[vc_row][vc_column][thb_gap height=”20″][vc_column_text]
Perjalanan 86 Tahun PSSI
[/vc_column_text][thb_gap height=”40″][/vc_column][/vc_row][vc_row][vc_column width=”1/3″][thb_image image=”5722″][thb_gap height=”20″][vc_column_text]Penulis: Yudhistira Haryo Nurresi Putro[/vc_column_text][thb_gap height=”40″][/vc_column][vc_column width=”2/3″][vc_toggle title=”Tentang Pemimpin di PSSI” open=”true” el_id=”1461005735329-8a0a0cb9-147a”]Sepak bola merupakan olahraga paling populer di negeri ini. Menjadi wajar jika kemudian siapa pun yang menjabat sebagai Ketua Umum (Ketum) Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) mendapatkan sorotan besar dari masyarakat.
Bisa dikatakan pula jika jabatan sebagai Ketum PSSI merupakan jabatan yang amat populer. Mungkin popularitasnya hanya kalah dari Presiden Republik Indonesia dan Gubernur DKI Jakarta.
Hari ini, 19 April 2016, PSSI tepat berusia 86 tahun. Sebagai sebuah organisasi yang lahir 15 tahun lebih dulu daripada Republik Indonesia tentu sudah panjang perjalanan yang ditempuh. Sudah banyak pula sosok yang pernah memimpin organisasi ini.
Mereka yang memimpin PSSI pada mulanya adalah mereka yang juga berjuang dalam usaha meraih kemerdekaan Indonesia. Lalu, ada pula eks pesepak bola, politisi, purnawirawan militer, hingga pengusaha.
Dalam perjalanannya memimpin organisasi, masing-masing Ketum memiliki catatan prestasi maupun kesan negatif. Sebelum era kini, konflik memang senantiasa mendampingi perjalanan PSSI. Dari kongres ke kongres selalu saja ada konflik yang hadir.[/vc_toggle][vc_toggle title=”Ketua Umum PSSI dari masa ke masa” el_id=”1461040532737-881ee710-1d41″]
1. Soeratin Sosrosoegondo (1930-1940)
Lahir di Yogyakarta, sosok yang satu ini tidak perlu diperdebatkan lagi perannya. Berlatar belakang sebagai lulusan Sekolah Tinggi Teknik di Hecklenburg, dekat Hamburg, Jerman, pada tahun 1920 dan lulus sebagai insinyur sipil pada tahun 1927.
Pendiri sekaligus Ketum PSSI yang pada awalnya bernama Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia ini memanfaatkan sepak bola sebagai alat mencapai kemerdekaan untuk Republik Indonesia. Pada era-nya pula kemudian kompetisi nasional (Perserikatan) digulirkan secara rutin sejak 1931.
Satu pesan atau instruksi lisan yang diberikan Ir. Soeratin kepada para pengurus PSSI pada saat itu adalah, jika bertanding melawan klub Belanda tidak boleh kalah.
Prestasi :
- Menggulirkan Kompetisi Nasional (Perserikatan) sejak 1931
- Partisipan Piala Dunia FIFA 1938 di Prancis sebagai Hindia Belanda (Negara Asia pertama). Ini bisa diperdebatkan, tapi FIFA mencatatnya sebagai partisipasi Indonesia.
Skandal :
- Perseteruan dengan NIVU mengenai tim yang akan dikirim ke Piala Dunia 1938 di Prancis.
- Dualisme PSIM Mataram dengan Persim Mataram. PSIM sempat keluar dari PSSI pada tahun 1934 hingga akhirnya ada rekonsiliasi, lalu kembali menjadi anggota pada 1937
2. Artono Martosoewignyo (1941-1949)
Tidak banyak data secara umum yang didapat untuk sosok yang satu ini, terlebih tahun 1944-1947 kompetisi Perserikatan tidak berlangsung karena perang kemerdekaan.
3. Maladi (1950-1959)
Lahir di Solo, 30 Agustus 1912, pernah menjadi pemain PSIM Yogyakarta berposisi sebagai kiper pada tahun 1930. Tiga tahun kemudian Maladi menjadi pemain Persis Solo. Maladi juga merupakan kiper timnas Indonesia.
