Menunggu Aksi Tiga Raksasa Terbuang di Europa League 2016/2017

Di dunia sepak bola, klub atau tim nasional yang punya sepak terjang mentereng dan bermandikan gelar sering mendapat label raksasa. Julukan tersebut jadi semakin sahih apabila kesebelasan tersebut mampu mendominasi sebuah kejuaraan tertentu.

Mari kita ambil timnas Brasil dan Italia sebagai contoh. Jika dijumlahkan, kedua negara ini memiliki sembilan trofi Piala Dunia. Adakah yang berani menyebut keduanya cuma liliput di peta persepakbolaan dunia?

Publik menjustifikasi label raksasa berdasarkan prestasi. Tanpa hal yang satu ini, jelas mustahil menyebut suatu kesebelasan tertentu dengan julukan raksasa. Maka wajar bila menyebut Barcelona dan Real Madrid adalah raksasa di Liga Spanyol.

Begitu juga dengan status tim raksasa yang disandang Persib Bandung dan Persebaya Surabaya akibat serangkaian prestasi yang mereka capai di persepakbolaan Indonesia.

Maka tidak salah kan jika kita menyebut Ajax Amsterdam, Internazionale Milano, dan Manchester United sebagai raksasa sepak bola Eropa? Toh, triumvirat yang berasal dari kompetisi yang berbeda-beda yakni Belanda, Italia, dan Inggris ini memang punya catatan spesial di liganya masing-masing.

Ajax merupakan kesebelasan tersukses di negeri Kincir Angin dengan rekor 33 titel Eredivisie plus 18 gelar KNVB Beker. Ini masih ditambah dengan 4 trofi Liga Champions serta masing-masing sebiji Piala UEFA/Liga Europa dan Piala Winners.

Setali tiga uang, Internazionale merupakan salah satu tim sarat sejarah dan prestasi di persepakbolaan Italia. Mereka tercatat punya koleksi 18 buah Scudetto, 7 Coppa Italia, serta masing-masing 3 buah trofi Piala/Liga Champions dan Piala UEFA/Liga Europa.

Sementara Manchester United merupakan tim dengan gelar juara Liga Primer Inggris terbanyak lewat koleksi 20 gelar. Prestasi ini dilengkapi dengan 12 buah gelar Piala FA, 4 titel Piala Liga, 3 trofi Piala/Liga Champions dan satu silverware dari ajang Piala Winners.

Sayangnya, label raksasa yang disandang ketiganya sedikit ternodai beberapa musim belakangan akibat hasil-hasil minor di ajang domestik maupun kontinental.

Musim kemarin secara tragis, Ajax mesti legowo melepas titel Eredivisie ke kubu PSV Eindhoven di pekan terakhir kompetisi. Inter, yang tampil ciamik di awal musim, terseok-seok hingga cuma nangkring di posisi keempat. Hal tak berbeda jauh dialami Manchester United yang gagal menembus empat besar klasemen akhir.

Torehan tersebut, plus keoknya Ajax di babak playoff Liga Champions musim 2016/2017 setelah dibungkam wakil Yunani, PAOK Thessaloniki, membuat trio ini mesti terbuang di gelaran Liga Europa 2016/2017.

Bertanding di kejuaraan antarklub Eropa kelas dua memaksa mereka kehilangan pundi-pundi nan gemuk yang hanya disediakan kompetisi kelas satu (Liga Champions).

Hari Jumat yang lalu (26/8), secara bersamaan, pasti banyak pendukung setia Ajax, Internazionale, dan United yang memelototi media sosial terkait undian babak penyisihan grup Liga Europa 2016/2017. Perasaan cemas berpadu keingintahuan tinggi mengenai lawan yang bakal dihadapi klub kesayangan mereka di fase grup.

Ajax sendiri tergabung di grup G bersama Standard Liege, Celta Vigo, dan Panathinaikos. Internazionale menghuni grup K ditemani Sparta Praha, Southampton, dan Hapoel Be’er Sheva. Terakhir, United mesti berjumpa Fenerbahce, Feyenoord, dan Zorya Luhansk di grup A.

Maka, satu pertanyaan pun muncul, apa yang bisa diperbuat tiga raksasa terbuang ini di Liga Europa musim 2016/2017?

