Membayangkan AC Milan Tanpa Zlatan

Terseok-seok di paruh pertama Serie A musim 2019/2020, manajemen AC Milan sadar bahwa harus ada pembenahan yang dilakukan. Pada akhirnya, mereka sepakat untuk memulangkan Zlatan Ibrahimovic ke Stadion San Siro setelah kontraknya dengan Los Angeles Galaxy berakhir.

Meski usianya semakin senja dan kemampuannya mulai menunjukkan penurunan, siapa yang berani meragukan kualitas Zlatan? Hal itulah yang amat dibutuhkan oleh Milan guna melepaskan diri dari mediokritas. Perjanjian kerja selama enam bulan ditandatangani figur setinggi 195 sentimeter tersebut.

Keputusan yang diambil pada bursa transfer musim dingin lalu terbukti tepat. Kehadiran mantan penggawa Ajax Amsterdam, Juventus, Internazionale Milano, Paris Saint-Germain (PSG), dan Manchester United berhasil mengangkat mentalitas dan performa I Rossoneri.

Sejak kembali ke Milanello dan menjadi andalan, Zlatan membawa Milan memetik empat kemenangan, tiga hasil imbang dan cuma keok sekali. Satu-satunya kekalahan itu terjadi dalam partai Derby Della Madonnina versus Inter. Artinya, anak asuh Stefano Pioli sukses mengumpulkan 15 poin tambahan yang berfungsi mengerek posisi mereka di papan klasemen.

Walau performa Milan tak sepenuhnya memuaskan, tapi ada konsistensi yang mulai terlihat dari kubu I Rossoneri. Permainan mereka yang semula terlihat asal-asalan, kini memiliki bentuk dan identitas.

Jangan heran kalau sejumlah pemain layaknya Ismael Bennacer, Hakan Calhanoglu, Rafael Leao, dan Ante Rebic makin sering memamerkan kebolehannya di atas lapangan. Semuanya pun berujung pada hasil-hasil positif yang dituai Milan.

Mengangkat Milan dari keterpurukan memang tak sanggup dilakukan Zlatan sendirian. Namun keberadaannya memicu penggawa lain untuk mengeluarkan kemampuan terbaiknya dan itu sudah terbukti di beberapa giornata pamungkas.

Saya pun membayangkan kiprah tim yang berdiri tahun 1899 ini tanpa Zlatan. Nasib mereka mungkin tak sebaik sekarang. Bukannya menembus delapan besar classifica seraya mengintip peluang lolos menuju kejuaraan antarklub Eropa, melainkan terjerembab di zona bawah dan mungkin saja, kudu berlomba-lomba dengan Brescia, Genoa, dan SPAL buat menghindari jerat degradasi.

Lini serang I Rossoneri yang mulanya tumpul juga memperlihatkan kemajuan dengan adanya Zlatan. Pria Swedia itu tak selalu melesakkan bola ke gawang lawan, tapi presensinya di sektor depan membantu timnya mendapat ruang untuk menciptakan peluang dan bikin gol.

Zlatan adalah pemain hebat dengan segudang prestasi. Ia pernah menjadi kampiun di sejumlah liga, mulai dari Eredivisie, Serie A, La Liga sampai Ligue 1. Praktis hanya gelar Liga Primer Inggris dan Liga Champions saja yang belum pernah ia kecup.

“Semakin tua, maka saya semakin oke seperti anggur merah. Anda suka? Saya contoh sempurna dari itu. Saya semakin oke seiring bertambahnya usia,” ucapnya seperti dilansir bola.com medio 2016 lalu.

Pelatih Sampdoria, Claudio Ranieri, tak ragu melayangkan pujian kepada Zlatan yang sanggup menghadirkan perubahan di tubuh Milan.

“Zlatan mengubah mentalitas tim secara keseluruhan. Ia mendatangkan aura positif yang membuat Milan bangkit dari keterpurukan”, tutur Ranieri seperti dikutip dari bola.com.

Terlepas dari ucapannya yang seringkali kontroversial, Zlatan adalah figur profesional dengan dedikasi luar biasa. Sangat jarang terdengar ia melakukan aktivitas yang berpotensi menganggu kebugarannya. Wajar kalau akhirnya Zlatan selalu bisa tampil eksepsional di setiap pertandingan.

Selain membangkitkan Milan dari kesemenjanaan, ada misi lain yang diusung Zlatan dengan seragam I Rossoneri. Satu yang paling kentara adalah menularkan karakter hebatnya kepada para penggawa muda semisal Bennacer, Gianluigi Donnarumma, Theo Hernandez, Franck Kessie, Leao, dan Lucas Paqueta.

Pasalnya, nama-nama itulah yang bakal didapuk sebagai fondasi masa depan Milan dalam mengarungi kompetisi, baik domestik maupun regional.

Saat ini, Milan duduk di peringkat tujuh classifica dengan koleksi 36 poin dari 25 pertandingan. Koleksi poin mereka setara dengan Napoli yang menempati posisi enam dan menggenggam slot terakhir ke ajang Liga Europa dari jalur liga. Lebih jauh, Zlatan dan kolega juga terpaut sembilan angka saja dari Atalanta, penghuni peringkat empat alias jatah terakhir buat tampil di Liga Champions.

Milan bahkan punya kans untuk memeluk trofi musim ini setelah mencapai fase semifinal Piala Italia. Di leg pertama lalu, I Rossoneri bermain imbang 1-1 dengan Juventus.

Walau segalanya tak mudah setiap kali bersua I Bianconeri, tapi Milan menyimpan asa buat menjejak final jika di semifinal leg kedua nanti tidak kalah dari Juventus atau kebobolan lebih dari dua gol andai bermain seri.

Selayaknya tim-tim lain, perjalanan Milan musim ini masih teramat panjang. Hasil yang dapat dipetik pada pengujung musim pun masih misterius. Namun satu yang pasti, tanpa Zlatan, nasib Milan takkan seperti sekarang.

Komentar

This website uses cookies.