Pada era kepemimpinannya Maladi mengubah kepanjangan PSSI menjadi Persatuan Sepak Bola Seluruh Indoensia dari sebelumnya Persatuan Sepak Raga Seluruh Indonesia.
Pada era-nya pula Indonesia secara resmi bergabung dengan FIFA (1952) & AFC (1954), Maladi pula yang mendatangkan pelatih asal Yugoslavia yaitu Tony Pogacnik yang kemudian memimpin Indonesia berlaga di Olimpiade Melbourne 1956.
Prestasi terbaik:
- Medali Perunggu Asian Games 1958
- Semifinal Asian Games 1954
- Berpartisipasi di Olimpiade Melbourne 1956. Kisah menahan imbang Uni Soviet 0-0 terus diceritakan hingga kini.
Skandal : –
4. Abdul Wahab Djojohadikoesomoe (1960-1964)
Pada era kepemimpinannya banyak klub luar negeri datang ke Jakarta untuk uji tanding melawan tim PSSI.
Prestasi terbaik :
- Juara Turnamen Merdeka dua tahun beruntun 1961 dan 1962
Skandal :
- Isu suap pemain timnas Indonesia pada Asian Games 1962 di Jakarta
5. Maulwi Saelan (1964-1967)
Lahir di Makassar, 8 Agustus 1928, beliau adalah pejuang kemerdekaan Indonesia dan pernah menjadi ajudan pribadi Presiden Soekarno. Sosok legendaris sepak bola Indonesia sebagai pemain yang pada massa nya berposisikan sebagai kiper dan pernah mengantarkan Indonesia menembus semifinal Asian Games 1954 dan meraih perunggu pada Asian Games 1958.
Prestasi terbaik :
- Juara Piala Emas Agha Khan di Bangladesh
Skandal : –
6. Kosasih Porwanegara (1967-1974)
Lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 13 Maret 1913, pernah menjadi menteri sosial pada kabinet Republik Indonesia Serikat. Salah satu momen yang paling diingat publik mungkin ketika peringatan berdirinya PSSI ke-44, Indonesia bertanding melawan Uruguay dan menang dengan skor 2-1 di Jakarta.
Prestasi terbaik :
- Juara Turnamen Merdeka 1969
- Juara Piala Raja 1968.
- Juara Piala Pesta Sukan 1972 di Singapura
Skandal : –
7. Bardosono (1975-1977)
Salah satu sosok yang kontroversial dalam era kepemimpinannya di PSSI yang hanya dua tahun, salah satu hal absurd adalah ketika dirinya memperkenalkan “juara bersama” pada final Perserikatan yang mempertemukan PSMS Medan dan Persija Jakarta, tentu saja hal tersebut menjadi bahan tertawaan. Kepemimpinannya berakhir ketika Indonesia gagal dalam kualifikasi Piala Dunia tahun 1976.
Prestasi: –
Skandal:
- Skandal Suap pada laga kualifikasi Piala Dunia di Singapura.
8. Ali Sadikin (1977-1981)
Lahir di Sumedang, Jawa Barat, 7 Juli 1927, sejatinya adalah seorang Letnan Korps Komando Angkatan Laut. Sebelum menjabat sebagai Ketum PSSI beliau adalah Gubernur DKI Jakarta (1966-1977).
Pada era kepemimpinannya dibentuk suatu konsep kompetisi sepak bola semi-pro dengan nama Liga Sepakbola Utama yang kemudian dikenal dengan nama Galatama.
Mulai bergulir 17 Maret 1979 dengan diikuti 14 klub. Sebuah konsep liga sepak bola yang konon menjadi bahan rujukan oleh negara asia lainnya, seperti Malaysia dan Jepang. Sayangnya pamor Galatama menurun dari waktu ke waktu karena isu suap yang merajalela, bahkan Ali Sadikin mengundurkan diri sebagai Ketum karena ada sorotan kepada dirinya.
Komentarnya yang cukup terkenal adalah “Kalau ingin melihat pemain bersabar, bentuk saja kesebelasan malaikat.” Ungkap beliau usai Indonesia disingkirkan oleh Thailand pada semifinal SEA Games 1977 di Kuala Lumpur.
