Mengapa Jose Mourinho Didambakan Banyak Klub Meski Dia Gagal di Chelsea?

Tekanan mengarah kepada Roberto Mancini beberapa pekan terakhir. Hasil-hasil buruk, enam laga tanpa kemenangan, yang menimpa Inter adalah sebabnya. Lacur kemudian situasi dibuat makin runyam, setelah kedatangan sang manajer asal Portugal, ia yang menyebut dirinya The Special One itu, hadir di Giuseppe Meazza pada Sabtu (20/2).

Ia yang menyaksikan laga Inter melawan Sampdoria, langsung disambut oleh Interisti bak pahlawan. Meski kemudian ditampik oleh manajemen Internazionale Milano, sebagaimana yang dilansir oleh SkySports, berita ini tentu membawa nostalgia manis (dan mungkin juga harapan) bagi para interisti dalam reuni singkat ini. Dan untung pula bagi Mancini, karena pada laga tersebut Inter menang, sehingga tekanan kepadanya tak seberat sebelumnya.

Sementara itu, Florentino Perez, sang presiden Real Madrid yang terlanjur tajir itu, sebagaimana yang dilansir Daily Express, juga sempat mengontak Mou sebelum akhirnya menggantikan Rafa Benitez dengan Zinedine Zidane.

Pula, ada Louis van Gaal yang sudah tak lagi tahan terhadap tekanan media Inggris yang nampak seperti orang yang ingin menelanjangi dirinya. Pemberitaan LvG dipecat, terus dinaikkan, tiap kali timnya gagal meraih kemenangan.

Scarf dengan wajah yang sama yang menghantui tidur Roberto Mancini beberapa pekan terakhir, sudah siap diperjualbelikan di pelataran Old Trafford – dan bahkan pemberitaan mengenai dirinya sudah sampai pada perombakan skuat musim depan. Sosok ini terus dipuja dan ditunggu, sementara van Gaal sudah diharapkan enyah sesegera mungkin, sehingga ia bisa datang dan menggantikan dirinya.

Hal ini kemudian menjadi bukti, bahwa di kolong langit ini, masih ada orang yang penasaran dan percaya, bahwa Jose Mourinho adalah seorang manajer yang sangat luar biasa. Sementara sisanya, bertanya-tanya, apa sih bagusnya Jose Mourinho?

BACA JUGA:  Jose Mourinho yang Akhirnya Menjadi Pecundang

Well, tentu ada kondisi yang perlu kita pahami dalam menelitik apa yang sesungguhnya spesial dari The Special One. Mourinho bukanlah sosok yang benar-benar superior, dan kariernya tak sepenuhnya suci. Sepanjang kariernya, hanya di Porto dan Inter yang ia pergi dengan mewariskan trofi dan kejayaan di Eropa. Sementara bagi Real Madrid ataupun Chelsea, ia harus mengernyitkan dahi karena harus pergi setelah gagal memenuhi ekspektasi manajemen dan, tentu saja, pemilik klub.

Kendati demikian, dirinya selalu menunjukkan sebagai seorang yang memiliki mentalitas tak ingin kalah. Trofi yang ia dapatkan adalah bukti untuk mereka menggambarkan seorang Jose Mourinho. Ia seorang yang ambisius, dan ambisinya ini sangat terlihat, tak hanya dalam adu taktik di lapangan, namun juga di konferensi pers.

Berhadapan dengan media tentu bukanlah hal yang baru bagi Mourinho. Di Sporting Lisbon, ia pernah menjadi penerjemah bagi Sir Bobby Robson, dan juga pernah menjadi asisten di Barcelona, sehingga hal seperti ini tak begitu asing lagi.

Maka, saat saya menyaksikan kembali konferensi pers pertamanya sebagai manajer Chelsea pada tahun 2004, jelas saya merasakan ia adalah sosok yang sudah pandai, atau setidaknya sudah hapal betul, ilmu mengenai bagaimana menangani media di dunia sepak bola.

Mukanya begitu tenang saat ia mempresentasikan diri sebagai manajer Chelsea. Dengan bahasa Inggris yang fasih, kemudian ia berujar, “saya bukanlah manajer biasa, saya menjuarai Eropa bersama Porto, saya rasa, saya seorang yang spesial – The Special One”. Dengan terus mengucapkan kalimat “I’m not arrogant”, sebagaimana ia ingin terlihat superior. Esok harinya, kalimat “The Special One” menjadi julukan yang disematkan pada dirinya hingga kini.

BACA JUGA:  Kante dan Capoue, Bintang dalam Seni Bertahan

Tak berhenti di situ. Mou seringkali juga menyerang tim lawan dengan psywar yang sudah jadi ciri khasnya. Bermula dari komentar terhadap gol kontroversial Luis Garcia di semifinal liga Champions 2004, colok-colokan dengan mendiang Tito Vilanova, kisruh akibat mencadangkan Casillas, perseteruannya dengan Arsene Wenger, dan (sementara) berakhir pada ia yang terlanjur kecewa terhadap John Terry dkk di hari pemecatannya di Chelsea tersebut.

Semuanya menggambarkan satu hal: jurnalis mana yang tahan untuk tak membicarakan aksi Mou?

Seiring dengan publisitas yang kian memuncak itu, Jose Mourinho terus membuktikan prestasi demi prestasi yang ia raih bersama klubnya. Ia mungkin jatuh, namun ia seringkali bangkit lagi. Dan dengan mentalitas inilah, mengapa ia bisa sangat spesial.

Singkatnya, Mou pandai menjual CV-nya. Ia adalah individu yang sangat percaya diri, dan keinginannya untuk menang sangat luar biasa. Dan kisah-kisah mancam ini akan membuat jurnalis, pandit, mampu memiliki hal yang bisa mereka jual.

Dan bagi klub mana pun yang mendatangkannya (fans United mungkin bisa bersyukur karena Inter sudah mundur), mungkin akan sangat bersyukur, karena ekspos media kepada timnya akan sangat tinggi, dan publisitas tentu bisa mendongkrak dalam urusan citra dan finansial klub.

Dan hal ini, tentu saja, membuat van Gaal atau pun Mancini ketar-ketir saat nama Mourinho dihubungkan dengan klub yang mereka asuh saat ini. Karena baik keduanya, takkan mampu setenang dan sehebat Jose Mourinho dalam menjadikan media sebagai temannya. Bahkan, pada kegagalannya sekalipun, para pemain ditunjuk sebagai sebab kegagalan Mou, sedangkan ia tampak suci, menangis sembari meminta klub baru menelfonnya dan mempekerjakannya.

Ya, Mou bisa melakukan apa pun untuk mendapatkan yang ia mau!

 

Komentar