Mengenal Cara FC United of Manchester Mengelola Bisnis

If BBC viewers would like to understand the fans’ experience at a football game there are numerous real life games at every level throughout the country and the easiest way for TV viewers to access the real fans’ experience is to go along to a match. For a more in depth experience they could volunteer like many non-league fans do week in and week out.

FC United of Manchester (FCUM), kemudian memberikan pernyataan terbuka tentang penolakan terhadap tawaran BBC untuk mengubah jadwal pertandingan tandang mereka demi kebutuhan siaran langsung pada Jumat (23/10) lalu. Hal ini jelas makin menegaskan hal unik dan berbeda daripada klub-klub yang sudah ada.

Di saat klub sepak bola berlomba-lomba untuk mencari investor sebanyak-banyaknya melalui publisitas (termasuk penyiaran), FCUM malah terkesan acuh tak acuh terhadap permasalahan ini. Mereka lebih membudayakan suporter untuk datang dan mendukung tim mereka ke stadion dibandingkan mementingkan persoalan publikasi. Dengan cara ini seolah mereka menegaskan kepada dunia bahwa klub bisa hidup tanpa segala publikasi. Ia hanya butuh fans yang percaya terhadapnya. Hal ini tentu unik di mana klub tentu ingin terkenal dan mendapatkan uang pada era kini. Hal ini tak terlepas dari bagaimana upaya FCUM menjaga si pemilik saham agar tetap bahagia.

Hubungan investor dengan klub

Untuk mengetahuinya lebih lanjut, kita perlu paham dulu apa saja jenis investor dalam sepak bola modern. Dalam Investor relations: A Practical Guide yang dikeluarkan oleh London Stock Exchange setidaknya menggambarkan upaya yang ingin dilakukan oleh FCUM. Di dalamnya ada menjelaskan mengenai hubungan antara investor dan perusahaan (dalam kasus ini klub). Cara klub memiliki investor bisa dengan dua cara: mencari Institution Investor dan Private Investor.

Institution Investor adalah para investor yang datang dari berbagai latar belakang perusahaan dan menanamkan saham ke suatu klub. Tujuan mereka jelas untuk mencari laba dengan berinvestasi kepada klub. Demi menjaga agar klub tetap untung, setidaknya mereka harus tetap mendapat publikasi yang massif. Klub yang hidup di bawah sorot media tentu akan memancing investor untuk datang dan menanamkan sahamnya di klub. Alasannya jelas, mereka ingin “numpang tenar” dengan mengasosiasikan diri mereka terhadap klub-klub tertentu (seperti Red Bull dengan New York Red Bulls-nya). Tak jarang kemudian investor berupaya mengawinkan identitas klub dengan identitas investor dan mengubur identitas klub yang sebelumnya. Hal seperti ini bisa terjadi di klub sepak bola dan tentunya menimbulkan tentangan dari pendukung, salah satunya yang terjadi pada Cardiff City.

BACA JUGA:  Menerima Kekalahan dengan Lapang Dada

Sedangkan, private investor, merupakan model di mana klub dikuasai oleh investor-investor tertentu yang bersifat ekslusif. Hal ini pertama kali dilakukan oleh klub seperti Glasgow Celtic, Liverpool, atau yang lainnya saat mereka terbentuk. Klub disokong oleh kelompok yang paham betul terhadap klubnya. Mereka paham akan tradisi klub dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh sebuah klub dan berupaya menghargai dan menjaganya. Mereka juga kemudian bisa menunjukkan effort yang lebih dibandingkan numpang tenar terhadap sebuah klub. Singkatnya, private investor pada era awal berupaya untuk membuat dirinya dan penggemarnya senang sama senang.

Namun, dalam perkembangannya, private investor di era sepak bola modern dikenal sebagai sosok yang royal dan otoriter. Contohnya seperti Roman Abramovich dengan Chelsea, Sheikh Mansour dengan Manchester City, maupun keluarga Glazer dengan Manchester United. Karena merasa memiliki saham terbesar dan uang yang banyak, tak jarang kemudian muncul kebijakan yang berseberangan dengan fans. Mulai dari menjual pemain yang sebenarnya masih bagus atau memboyong pemain yang sebenarnya hanya menguntungkan dari menjual kostum saja atau pola rekrutmen yang didasari kesenangan dari sang pemilik. Atau yang lainnya, seperti persoalan fans yang diperas seperti sapi perah, mulai dari tiket hingga merchandise, yang membuat pendukung kemudian mengeluh karena permainan kelas pekerja kini harus dinikmati dengan harga kelas atas.

Lalu, apa yang dipilih FCUM?

Private investor-lah jawabannya.

Akan tetapi, tak sekejam dari private investor yang diterapkan oleh sepak bola modern, private investor yang diterapkan oleh FCUM dapat dikatakan lebih bermurah hati. Klub ini menerapkan bahwa fans adalah pemilik klub. Hanya dengan 12 poundsterling, fans FCUM bisa menjadi salah satu investor klub. Cara ini nyatanya berhasil terhadap FCUM, kini jumlah investor mereka sudah 4828 dan fasilitas klub ini terus membaik sejak dibangun tahun 2005.

BACA JUGA:  Sayonara Ceres Negros

Sebagai seorang fans dan pemilik klub sekaligus, investor di FCUM ini berupaya untuk menjaga kekentalan hubungan antara klub dan pendukung. Mereka ramai datang ke stadion dan tak ragu untuk membeli tiket. Mereka juga tak sungkan untuk membeli merchandise klub. Meski mereka secara teknis adalah pemilik klub. Hal ini tetap dilakukan karena fans mengetahui bahwa klub takkan menjadikan pendukung sapi perahan karena fans itulah investornya. Dan untungnya lagi, hubungan antara fans dan klub makin lama makin kuat.

Karena memiliki hubungan yang terjaga, FCUM tak perlu ambil pusing soal publisitas media. Kalau media mau menyiarkan, mereka menerima. Kalaupun tidak, tak mengapa. Karena sebagai pemilik sekaligus fans, tak ada yang lebih penting dari sebuah klub dibandingkan meraih kemenangan dan melewati masa-masa jaya bersama.

 

Komentar