-oriented man-coverage. Fokus penjagaan yang dilakukan dalam blok rendah ini yang nantinya memengaruhi bentuk bertahan United.

Spurs sendiri kembali memainkan formasi dasar 4-2-3-1. Dalam sistem pertahanan, seperti yang sudah-sudah, Hugo Lloris dan kawan-kawan selalu melakukan pressing sejak lini serang.

Sementara, dalam fase menyerang, Spurs mencoba merusak pertahanan United melalui area di mana bola disirkulasi mengandalkan overload dan pergerakan tanpa bola demi mengelabui orientasi penjagaan pemain-pemain tuan rumah.

Melalui pergerakan tanpa bola inilah, terutama di ruang antarlini United, ketika pemain-pemain Tottenham berada di sepertiga akhir, menghasilkan beberapa celah progresi.

Susunan pemain di awal pertandingan

Pertahanan Manchester United

Danny Rose dikenal sebagai pemain yang sering menjadi sasaran utama United dalam mengeksploitasi titik terlemah Tottenham. Menghadapi United, strategi serupa kembali terlihat. Kali ini, Jose Mourinho mempraktikkan orientasi serupa, yang oleh pemain-pemain tuan rumah dilakukan sejak fase pressing lini pertama.

Ketika Spurs mendapatkan kesempatan membangun serangan dari belakang (contoh: tendangan gawang), Zlatan Ibrahimovic bergeser ke kiri berfokus kepada Toby Alderweireld.

Anthony Martial berfokus kepada Kyle Walker, dan Paul Pogba serta Ander Herrera berorientesi kepada duo #6 Spurs. Di sisi kanan, Henrikh Mkhitaryan masuk ke half-space dan menempatkan dirinya di antara Jan Vertonghen dan Rose (option-oriented).

Michael Carrick sendiri memiliki dua peran penting dalam strategi ini. Pertama, ia turun ke pos #6 demi menjaga aksesnya ke lini bertahan sekaligus mempersiapkan dukungan yang kuat bagi terjaganya compactness (kerapatan) horizontal lini terakhir United.

Kehadiran Carrick di depan lini belakang memberikan kestabilan bagi bek United. Kapten United tersebut memberikan perlindungan terhadap celah horizontal yang tercipta akibat jarak antara 2 bek. Beberapa intersepsi dalam blok rendah dicatatkan oleh Carrick yang sekaligus memberikan kesempatan bagi United melakukan serangan balik.

Peran Carrick menjadi sangat krusial. Karena, dalam pressing-trap kepada Rose, United menggunakan kemampuan fisik Antonio Valencia untuk melakukan onward-press (press ke arah gawang lawan) berbarengan dengan backward-press (kebalikan onward-press) yang dilakukan oleh Mkhitaryan.

Ketika Valencia bergerak jauh ke depan, Carrick mendekat ke lini belakang demi memberikan kesempatan ke bek tengah sisi Valencia untuk meng-cover sisi kanan belakang.

Dengan Carrick bergerak ke bawah, ia memiliki akses dekat ke lini belakang di saat ia diperlukan untuk berperan sebagai bek tengah menggantikan bek tengah United sisi Valencia yang bergerak melebar atau naik ke ruang antarlini.

GIF pressing-trap United

Kemampuan atletik Valencia memungkinkan dirinya untuk segera mendekati Rose demi memberikan pressure kepada bek kiri tim nasional Inggris tersebut. Dari taktik ini, The Red Devils memaksa Spurs melakukan turnover yang menghasilkan serangan balik di sekitar sepertiga awal tim tamu.

Tugas kedua bagi Carrick adalah ia tetap mempertahankan akses ke pos #8 demi memberikan cover terhadap pergerakan pressing Herrera atau menempel ketat Dele Alli yang bergerak turun jauh ke bawah. Kondisi yang mengharuskan Alli turun ke bawah biasanya dipicu oleh situasi di mana United sukses menciptakan superioritas jumlah.

