Negara Asia Tenggara di Asian Games: Apakah Kita Semua Tertinggal Jauh?

Negara Asia Tenggara di Asian Games: Apakah Kita Semua Tertinggal Jauh?
Pesepak bola Indonesia Saddil Ramdani (kiri) berebut bola dengan pesepak bola Chinese Taipei pada pertandingan Grup A Asian Games ke-18 di Stadion Patriot, Bekasi Minggu (12/8). INASGOC/Ary Kristianto/sup

Termasuk cabang yang sudah dipertandingkan sejak Asian Games edisi perdana pada tahun 1951. Sepakbola memiliki gairah dan gengsi tersendiri di kejuaraan olahraga antar-negara Asia ini.

Terutama sejak tahun 2002, ketika cabor ini mulai mempertandingkan tim nasional usia 23 tahun ke bawah. Asian Games juga menjadi ajang uji kualitas dari pengembangan bakat usia muda negara-negara di Asia, selain turnamen reguler lain seperti Piala AFC usia muda.

Asian Games 2018 digelar di Indonesia, negara yang disebut-sebut memiliki atmosfer sepakbola terbaik di seluruh daratan Asia. Menjadi menarik, bukan saja terkait Indonesia yang berstatus sebagai tuan rumah, tetapi juga terkait kiprah negara-negara Asia Tenggara lain. Karena seperti yang sering disebutkan, bahwa wilayah Asia Tenggara ini adalah kekuatan yang “tertidur”.

Malaysia tampil mengejutkan, Vietnam menunjukkan kelasnya

Bila ada yang bertanya mengapa Vietnam terus berada di urutan teratas rangking FIFA di antara negara Asia Tenggara lain maka ajang Asian Games 2018 kali ini adalah salah satu buktinya.

Hingga tulisan ini dibuat, Vietnam menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara yang berhasil melaju hingga semifinal. Mereka juga membuat catatan hebat dengan berhasil mengalahkan Jepang di fase grup. Luong Xuan Truong dan kawan-kawan sepertinya masih menyimpan banyak kejutan lain di kejuaraan kali ini.

Malaysia sebenarnya tidak memasang target besar. Jelang kejuaraan dimulai, pelatih Ong Kim Swee sangat pesimis terkait peluang skuat asuhannya. Ia bahkan sampai terpaksa mengikut sertakan gelandang senior Baddrol Bakhtiar, yang membuat Egi Melgiansyah dan Hendro Siswanto kewalahan di final SEA Games 2011, di mana Malaysia kemudian berhasil merebut medali emas. Karena Ong Kim Swee tidak begitu yakin dengan skuat muda yang ia miliki.

Tetapi kualitas Dato OKS, sapaan akrab Ong Kim Swee, sebagai pelatih hebat di level Asia memang tidak bisa dipandang sebelah mata. Ia berhasil membawa Malaysia melaju dari Grup E sebagai pimpinan klasemen.

Malaysia bahkan sempat mengalahkan Republik Korea, yang diperkuat Son Heun-min, dengan skor 2-1. Meskipun memang bintang asal klub Tottenham Hotspur tersebut baru masuk di babak kedua.

Di babak 16 besar, Malaysia lagi-lagi menunjukan permainan yang luar biasa. Mereka sanggup menahan Jepang tanpa gol selama hampir 90 menit. Perjuangan mereka mesti kandas, karena Jepang akhirnya bisa menyarangkan gol ke gawang kiper Haziq Nadzli di penghujung laga. Itupun melalui eksekusi penalti.

BACA JUGA:  Sepp Blatter, Michel Platini, dan Siapa Pemimpin Sepak Bola Indonesia Kelak?

Thailand memble dan Indonesia yang penuh drama

Secara kualitas permainan, Thailand selalu dianggap sebagai raja sepakbola Asia Tenggara. Tetapi sang penguasa seakan tampil tak bertaring di cabor sepakbola Asian Games edisi tahun 2018 ini.

Mereka sepertinya tengah berada dalam masa transisi selepas generasi emas yang diisi oleh Chanatip Songkrasin dan kawan-kawan. Thailand memiliki nasib yang paling mengenaskan. Karena mereka menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara yang gagal melaju dari fase grup.

Sementara itu, drama, menjadi satu kata yang bisa menggambarkan bagaimana perjalanan Indonesia di ajang Asian Games 2018. Dari sebelum, bahkan hingga terhentinya kiprah Indonesia di kejuaraan dipenuhi dengan drama. Sebelum turnamen digelar, banyak hadir kritikan terkait pemilihan pemain oleh pelatih Luis Milla.

