Pirlo yang Pantas Diberi Aplaus

Laga panas semifinal Piala Italia 2020/2021 leg kedua antara Juventus kontra Internazionale Milano tersaji dini hari tadi (10/2). Mengusung keunggulan 2-1 dari leg pertama, I Bianconeri jelas ada di atas angin. Namun layaknya battle of the titans lainnya, ramuan Andrea Pirlo dan Antonio Conte dari tepi lapangan begitu menarik untuk disimak.

Dengan misi mencetak paling tidak dua gol, I Nerazzurri coba menguasai permainan sedari sepak mula. Serangan demi serangan coba disusun Inter, baik mengandalkan sisi sayap yang kali ini dihuni Matteo Darmian (di kiri) maupun Achraf Hakimi (di kanan).

Alih-alih meladeni, Pirlo menginstruksikan anak asuhnya untuk bermain rapat (ini terlihat dari kompaknya kuartet Danilo-Matthijs de Ligt-Merih Demiral-Alex Sandro serta para gelandang dalam menutup ruang sekaligus mengawal musuh) seraya mengabsorbsi serbuan Hakimi dan kawan-kawan.

Catenaccio ala Juventus?

Bila sukses mendapatkan bola, Cristiano Ronaldo dan kolega langsung melancarkan serangan balik kilat melalui umpan satu-dua yang terukur saat memiliki peluang.

Ronaldo yang punya kualitas penyelesaian di atas rata-rata diplot jadi eksekutor serangan I Bianconeri yang memaksa para bek I Nerazzurri tunggang-langgang dan Samir Handanovic jatuh bangun di bawah mistar.

Sepanjang babak pertama, kita bisa melihat bagaimana Inter banyak menguasai bola. Namun rapatnya pertahanan  Juventus membuat sang rival bebuyutan mati kutu.

Hakimi dan kawan-kawan kebingungan mencari celah yang dapat dimaksimalkan buat menciptakan peluang bersih, khususnya di sepertiga akhir. Alhasil, gol yang mereka cari tak kunjung lahir.

Romelu Lukaku dan Lautaro Martinez bak terikat rantai duo Demiral dan De Ligt. Sialnya, dukungan dari lini kedua I Nerazzurri, selain Nicolo Barella, juga minim.

Sebaliknya, keunggulan agregat bikin I Bianconeri bermain dengan lebih nyaman dengan menurunkan tempo saat memegang bola. Mereka juga tak buru-buru melancarkan serangan guna mengulur waktu.

BACA JUGA:  Edgar Davids dan Kacamatanya

Pada babak kedua, Conte berusaha melakukan penyesuaian. Ivan Perisic dimasukkan buat menggantikan Darmian yang tak begitu menggigit. Pun dengan Christian Eriksen yang digantikan Stefano Sensi sebab tak memberikan kontribusi maksimal. Harapan sang pelatih jelas, sisi kiri lebih hidup sehingga Inter punya variasi serangan.

Akan tetapi, Pirlo, walau statusnya pelatih kemarin sore, sudah mengantongi cara terbaik dalam mengantisipasi hal tersebut.

Kuartet gelandang, Juan Cuadrado-Rodrigo Bentancur-Adrien Rabiot-Federico Bernardeschi yang mengisi lini tengah, diinstruksikan untuk bertahan lebih dalam guna melapisi sektor belakang.

Tebalnya pertahanan Juventus membuat Inter kebingungan. Bola digulirkan ke kiri dan kanan tanpa hasil. Mesti diakui, ini memang siasat Pirlo guna meredam lawan.

Praktis, Hakimi dan kawan-kawan cenderung banyak melepas umpan silang yang gampang diantisipasi lini belakang kubu tuan rumah.

Nyaris tak ada satu kesempatan pun yang diperoleh I Nerazzurri pada fase ofensif dari wilayah tengah. Menjadi pekerjaan rumit bagi Barella, Marcelo Brozovic dan Sensi untuk membongkar rapatnya Cuadrado-Bentancur-Rabiot-Bernardeschi yang bermain amat disiplin.

Jika meluruhkan kuartet gelandang saja susahnya minta ampun, maka menembus sepertiga akhir adalah kemustahilan.

Pirlo membiarkan Inter menguasai bola selama mungkin. Namun ia, lewat penampilan anak asuhnya, tak menyediakan ruang barang satu senti pun buat dimaksimalkan.

Sudah menjadi rahasia bagi penikmat sepakbola bahwa kemampuan menguasai bola dalam tempo lama yang tak dibarengi dengan kelihaian menciptakan atau memanfaatkan ruang, maka hasilnya nihil. Bikin gol? Ah, itu cuma angan-angan.

Ketika laga mendekati menit-menit akhir, pemain-pemain Inter yang menggeber serangan kian kehabisan stamina. Sekali lagi, keadaan ini sudah diperkirakan Pirlo.

Penggawa Juventus yang mengerahkan segenap kekuatannya untuk meredam hal tersebut sebetulnya juga merasa lelah. Namun secara moral, mereka masih punya energi ekstra.

BACA JUGA:  Alvaro Morata: Penyerang Modern dalam Taktik Juventus

Jangan heran kalau mereka tetap pasif di sisa waktu yang ada. Lagi pula, tanpa mencetak gol pun, garansi lolos ke partai puncak sudah mereka kantongi.

Sampai akhirnya wasit meniup peluit panjang, papan skor di Stadion Allianz tetap memamerkan angka 0-0. Juventus pun berhak melaju ke final sementara Inter bakal menangisi dua kebodohan yang mereka pamerkan pada leg pertama lalu.

Pada laga dini hari tadi, Pirlo memamerkan kualitasnya sebagai pelatih. Tak peduli bahwa dirinya cuma seorang debutan dan acap diledek.

Toh, manajemen I Bianconeri punya alasan jelas dan logis dengan memilihnya sembari langsung menyodori kontrak selama dua musim.

Lelaki kelahiran Flero itu didatangkan sebagai pelengkap proyek anyar Juventus. Bukan sekadar coba-coba, uji nyali atau menutupi ketidakmampuan merekrut pelatih kelas atas.

Pirlo, seiring waktu, tampak siap menunjukkan kilaunya yang eksepsional dari tepi lapangan. Kilau yang sama persis atau bahkan lebih mentereng dari yang selama ini ia tunjukkan dari tengah lapangan. Aplaus.

Komentar