Prestasi terbaik :
- Menggulirkan kompetisi semi-pro (Galatama) sejak 1979
- Penyisihan grup Piala Dunia U-20 1979 di Tokyo, Jepang
Skandal :
- Isu suap pada kompetisi Galatama
9. Sjarnoebi Said (1982-1983)
Lahir pada 18 Januari 1927, pada era kepemimpinannya yang hanya satu tahun beliau memperbolehkan pemain asing berlaga di Indonesia musim kompetisi 1982 sebelum dilarang kembali pada 7 Juni 1983. Sejatinya beliau merupakan pemilik dari klub Kramayudha Tiga Berlian (KTB) yang berlaga di Galatama.
Prestasi Terbaik : –
Skandal : –
10. Kardono (1983-1991)
Lahir di Yogyakarta, 21 Mei 1927, berbicara prestasi untuk sepak bola Indonesia, dapat dikatakan pada era inilah sepak bola Indonesia banyak menuai prestasi fenomenal.
Sosok yang pernah menjadi Sekretaris Militer Presiden Soeharto ini memiliki prestasi fenomenal yakni meraih medali emas SEA Games untuk pertama kali pada 1987 yang kemudian diulanginya pada 1991.
Kepemimpinannya juga dikenal nyaris meloloskan timnas Indonesia ke Piala Dunia 1986 di Mexico andai dapat mengalahkan Korea Selatan, praktis hingga kini tahap playoff adalah prestasi terbaik timnas Indonesia pasca-kemerdekaan di Kualifikasi Piala Dunia. Beliau juga merupakan Ketua AFF (ASEAN) pertama periode 1984-1989.
Prestasi terbaik :
- Semifinal Asian Games 1986 di Seoul, Korea Selatan
- Tahap play-off Kualifikasi Piala Dunia 1986 (kalah melawan Korsel)
- Peringkat tiga Piala Antar-klub Asia 1986 (Kramayudha Tiga Berlian)
- Medali Emas SeaGames 1987 di Jakarta
- Medali Emas SeaGames 1991 di Manila, Filipina
Skandal :-
11. Azwar Anas (1991-1999)
Lahir di Padang, 2 Agusutus 1983, Azwar Anas merupakan seorang militer, birokrat, dan politisi Indonesia. Pada era kepemimpinannya seolah sepak bola Indonesia dibawa terbang tinggi, merujuk pada bergulirnya Liga Indonesia (unifikasi Galatama dan Perserikatan), pemain asing yang mulai banyak hadir mewarnai kompetisi liga, membuat program Primavera (1993) dan Baretti (1995-1996) meski sebagian berpendapat hal tersebut merupakan program yang gagal.
Beliau mundur sebagai Ketum karena kasus “sepak bola gajah”.
Prestasi Terbaik :
- Penyisihan grup Piala Asia 1996 (Partisipasi pertama)
- Peringkat FIFA tertinggi 76 (September 1998)
- Menggulirkan kompetisi Liga Indonesia (Unifikasi Galatama & Perserikatan)
Skandal :
- Kasus Sepak Bola Gajah di Piala Tiger (AFF) 1998
12. Agum Gumelar (1999-2003)
Lahir di Tasikmalaya, Jawa Barat, 17 Desember 1945. Pernah menjadi Danjen Kopasus. Ketum PSSI pasca-reformasi Republik Indonesia.
Pada era kepemimpinannya Indonesia berhasil loloss ke Piala Asia 2000 di Lebanon (Fase grup) dan dua kali lolos ke final Piala Tiger (AFF) namun harus takluk dua kali oleh Thailand.
Beliau juga merupakan Ketua Komite Normalisasi pada April-Juli 2011 saat terjadi kekosongan kekuasaan di PSSI akibat konflik antara PSSI dengan pemerintah.
Prestasi terbaik :
- Catatan Kemenangan terbesar 13-1 melawan Filipina di Jakarta.
- Runner Up AFF Cup 2000 & 2002.
Skandal :
- Kekisruhan antara PSSI dengan LPI saat dirinya menjadi Ketua Komite Normalisasi (2011)
13. Nurdin Halid (2003-2011)
Lahir di Watampone, Sulawesi Selatan 17 November 1958, adalah seorang pengusaha dan juga politikus. Komentar yang dapat dikatakan “kelewatan” adalah mengklaim bahwa sukses Indonesia menajdi runner-up AFF Cup 2010 adalah karya Partai Golkar. Terlalu banyak kontroversi, skandal, serta prestasi buruk yang didapatkan sepak bola Indonesia pada masa kepemimpinannya.
