Mau Ke Mana, Pochettino?

Melalui laman resminya, Tottenham Hotspur mengonfirmasi bahwa Mauricio Pochettino, tak lagi menjabat sebagai pelatih The Lilywhites. Performa semenjana Spurs sepanjang musim 2019/2020 (terdampar di papan bawah klasemen sementara Liga Primer Inggris dan gugur di putaran ketiga Piala Liga) disinyalir jadi alasan utama pemecatan lelaki Argentina berumur 47 tahun tersebut.

Walau demikian, nama Pochettino akan tetap harum di mata para pemain dan tentu saja suporter. Selama lima musim lebih menangani The Lilywhites, Pochettino sukses mengubah wajah Spurs dari tim medioker jadi kubu yang kekuatannya makin diperhitungkan.

Sejumlah pesepakbola yang membela rival sedaerah Arsenal itu pun berhasil melejit di bawah arahan figur yang akrab disapa Poch tersebut. Sebut saja Dele Alli, Eric Dier, Christian Eriksen, Harry Kane, Hugo Lloris, Son Heung-min, Kieran Trippier (kini di Atletico Madrid), Kyle Walker (sekarang di Manchester City) sampai Harry Winks.

Barangkali, satu-satunya kekurangan Spurs di bawah Pochettino adalah raihan gelar yang nihil. Keberhasilan menembus partai final di sejumlah ajang, mulai dari Piala Liga sampai Liga Champions, senantiasa berakhir dengan tangis. Namun mengubah kultur, dari kesebelasan yang jarang mengecup trofi menjadi langganan juara, memang bukan perkara mudah.

Meski gengsi Pochettino belum terangkat gara-gara belum adanya trofi juara yang menghiasi curriculum vitae-nya, tapi kapabilitas eks peramu taktik Espanyol itu sudah diakui oleh banyak pihak. Permainan Spurs besutannya pun dikenal amat memikat mata. Maka tak perlu heran kalau dalam waktu dekat, Pochettino akan kembali berdiri di tepi lapangan guna memberi instruksi kepada tim asuhannya.

Lantas, mau ke mana, Poch?

Arsenal

Inkonsistensi yang melanda Arsenal musim ini dirasa begitu menyebalkan oleh seluruh pendukung. Unai Emery sebagai nakhoda dinilai tak kapabel untuk mendatangkan kejayaan yang lama hilang dari kubu The Gunners. Pilihan taktiknya sering dikecam, keputusan-keputusan anehnya acap berbuah petaka.

Gara-gara hal ini pula, suporter Arsenal kerap melambungkan tanda pagar #EmeryOut di media sosial, sebuah bukti jika Emery makin tak diinginkan suporter kendati pihak manajemen terus menggaungkan bahwa posisi lelaki Spanyol itu masih aman.

Andai kelak Emery memang dibebastugaskan, Pochettino adalah opsi menarik untuk menangani Hector Bellerin dan kawan-kawan sebab kemampuan taktisnya berpotensi membuat kubu Meriam London jadi lebih baik. Lebih jauh, rivalitas The Gunners dan The Lilywhites yang sama-sama menghuni utara kota London pun dipastikan bakal semakin sengit.

Mengikuti jejak Sol Campbell yang berkhianat kepada Spurs memang riskan, tapi di sisi lain terasa begitu seksi. Ya, revans memang nyata adanya. Terlebih kalau manajemen Arsenal benar-benar memberi dukungan penuh Pochettino buat membangun skuat yang pilih tanding.

Manchester United

Alih-alih menjadi kesebelasan yang berusaha bangkit dari keterpurukan, United kini lebih mirip sebuah badan koperasi yang melulu berpikir tentang profit. Kebijakan-kebijakan nyeleneh manajemen pada akhirnya mempersulit pekerjaan sang pelatih, Ole Gunnar Solskjaer.

Ya, The Red Devils amat bangga melaporkan bahwa mereka saat ini adalah klub yang sehat dengan terus mencatatkan laba. Padahal performa mereka di atas lapangan sungguh jauh dari kata memuaskan.

Akan tetapi, Pochettino yang pernah tak mengeluarkan sepeser pun uang The Lilywhites di bursa transfer musim 2018/2019 lalu, merupakan pilihan yang cukup ideal. Berbekal kemampuan manajerialnya yang brilian, siapa tahu Poch dapat ‘menyulap’ United jadi kesebelasan yang kompetitif tanpa harus membobol kas keuangan tim secara gila-gilaan.

