Ruang dan Taktik dalam Gol Kevin De Bruyne: Sebuah Kajian Singkat

Mengenal lebih dalam istilah-istilah dalam analisis sepakbola berdasarkan proses gol yang dicetak oleh Kevin De Bruyne ke gawang Chelsea.

Pelajaran tentang ruang dan taktik dalam gol Kevin De Bruyne

Dalam pertandingan antara Chelsea kontra Manchester City yang berakhir dengan skor 0-1, De Bruyne mencetak gol tunggal melalui sebuah serangan yang terstruktur yang didukung oleh pemanfaatan ruang dan waktu yang optimal disertai praktik taktik yang dapat dipelajari sebagai bahan untuk mendapatkan pemahaman lebih terkait analisis sepakbola.

Dari beberapa istilah yang difokuskan dalam tulisan, istilah-istilah terpilih dibagi ke dalam 2 kelompok besar, yaitu, aspek ruang yang terdiri area buta (blind side), half space, ruang antarlini, zona 14, dan zona berbahaya (danger zone).

Dan aspek taktik yang terdiri dari dukungan (support), manipulasi/menipu (deception), “pemain bebas”, pengikatan (fixing), superioritas jumlah, dan superioritas posisional.

Aspek ruang

Memiliki keuntungan ruang yang ditunjang oleh pemanfaatan waktu (spatio-temporal benefit) yang maksimal atau sebaliknya merupakan hal yang sangat krusial.

Karena, memiliki keuntungan ruang dan waktu yang besar dapat membantu seorang pemain memaksimalkan kemampuan individualnya atau, sebaliknya, menutupi kekurangan individu si pemain.

Salah satu situasi di mana keuntungan ruang dan waktu yang besar sangat mungkin didapatkan adalah situasi dalam serangan balik cepat.

Keuntungan ruang dan waktu dalam serangan balik.

 

Perhatikan posisi Son Heung-min dan ruang besar di hadapannya (area kuning) setelah (nantinya) ia menerima umpan Harry Kane. Keuntungan ruang didapatkan oleh Son disebabkan oleh dua hal.

Pertama karena, praktis hanya Emer Toprak yang berdiri di antara Son dan gawang Borussia Dortmund. Yang kedua, akses dua pemain terdekat ke Son – Sokratis Papathatospoulos dan Toprak – kurang maksimal.

Sokratis sudah kalah langkah terlebih dahulu sementara posisi tubuh Toprak membuatnya sulit mengantisipasi pergerakan Son yang berlari di belakang tubuh Toprak.

Dalam situasi yang lebih ajek (settled) merupakan hal yang sulit untuk mendapatkan ruang sebesar yang diperoleh oleh Son. Karena, dalam situasi yang ajek, tim bertahan memiliki lebih banyak kesempatan untuk menciptakan kerapatan (compactness) pertahanan maksimal.

Apalagi, bila menghadapi pelatih-pelatih seperti Diego Simeone, Lucien Favre, atau Antonio Conte yang terkenal dengan compactness pertahanannya.

Ruang antarlini

Sulit bukan berarti “mendapatkan ruang” dalam situasi ajek adalah mustahil. Seperti yang diperlihatkan oleh De Bruyne dalam proses golnya ke gawang Chelsea, pemain Belgia tersebut berdiri di sebuah area yang kerap disebut sebagai ruang antarlini (space between lines).

Ruang antarlini adalah area yang terdapat di antara dua lini. Penggunaan ruang antarlini sendiri sering dipakai untuk menjelaskan ruang di antara lini tengah dan lini belakang.

Pemain yang mengokupansi dan menerima umpan di ruang antarlini kerap disebut sebagai “pemain bebas (free player)”. Di ruang antarlini inilah pemain mendapatkan ruang.

Tetapi, karena keterbatasan dimensi dan waktu, penerima bola bukan hanya dituntut untuk memiliki kapasitas individual ciamik tetapi lebih dari itu adalah dukungan struktur yang lebih penting untuk membantu menciptakan situasi serang yang berharga.