Prestasi terbaik :
- Runner-up AFF Cup 2004 & 2010
- Menggulirkan kompetisi Indonesian Super League (ISL) sejak 2008
Skandal :
- Kasus korupsi yang menjadikannya sebagai terpidana sejak Agustus 2007
- Memimpin PSSI dari balik jeruji
- Isu Pengaturan skor final AFF Cup 2010
- Isu Pengaturan skor dan suap pemain pada kompetisi ISL
- Mentiadakan degradasi pada masa kompetisi dua wilayah.
- Munculnya breakaway league (LPI) 2011
- Gagal tampil di Piala Asia 2011 sejak ikut serta tahun 1996
14. Djohar Arifin Husein (2011-2015)
Lahir di Langkat, Sumatera Utara 13 September 1950. Berlatar belakang sebagai Sarjana Pertanian Perkebunan dari Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Pernah aktif sebagai pemain di PS Langkat & PSMS Medan, serta pernah menjadi wasit sepak bola nasional periode 1976-1987. Terpilih melalui Kongres Luar Biasa (KLB) di Solo pada 9 Juli 2011.
Dalam empat tahun kepemimpinannya banyak lika-liku yang dihadapi, banyak pihak yang ingin menyingkirkan dirinya termasuk munculnya KPSI (Komite Penyelamat Sepak Bola Indonesia) pimpinan La Nyalla Mataliti hingga menyebabkan dualisme kompetisi dan klub, tidak lama setelah masa jabatannya usai pada 18 April 2015 lalu, PSSI dibekukan oleh Menpora yang kemudian diikuti dengan sanksi dari FIFA.
Prestasi terbaik:
- Juara AFF Cup U-19 2013 di Sidoarjo
- Semifinal AFC Cup 2014 (Persipura Jayapura)
- Menggulirkan Indonesian Premier League 2012
Skandal :
- Dualisme kompetisi musim 2011-2012 dan 2013
- Dualisme klub (Persebaya, Persija, Arema, dll)
- Kasus sepak bola gajah (PSS Sleman vs PSIS Semarang) kompetisi Divisi Utama musim 2014
- Munculnya breakaway league (ISL musim 2011-2012)
- Kekalahan terbesar 10-0 dari Bahrain
15. La Nyalla Matalitti
Tidak diakui oleh pemerintah. Surat pembekuan PSSI terbit 18 April 2015, sehari sebelum dia terpilih dalam kongres, 19 April 2015.[/vc_toggle][vc_toggle title=”Apa yang sudah diberikan PSSI kepada Masyarakat?” el_id=”1461005862067-4e7a2175-c61b”]Masyarakat sudah familiar atau mungkin bosan dengan kosakata Kongres, Statuta, atau lainnya yang menjadi kalimat baku dalam sebuah organisasi, namun di mana prestasi?
Prestasi mungkin tidak harus berbuah trofi, akan tetapi apabila melihat 86 tahun perjalanan panjang PSSI, apa yang telah dihasilkan?
Kalau dari sudut pandang subyektif yang positif, yang PSSI sudah berikan untuk negara adalah mampu memberikan rasa antusiasme masyarakat Indonesia yang selalu muncul dari waktu ke waktu.
Era pra-kemerdekaan adalah ketika berbondong-bondong menjadikan PSSI sebagai alat melawan penjajahan melalui sepak bola. Pasca-kemerdakaan adalah ajang unjuk gigi sebagai bangsa merdeka yang unggul dan mampu bangkit.
Era orde baru tahap munculnya kompetisi baru yang menjad cikal bakal dan rujukan untuk industri sepak bola masa depan. Pasca-reformasi dan hingga kini adalah tahap masyarakat Indonesia sudah jauh mengenal sepak bola Indonesia melalui pemberitaan dari berbagai media, sepak bola Indonesia yang selalu menjadi trending topic di lini masa dari sisi baik maupun buruknya.
Pada dasarnya masyarakat Indonesia adalah peduli dan memiliki rasa ingin tahu yang besar, namun tidak tahu harus berbuat apa, kalau bukan dari individu di organisasi dan pihak lain yang tekait, harus darimana lagi semua dapat diubah?
Dirgahayu PSSI ke-86.[/vc_toggle][/vc_column][/vc_row]