Sempat memulai kejuaraan dengan sangat baik setelah berhasil menang telak atas Cina Taipei dengan skor 4-0 di laga perdana. Difavoritkan untuk melaju sebagai juara grup, peluang Indonesia sempat menipis setelah mereka dikalahkan Palestina di pertandingan kedua.

Di laga terakhir melawan Hong Kong, bahkan peluang Indonesia untuk sekadar lolos pun hampir saja kandas karena Hong Kong berhasil mencetak gol terlebih dahulu. Hingga akhirnya, Irfan Jaya, Stefano Lilipaly, dan Hanif Sjahbandi membawa Indonesia meraih kemenangan sekaligus mengakhiri Grup A dengan status sebagai juara grup.

Di babak 16 besar Indonesia berjumpa dengan Uni Emirat Arab. Dua kali tertinggal, Indonesia selalu berhasil menyamakan kedudukan. Pemenang laga pun kemudian harus ditentukan melalui babak adu penalti, situasi yang pastinya menghadirkan drama yang lebih besar lagi. Dua penendang Indonesia gagal, langkah tim Garuda terhenti.

Drama tidak berhenti. Indonesia mengkritisi kinerja wasit Shaun Evans yang memberikan dua hadiah penalti kepada tim lawan. Sementara itu luapan kekecewaan muncul di kolom komentar akun media sosial para pemain.

Publik sepakbola Indonesia mengecam seandainya karena kegagalan di Asian Games ini menjadi alasan diberhentikannya Luis Milla. Banyak yang berpendapat, termasuk suporter, dan para mantan pemain, bahwa pelatih asal Spanyol tersebut adalah sosok yang tepat untuk menangani timnas Indonesia.

BACA JUGA:  Simon McMenemy, Timnas Indonesia Hebat dan Liga yang Sehat

Karena kita semua harus terus melangkah

Melihat kiprah negara-negara Asia Tenggara di ajang Asian Games 2018. Tentu salah satu pertanyaan besar yang muncul di pikiran adalah, “Apakah kita sudah tertinggal jauh dari negara-negara lain di Asia?”. “Apakah kita merupakan wilayah yang paling tertinggal secara sepakbola ketimbang wilayah lain di Asia?”

Well, tidak sepenuhnya salah. Apalagi melihat bagaimana negara-negara unggulan bisa melaju jauh di turnamen kali ini. Tetapi juga mesti diingat bagaimana negara-negara Asia Tenggara juga sebenarnya melakukan pencapaian yang cukup baik di Asian Games kali ini.

Bagaimana Vietnam bisa mengalahkan Jepang. Bagaimana Malaysia bisa menaklukkan Republik Korea dan membuat Jepang cukup kewalahan. Thailand yang bisa menahan imbang Qatar dan hanya kalah tipis dari Uzbekistan.

Juga dengan Indonesia dalam beberapa kesempatan tertinggal namun kemudian bisa menyamakan kedudukan. Selalu ada banyak hal baik yang bisa diambil bahkan di situasi tersulit sekalipun. Terlebih menjadikan satu turnamen saja sebagai patokan tentu tidak juga tepat.

Pendapat penulis pribadi, wilayah Asia Tenggara bukan lah yang paling cupu di Asia terkait sepak bola. Anda bisa memeriksa data dan fakta lainnya, Asia Tenggara memiliki kualitas yang lebih baik ketimbang wilayah Asia Selatan dan Asia Tengah. Meskipun harus diakui bahwa kita masih tertinggal ketimbang negara-negara di wilayah Asia Timur dan Asia Barat.

Yang ditunjukan di Asian Games 2018 lagi-lagi menunjukan potensi besar yang dimiliki oleh sepakbola Asia Tenggara. Asalkan terus berada di dalam jalur yang benar. Bukan tidak mungkin wilayah Asia Tenggara bisa mengejar Asia Timur dan Asia Barat.

Apabila mengacu kepada ilmu Fisika. Yang saat ini dibutuhkan oleh sepakbola Asia Tenggara adalah momentum, bukan akselerasi. Sebuah daya tolak di waktu yang tepat secara terus menerus agar bisa terus bergerak. Sifatnya lebih mekanis. Pertanda bahwa ini membutuhkan proses dan waktu yang bisa jadi tidak sebentar.

Sama halnya dengan bagaimana menjalani hidup. Tidak melulu mesti cepat untuk bisa mencapai ke atas. Yang penting terus melangkah secara konsisten dan berada di momen (waktu) dan tempat yang sesuai untuk bisa melesat mencapai keberhasilan. Sedikit-sedikit tapi asyik.

Meminjam kata-kata Walt Disney, Keep Moving Forward!

Komentar