Ajax Amsterdam

Tampil seelok-eloknya di Liga Europa merupakan kewajiban yang tak lagi bisa ditawar. Usai tersingkir dari playoff Liga Champions, satu-satunya jalan untuk memperbaiki martabat klub adalah melaju sejauh mungkin di ajang ini.

De Godenzonen sendiri telah lama tak mengangkat trofi Eropa setelah terakhir kali melakukannya pada tahun 1995. Semenjak itu, penampilan Ajax dan mayoritas klub-klub Eredivisie di kejuaraan antarklub Eropa terbilang buruk. Jangankan menembus babak final, lolos dari fase grup saja susahnya minta ampun.

Kehilangan Viktor Fischer, Arkadiusz Milik, dan Ricardo van Rhijn jelas membuat kekuatan De Godenzonen berkurang musim ini. Sebagai pengganti, Ajax merekrut Lerin Duarte, Bertrand Traore, dan Heiko Westermann. Posisi Frank de Boer yang mengundurkan diri pun telah disubstitusi Peter Bosz.

Akankah Ajax melenggang mulus? Level persaingan yang terbilang setara di grup G justru membuat Ajax agak sedikit terjepit. Kans mereka 50 : 50 untuk melangkah jauh.

Internazionale Milano

Setali tiga uang dengan Ajax, kesempatan mentas di kompetisi yang kondang dengan sebutan Liga Malam Jumat di kalangan pencinta sepak bola Indonesia musim ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.

Setelah meraih treble pada 2010, Internazionale tak ubahnya kesebelasan medioker yang mesti jatuh bangun hanya untuk menekuk FK Qarabag, klub asal Azerbaijan di kompetisi Eropa. Penampilan mereka di Serie A pun naik turun bak yoyo.

Langkah pembenahan pun dilakukan dengan merekrut beberapa penggawa anyar seperti Ever Banega, Gabriel Barbosa, Antonio Candreva, dan Joao Mario serta nakhoda gres, Frank de Boer.

Namun sejauh apa langkah Inter di Liga Europa musim ini bakal bergantung pada hubungan timbal balik diantara pelatih dan pemain dalam menyatukan ide. Semakin cepat tentu semakin baik. Bila prosesnya cukup lama, kemungkinan untuk berbicara banyak pun bisa jauh panggang dari api.

Satu yang pasti, bila Internazionale gagal melaju mulus di Liga Europa, maka penilaian bahwa klub-klub Serie A mengalami dekadensi penampilan di benua biru jelas benar adanya.

Manchester United

Dalam catatan sejarahnya, ajang Liga Europa bukan sesuatu yang diakrabi Manchester United. Tapi di musim 2016/2017, klub berjuluk Iblis Merah ini harus menerima suratan takdir untuk memeras keringat di ajang kelas dua ini.

Setelah ditinggal Sir Alex Ferguson yang pensiun, United benar-benar bak anak ayam kehilangan induknya. David Moyes dan Louis van Gaal yang datang sebagai gaffer pengganti tak sanggup membuat MU tampil dominan seperti sebelum-sebelumnya.

Sebagai manajer baru, tugas Jose Mourinho hanya satu, mengembalikan nama baik United yang dalam beberapa tahun terakhir malah kerap jadi guyonan, khususnya di kompetisi Eropa. Trah United sebagai klub papan atas mesti dikembalikan ke tempatnya sesegera mungkin.

Kedatangan Mourinho ke Manchester United diikuti beberapa pemain baru seperti Eric Bailly, Zlatan Ibrahimovic, dan Henrik Mkhitaryan. Sejauh ini, penampilan mereka terbilang cukup baik. Dua kemenangan di dua partai perdana Liga Primer Inggris adalah buktinya. Tapi bagaimana dengan kans di Liga Europa?

Saingan yang mesti dihadapi United di fase grup terbilang masih selevel di bawah mereka. Namun, memandang remeh, khususnya Fenerbahce dan Feyenoord, bisa menghadirkan petaka bagi Mourinho.

Namun, ketimbang dua raksasa terbuang lainnya, peluang United untuk menjuarai kompetisi memang yang paling besar. Syaratnya tentu saja sanggup menghabisi lawan-lawannya sembari berharap jinx Ibrahimovic pada kompetisi Eropa sirna.

Jadi bagaimana, sanggupkah tiga raksasa di atas tampil gemilang hingga mampu mencaplok trofi juara di ajang yang amat menguras kondisi fisik macam Liga Europa?

 

 

Komentar

This website uses cookies.