Alli turun ke bawah untuk melemahkan overload United

Pressing Valencia dan/atau Mkhitaryan kepada Rose secara otomatis membuka ruang bagi Vertonghen, bek tengah kiri Tottenham. Biasanya, dalam kondisi yang memungkinkan, Herrera menjadi pemain yang ditugaskan bergerak vertikal untuk memberikan press kepada Vertonghen.

Tottenham mencoba untuk keluar dari pressing ini dengan cara menempatkan dua pemain di tepi lapangan sisi bola. Dele Alli dan Son akan bergerak melebar mendekat ke belakang sebelah kiri demi menciptakan opsi umpan vertikal maupun dummy-move demi mengalirkan bola langsung dari area bawah ke atas.

Taktik ini tidak efisiensi. Karena, sering progresi Tottenham dari situasi serupa tidak menghasilkan aliran bola yang “bersih”. Ball-oriented (gerak kolektif blok tim bertahan yang berorientasi kepada letak bola) United mampu mengurangi celah di sisi bola, menyebabkan jalur umpan tertutup dan memaksa Spurs untuk memainkan bola-bola lambung.

Ada saatnya tim tamu mendapatkan kesempatan progresi yang disebabkan oleh recovery  yang mereka lakukan terhadap bola-bola kedua hasil duel udara. Lagi-lagi, Spurs memanfaatkan lebar lapangan untuk masuk ke kotak penalti United. Son, yang sering menempatkan dirinya di garis tepi lapangan dalam formasi overload mini Spurs di sisi bola berada.

Di samping United mampu mempraktikkan pressing-trap dengan cukup baik, di sisi lain ditemukan beberapa keterbatasan minor yang menyebabkan pressing-trap tidak diterapkan dengan “bersih”.

Ada dua penyebab. Pertama, penempatan posisi Mkhitaryan yang terkadang terlalu dekat dengan koridor sayap kiri Tottenham. Kedua, ada kalanya pemain Armenia tersebut terlalu cepat melakukan backward-press. sehingga, membuat Lloris yang tadinya hanya memiliki Rose dalam opsi progresinya, malah menunda memberikan umpan.

Progresi Tottenham: sedikit perubahan dan sisi positif

Setelah sekitar 35 menit, Pochettino melakukan perubahan posisional. Christian Eriksen lebih banyak bergerak ke kiri untuk mengokupansi half-space sisi bola. Pemain Denmark tersebut juga terus bergerak sesuai posisi bola berada demi mendukung overload.

Di satu sisi, perubahan ini berpotensi memberikan kekuatan lebih pada serangan Tottenham dari sisi kiri dikarenakan posisi Eriksen yang sejak awal sudah berdekatan dengan Mousa Dembele.

Kedua pemain ini dikenal memiliki kemampuan “mencipta” lebih baik dibandingkan duo Victor Wanyama dan Son, misalnya. Dengan menempatkan keduanya berdekatan, serangan Tottenham sangat mungkin lebih banyak dimulai dari keduanya. Hanya saja, potensi ini belum terlihat di babak pertama.

Secara umum, penetrasi Tottenham ke kotak penalti United tidak berjalan maksimal. Terutama sampai sekitar 30 menit awal atau lebih. Sering terlihat koneksi antara pos #8 dan #9 yang lemah. Lemahnya koneksi ini disebabkan oleh spacing (kombinasi penempatan ruang antarpemain). Salah satunya, adalah jarak vertikal yang terlalu besar dari pos #8 ke #9.

Jarak besar ini membuat Tottenham kehilangan kesempatan progresi yang pada gilirannya semakin mendorong mereka untuk masuk dari tepi lapangan. Lepas 30 menit, isu semacam ini mampu diperbaiki.