Khusus untuk hal ini, saya ingin sekali berbisik kepada Pochettino guna memberi saran yang sepatutnya ia dengar dan ikuti.

“Jangan ke United, Poch. Biar mereka kaffah jadi badan koperasi dan kita semua bisa tertawa lepas saban pekan.”

Barcelona

Memiliki pemain sekelas Lionel Messi adalah anugerah bagi Barcelona. Sayangnya, pelatih yang membesut mereka cuma sekelas Ernesto Valverde yang kemampuan taktisnya sering dikritik. Benar jika eks pelatih Athletic Bilbao itu berhasil mendatangkan sejumlah titel bagi sang raksasa Catalunya. Namun kejengkelan fans kepada pria berusia 55 tahun tersebut sudah ada di titik didih.

Kekalahan komikal dari Liverpool pada semifinal Liga Champions musim kemarin, sepasang kekalahan dari Granada dan Levante di musim ini, jadi noda yang takkan pernah bisa dihapus Valverde.

Rasa tidak puas fans Barcelona kepada Valverde akan semakin mengemuka bila ada hal-hal minor lain yang terekspos di sisa musim ini. Termasuk, ketergantungan tinggi sang pelatih kepada Messi kala terjebak dalam situasi pelik.

Benar jika manajemen Barcelona menyatakan dukungannya untuk Valverde. Namun segores luka (hasil buruk di suatu laga) dan tekanan deras publik berpeluang mengubah hal tersebut. Pochettino, tentu figur yang masuk pertimbangan Los Cules. Di sisi lain, proyek di Barcelona jelas sulit ditolak begitu saja oleh pria Argentina tersebut.

Bayern München

Beberapa waktu lalu, kabar mengejutkan datang dari Bayern karena mereka secara resmi memberhentikan Niko Kovac sebagai pelatih.. Padahal, Die Bayern masih bertengger di papan atas Bundesliga Jerman dan memuncaki Grup B Liga Champions musim 2019/2020.

Kekalahan telak 1-5 dari Eintracht Frankfurt plus serentetan performa alakadarnya bikin masa bakti Kovac di Stadion Allianz Arena disudahi lebih cepat. Kini, Manuel Neuer ditangani oleh pelatih interim, Hans-Dieter Flick.

Sebagai tim yang terkenal ambisius, Bayern pasti meninjau segala kemungkinan yang ada, termasuk soal perekrutan pelatih dalam waktu dekat. Pochettino yang menganggur tentu kredibel untuk dimasukkan ke dalam daftar calon pelatih.

Bagi Poch sendiri, tawaran dari Bayern sangat layak untuk dipertimbangkan. Tak sekadar mewarisi skuat yang cukup kompetitif sehingga ia beroleh kemudahan membangun tim, Bayern punya mentalitas hebat sebagai pemenang sejati. Mengingat Die Bayern masih ada di jalur yang benar dalam perebutan titel juara, baik di kompetisi domestik maupun regional, menangani Bayern bisa membuat Pochettino menggapai salah satu hal yang ia dambakan dalam karier kepelatihannya, gelar juara.

AC Milan

Tak ada yang salah jika I Rossoneri  mengincar Pochettino sebagai pelatih baru guna memperbaiki performa tim yang amburadul. Keinginan bangkit dari kesemenjanaan pasti menggelegak di dada mereka.

Sayangnya, mengganti pelatih sekali lagi di tengah musim ini jadi hal terakhir yang patut dilakukan Milan. Pasalnya, situasi demikian bakal membuat tim butuh waktu adaptasi tambahan agar menyatu dengan ide-ide Pochettino. Apalagi, kondisi finansial Milan sedang kritis. Bisa saja, permintaan sang pelatih untuk memperkuat armada berbalas janji-janji palsu nan memuakkan.

Lebih jauh, mengganti Stefano Pioli yang baru beberapa pekan menjadi allenatore juga berpotensi membebani kas keuangan I Rossoneri. Hal paling logis yang dapat mereka lakukan saat ini adalah bertahan dengan Pioli seraya membenahi segala kekurangan yang ada.

Jika itu sudah dilakukan dan membuahkan hasil, barulah Milan boleh mengintip kans merekrut Pochettino. Dengan catatan, sang pelatih bersedia dan belum dipinang kesebelasan lain.

Komentar

This website uses cookies.