Ruang antarlini Chelsea (elips biru gelap).

 

Area buta

Dengan menempati dan menerima di ruang antarlini lawan, seorang pemain sedang memanfaatkan area buta di belakang tubuh para pemain dari lini gelandang.

Perhatikan Willian, N’Golo Kante, Cesc Fabregas, dan Timoue Bakayoko yang berada di lini gelandang dan menghadap ke depan (ke gawang City).

Dengan menghadap ke depan, tentu saja merupakan hal yang sulit bagi keempatnya untuk sekaligus mengantisipasi keberadaan pemain yang berada di belakang (punggung). Area di belakang pemain dapat dikategorikan sebagai area tak terpantau atau area buta atau blind side.

Half space

Selain mengokupansi ruang antarlini, De Bruyne juga menempatkan diri di sebuah koridor vertikal yang terletak di antara koridor sayap dan koridor tengah, yaitu half space.

De Bruyne di half space kiri Chelsea.

 

Mari kita bahas sedikit tentang apa yang membuat half space memiliki makna strategis. Dibandingkan area tengah dan sayap, half space memiliki karakteristik berbeda karena half space memiliki akses langsung ke tengah maupun ke sayap.

Area sayap, betapa pun mengandung opsi strategis paling sedikit, tetap saja memiliki karakter tersendiri dibandingkan dua koridor lain. Begitu pula dengan area tengah yang merupakan area kontrol.

Koneksi langsung half space ke kedua koridor yang berbeda karakter inilah yang membuat half space memiliki nilai lebih beragam ketimbang koridor tengah yang akses terdekatnya adalah ke kedua half space.

Perbandingan nilai strategis half space dengan area tengah (diadaptasi dari Maric, 2015).

 

Zona 14 dan lokasi tembakan

Dalam penetrasi menuju kotak penalti Chelsea, Bruyne segera mengakses Gabriel Jesus di area tengah sebelum akhirnya Bruyne sendiri yang melepaskan tembakan dari zona 14.

Tentang apa itu zona 14, Anda bisa membaca tulisan Leo Chan yang berjudul What is “Zone 14” in football?. Dalam bank data Caley, ahli statistik sepakbola, tembakan Bruyne dilakukan dari lokasi tembakan (shot location) 6.

Zona 14 dan lokasi tembakan
Dalam penetrasi menuju kotak penalti Chelsea, Bruyne segera mengakses Juan Jesus di area tengah sebelum akhirnya Bruyne sendiri yang melepaskan tembakan dari zona 14. Tentang apa itu zona 14, Anda bisa membaca tulisan Leo Chan yang berjudul What is “Zone 14” in football?. Dalam bank data Caley, ahli statistik sepakbola, tembakan Bruyne dilakukan dari lokasi tembakan (shot location) 6.

 

Menurut data Caley, lokasi tembak dari luar kotak penalti yang paling sering menghasilkan gol adalah lokasi 6.

Sederhananya, apabila Anda ingin pemain melakukan tembakan dari luar kotak 16, ciptakanlah permainan yang memungkinkannya untuk menembak dari lokasi 6 dan sedekat mungkin dengan area D kotak penalti. Bruyne melakukan ini dan ia menjadi pencetak gol tunggal ke gawang Chelsea.

Dalam diagram 2 dimensi, aspek ruang dalam gol Bruyne menjadi seperti:

Aspek ruang. Ruang antarlini (biru), zona 14 dan lokasi tembak 6 (kuning), dan area buta (segitiga gelap).

 

Aspek taktik

Superioritas jumlah

Superioritas jumlah adalah keunggulan yang didapatkan karena menang jumlah pemain (memiliki pemain lebih banyak) dalam satu sektor dan waktu tertentu.

Keberhasilan menciptakan situasi menang jumlah akan sangat mempermudah pemain untuk mendapatkan ruang dan waktu yang mencukupi dalam memanipulasi lawan.

Ketika melakukan progres serangan dari sepertiga awal, dengan mudahnya City melewati pressing Eden Hazard dikarenakan keunggulan jumlah pemain 2 lawan 1 antara John Stones dan Otamendi melawan Hazard seorang diri.