Dele Alli, yang sejak awal aktif bergerak di sepanjang area bertahan United, bersama Eriksen terlihat mengokupansi ruang antarlini dan membantu Tottenham untuk memainkan bola pantul antarlini yang membuat progresi mereka terasa “lebih bersih”.

Kekuatan serangan Tottenham (sisi positif) juga didukung oleh pergerakan tanpa bola yang baik dari Alli, Son, dan Eriksen.

Pergerakan tanpa bola Spurs mampu mengeksploitasi sistem bertahan United yang memainkan varian space-oriented man-marking. Peluang tembak Son di menit ke-36 atau pergerakan Alli yang berhasil mengelabui Pogba dan Carrick sehingga menciptakan ruang dibelakang gelandang United merupakan dua contoh dari beberapa.

Selain pergerakan tanpa bola yang baik, varian pressing yang dipilih Mourinho ditambah belum maksimlanya koordinasi bertahan membuat Tottenham mampu menemukan celah seperti yang dimaksud di atas.

Namun, dari semua yang dijabarkan di atas, secara umum, usaha Tottenham  untuk masuk ke kotak 16 terhitung buruk. Tidak banyak tembakan berkualitas tinggi dari danger-zone (depan gawang di dalam area penalti) yang mampu mereka ciptakan di sepanjang babak pertama.

Umpan panjang melambung dan diagonal dalam progresi Manchester United

Mourinho dikenal sebagai pelatih yang simpel dan meminimalisir risiko dalam bermain. Ini bisa terlihat dalam pola progresi United yang mengandalkan bola-bola panjang melambung dari belakang ke depan.

Ditambah Spurs sendiri yang memainkan pressing blok tinggi, maka United semakin sering memainkan bola-bola panjang melambung dari David De Gea langsung kepada Zlatan atau Pogba.

Di awal babak pertama sempat terlihat potensi taktik ini. Dari bola panjang tendangan gawang, pemain-pemain United mempraktikkan ball-oriented yang kuat. Sebuah flick-on Pogba mampu di­-recovery untuk kemudian diprogresi dengan segera melalui kombinasi overload sisi kiri untuk kemudian secara cepat dipindahkan ke sisi kanan, kepada Valencia.

Hanya saja, United tidak dapat secara konsisten memainkan taktik ini. Sering, bola-bola panjang dari De Gea berakhir dengan keberhasilan Spurs mengklaim bola kedua, yang kebanyakan disebabkan oleh lemahnya overload pemain-pemain United di area, di mana bola diarahkan De Gea.

Pola lain progresi yang ditunjukkan United adalah, seperti yang disebutkan di atas, memainkan overload-switch.

Bola disirkulasi ke sisi kiri untuk kemudian dipindahkan ke sisi kanan memanfaatkan kehadiran Mkhitaryan dan Herrera sebagai konektor. Valencia merupakan pemain yang diposisikan sebagai free-man. Dari sisi kiri, United akan memindahkan bola ke kanan menempatkan Danny Rose dalam posisi 1v1 dengan Valencia.

Kedua pemain ini memang sangat cocok memainkan tugas ini. Melalui Herrera, tuan rumah sering secara mendadak mendapatkan perubahan ritme di dalam overload yang mereka lakukan.

Biasanya, Herrera melakukan dribble cepat untuk kemudian bola dipindahkan ke sisi berseberangan. Herrea juga sangat aktif bergerak ke pos #10 di tengah maupun melebar ke tepi lapangan untuk membangun koneksi kuat dalam memainkan umpan pendek satu sentuhan sebagai bagian dari taktik menciptakan ruang tembak.

Mkhitaryan sendiri memiliki pengaruh positif di sekitar pos #10. Ia yang menjadi akses progresi ke pos #9. Berkali-kali, Mkhitaryan mendapatkan posisi bagus di half-space untuk menjaga progresi United. Serta, beberapa kali ia menempatkan diri pada posisi yang tepat untuk melakukan tembakan ke gawang lawan.

