Pada 29 Agustus 2019 silam, Inter Milan resmi mendatangkan striker asal Cile, Alexis Sanchez, dengan status pinjaman selama semusim penuh dari Manchester United.
Alasan utama figur berumur 31 tahun itu menerima tawaran I Nerazzurri adalah keinginannya untuk mendapat kesempatan bermain yang lebih banyak.
Dibanding bertahan di Stadion Old Trafford, apa yang Alexis inginkan memang lebih mudah diwujudkan di Stadion Giuseppe Meazza.
Tatkala kampanye di musim 2019/2020 dimulai, Antonio Conte sebagai nakhoda Inter langsung memaksimalkan tenaga Alexis.
Baik di ajang Serie A maupun Liga Champions (I Nerazzurri baru terjun di Piala Italia pada Januari 2020), pemain berjuluk El Nino Maravilla tersebut sering dimainkan, entah sebagai starter atau pengganti.
Meski sempat tak meyakinkan dan jadi bayang-bayang duet Lautaro Martinez dan Romelu Lukaku, pelan tapi pasti Alexis bisa menunjukkan kontribusinya bagi Inter.
Dari empat pertandingan di Serie A dan Liga Champions, mantan penggawa Barcelona dan Arsenal tersebut menyumbang 1 gol plus 1 asis.
Tidak terlalu mentereng, tetapi yang membuat Interisti senang dengan presensinya di lapangan adalah kemampuan pemain bernomor punggung 7 itu guna terlibat dalam permainan.
Pada fase ofensif, ia rajin berlari membuka ruang, menggiring bola buat menciptakan peluang seraya menarik atensi pemain belakang lawan sampai turun ke bawah demi menjemput si kulit bundar dan menginisiasi serangan.
Sebaliknya, Alexis juga punya peran dalam skema defensif Inter dengan konstan menekan penggawa musuh yang membawa bola serta turun ke area tengah supaya lini kedua menjadi padat sekaligus mempersempit ruang gerak lawan.
Ia bahkan kerap memperoleh kartu kuning gara-gara melakukan intentional foul supaya ritme permainan musuh terdistraksi.
Lebih dari itu, ia selalu mempertontonkan aksi yang penuh determinasi dan semangat menggebu tiap kali diturunkan.
Alexis laksana baterai yang tak pernah kehabisan energi. Wajar bila Interisti jatuh hati kepadanya.
Nahas, gaya main Alexis yang eksplosif dan rentan mendapat gangguan lawan akhirnya berbuah petaka. Pertengahan Oktober 2019 lalu, ia dihantam cedera tendon. Hal itu memaksanya menepi selama kurang lebih dua bulan.
Kenyataan tersebut bikin Conte pening karena ia tak memiliki opsi berkelas andai Lautaro dan Lukaku absen gara-gara cedera, akumulasi kartu atau sedang diganggu masalah produktivitas.
Mujur bagi Inter karena di momen Alexis beristirahat, mereka tetap sanggup mendulang hasil-hasil positif. Walaupun di sejumlah momen, Samir Handanovic dan kawan-kawan tidak memperlihatkan performa yang brilian.
Pasca-pulih dari cedera tendon, Alexis diintegrasikan Conte secara perlahan ke dalam tim dan skema permainan yang disukainya.
Persis seperti yang terjadi di awal musim. Sang allenatore enggan terburu-buru karena ingin melihat perkembangan dari kondisi fisik pemilik 132 penampilan dan 43 gol buat tim nasional Cile itu terlebih dahulu.
Keputusan yang dibuat Conte tidak salah, selepas jeda jeda kompetisi akibat pandemi Corona, Alexis mampu membuktikan kepada khalayak bahwa dirinya memang belum habis.
Mengacu pada data Transfermarkt, dalam dua belas partai Serie A pamungkas ia menyumbang 3 gol dan 7 asis. Torehan impresifnya itu berimbas pada Inter yang kini duduk di peringkat dua klasemen sementara.
Membuat Alexis Menetap di kota Milan
Apa yang disuguhkan sosok kelahiran Tocopilla tersebut akhir-akhir ini menggugah manajemen I Nerazzurri untuk melakukan negosiasi ulang dengan pihak United sebagai pemilik sah Alexis.
Dari sekadar pemain pinjaman, mereka sekarang punya hasrat untuk mempermanenkan El Nino Maravilla.
Apalagi United sudah berulangkali memberi sinyal bahwa mereka siap melego Alexis. Dikutip dari Talksport, salah seorang legenda mereka, Gary Neville, bahkan menyarankan kepada Ole Gunnar Solskjaer, pelatih The Red Devils saat ini, untuk menjual sang pemain.
Neville secara terang-terangan menganggap Alexis sebagai bencana karena performanya tidak maksimal tapi punya bayaran selangit.
Mempermanenkan pemenang Copa America dua kali tersebut memang bukan persoalan sepele bagi Inter. Kubu The Red Devils sendiri disinyalir ogah menurunkan banderol Alexis yang ada di kisaran 15-20 juta Euro.
Bercermin pada aktivitas I Nerazzurri dalam beberapa bursa transfer belakangan ini, nominal 15-20 juta Euro mungkin tidak menjadi ganjalan. Namun masih ada satu variabel yang bisa menggagalkan operasi Inter guna membuat Alexis menetap di kota Milan.
Bersama United, Alexis menerima gaji sebesar 550 ribu Pound per pekan. Jumlah ini sangat-sangat fantastis dan sulit dijangkau oleh Inter.
Hal ini terbukti dengan United yang masih menanggung lebih dari separuh gaji Alexis, sekitar 300 ribu Poundsteing, saat mengirimnya ke Italia dengan status pinjaman.
Mengingat beberapa musim kemarin Inter sempat diganjal aturan Financial Fair Play (FFP) garapan UEFA, mereka tentu berhati-hati dalam menggelontorkan fulus.
Semuanya akan diperhitungkan secara matang agar mendapat solusi terbaik dan neraca keuangan klub tetap ada di titik aman.
Sedikit angin segar bagi Inter, beredar isu kalau Alexis siap menurunkan besaran gajinya hingga lebih dari setengah demi melanjutkan kariernya dengan seragam biru-hitam.
Bila pendekatan dari Piero Ausilio dan Giuseppe Marotta, sebagai pihak yang bertanggung jawab atas perekrutan pemain, terhadap Alexis berjalan lancar, bisa saja isu tadi berubah menjadi kenyataan.
Berbekal kemampuan apik dan segudang pengalaman di Serie A sehingga mudah diintegrasikan oleh Conte ke dalam skuad, mempermanenkan Alexis memang alternatif yang kelewat seksi untuk dilewatkan I Nerazzurri begitu saja sebab El Nino Maravilla masuk ke dalam kriteria pemain yang mereka butuhkan. Terlebih United juga sudah tak bernapsu menahannya.
Buat memuluskan segalanya, negosiasi dengan kubu United maupun Alexis sendiri kudu dilakukan secara cermat dan cerdas.
Saat mendapatkan titik temu perihal detail transfer dan klausul di dalam kontrak, percayalah bahwa semua pihak yang terlibat akan menyunggingkan senyumnya.