Superioritas posisional, “pemain bebas”, dan dukungan

Superioritas posisional adalah sebuah kondisi yang mana sebuah tim “menciptakan pemain bebas”, baik ketika berada dalam situasi sama jumlah maupun kalah jumlah dari lawan.

Sederhananya adalah bagaimana membentuk sebuah formasi dinamis agar lawan kesulitan melakukan penjagaan sekaligus membuat salah satu pemain menjadi tidak terkawal (“pemain bebas”).

The Citizen menciptakan pemain bebas dengan cara:

  • Menciptakan situasi menang jumlah 2 lawan 1 (ketika Hazard melakukan press kepada Stones, Otamendi menjadi “bebas”);
  • Memanfaatkan ruang antarlini dan area buta (De Bruyne di belakang lini gelandang Chelsea);

Menggunakan metode fijaciones atau fixing atau mengikat pemain lawan.

Aspek taktik. Mengikat pemain lawan.

 

Metode ikat City dilakukan di dua sektor besar, yaitu sektor bek sayap dan sektor tengah Chelsea. Di tengah, metode ikat dilakukan oleh Gabriel Jesus kepada dua bek tengah Chelsea (elips merah) dan Silva kepada Rudiger.

Di kedua tepi lapangan, adalah Raheem Sterling dan Leroy Sane yang mengikat kedua bek sayap lawan.

Di sektor tengah, kedua bek tengah Chelsea kehilangan kedinamisan pressing karena dipengaruhi oleh pengambilan posisi Jesus. Akibatnya, Gary Cahill kehilangan momen yang pas untuk melakukan pressing ke arah depan (onward press) kepada De Bruyne.

“Ketidaksadaran” Bakayoko akan keberadaan Bruyne semakin mempersulit keadaan karena keterlambatan Cahill gagal di-cover oleh Bakayoko.

Keberadaan Jesus, Silva, Sterling, dan Sane membuat City menyediakan aspek dukungan (support) yang memadai untuk memprogres serangan dari sepertiga tengah menuju ke sepertiga akhir.

Andai saja: Sterling dan Sane berposisi > 10 meter lebih dalam; Jesus berada di sebelah kanan Andreas Christensen; dan Bakayoko menyadari keberadaan Bruyne, yang mungkin terjadi adalah kedua bek sayap Chelsea dan Antonio Rudiger akan merapat lebih ke tengah; Cahill dan Bakayoko mendapatkan momen pas untuk melakukan press kepada Bruyne sebelum  nomor 8 City tersebut mampu melakukan progres serangan.

Alternatif taktik Chelsea.

 

Tipuan/manipulasi (deception)

  • Deception pertama dilakukan ketika Stones-Otamendi menghadapi Hazard di sepertiga awal City;
  • Setelah memprogres bola ke sepertiga tengah, Otamendi melakukan deception kedua dengan membahasakan tubuh seakan-akan ia akan melakukan progres ke sisi kanan Chelsea dan membuat blok pressing Chelsea berorientasi ke sisi kanan. Secara mendadak, Otamendi mengubah arah serangan dan melepaskan umpan kepada Bruyne di half space kiri Chelsea;
  • Deception ketiga adalah pergerakan tanpa bola Jesus dan David Silva ke sisi kiri Chelsea untuk menyediakan ruang serang yang lebih luas bagi De Bruyne.

Trik deception seperti yang dilakukan oleh Stones, Otamendi, Jesus, dan Silva, dalam kajian psikologis, merupakan usaha memanipulasi rangkaian persepsi-aksi (perception-action coupling) lawan.

Sebagian besar persepsi sepakbola berasal dari rangsangan visual. Deception dapat digunakan dalam taktik menyerang untuk mempermainkan persepsi-aksi sekaligus merusak organisasi pertahanan lawan.

Referensi

Berikut beberapa bahan yang digunakan sebagai referensi dalam penulisan artikel:

Komentar

This website uses cookies.