Tottenham tanpa peluang berkualitas

Kehadiran Eriksen masih memberikan efek positif terhadap keberlangsungan penguasaan bola Tottenham. Eriksen  yang bergerak sesuai posisi bola, selain mambantu membangun overload juga sangat berperan dalam gegenpressing yang menghasilkan recovery segera (tidak lebih dari 5 detik).

Serangan Tottenham sendiri juga masih lebih terfokus kepada Son. Sirkulasi bola lebih banyak diarahkan ke pemain Korea Selatan tersebut. Ini membuat Eriksen lebih banyak menempatkan diri di sekitar sisi kanan.

United mampu menghadapi taktik ini dengan baik. Darmian, bek kiri Red Devils, terus menjaga konsentrasinya terhadap Son ditunjang oleh rapatnya (compactness) MU dalam bentuk 4-1-4-1/5-4-1/6-3-1.

Di babak kedua, progresi Tottenham untuk mencapai sepertiga akhir tampak lebih direct. Pressing blok tinggi MU menjadi penyebab pertama. Selain ada indikasi Tottenham ingin mencapai Moussa Sissoko di sayap kanan lebih segera.

Karakter Sissoko yang vertikal membuat Tottenham berusaha memanfaatkan kemampuannya untuk berpenetrasi cepat ke dalam kotak 16 tuan rumah. Sementara di sisi kiri, serangan Tottenham dibangun lebih gradual mengandalkan overload di half-space untuk membuka ruang di sayap.

Walaupun terlihat memberikan kerepotan berlebih bagi bek United, tetapi, secara umum, pola penterasi Sissoko terasa satu dimensional. Gelandang sayap Spurs ini memang merepotkan, tetapi semua penciptaan peluang yang dilakukannya selalu berakhir dengan umpan silang melambung dari tepi kanan yang tidak banyak membahayakan pertahanan.

Dalam fase non-transisional, pertukaran posisi pemain United di celah antarlini belakang, lalu pergeseran posisi gelandnag sayap ke half-space yang terjaga membuat sirkulasi Tottenham terus menjauh dari area tengah dan selalu berlanjut ke kedua tepi lapangan.

Overload half-space kiri oleh Tottenham

Hanya saja, seperti juga di babak pertama, peluang berkualitas Tottenham masih terhitung rendah. Satu-satunya peluang bagus diperoleh melalui sundulan Wanyama. Yang mana, peluang ini pun diperoleh dari situasi bola mati.

Di sisi lain, seiring berjalannya waktu dan kebutuhan menyamakan kedudukan, Tottenham semakin progresif dalam memainkan serangannya. Akibatnya, semakin banyak celah pertahanan yang terbuka, terutama dalam fase transisional.

Melalui fase semacam inilah, United memperoleh beberapa tembakan yang tampak potensial melalui kemampuan individual trio gelandnag serang mereka.

Penutup

Pressing blok tinggi United sukses menghambat “kebersihan” progresi Tottenham. Dalam blok rendah, pertahanan mereka juga mempersulit Tottenham untuk masuk ke tengah dan half-space. Hasilnya, kualitas peluang Spurs terhitung rendah.

Walaupun United memainkan pola bertahan blok rendah yang menjanjikan, tetapi, di sisi lain, sistem penjagaan yang mereka terapkan menyisakan beberapa celah yang dapat dieksploitasi melalui pergerakan tanpa bola yang kontinu.

Paul Pogba perlu meningkatkan kemampuan bertahannya, terutama koordinasi dengan rekan-rekannya dalam menjaga compactness.

Son terlihat kurang menggigit. Ini menjadi salah satu kelemahannya sejak masih bermain untuk Bayer Leverkusen. Dalam beberapa pertandingan, ia bisa sangat trengginas, tetapi beberapa pertandingan berikutnya, ia seakan “hilang” dan hanya memberikan kontribusi kecil.

 

Komentar

This website uses cookies.