Sajian Komikal Laga Semifinal AFF 2016

Siapa yang bilang bahwa sepak bola hanya melulu soal drama, dongeng, dan air mata? Siapa berani mendaku bahwa sepak bola hanya perihal gol, asis, dan teknik olah bola menawan?

Dua laga semifinal yang dilakoni Indonesia dan Vietnam di AFF 2016 adalah bukti nyata, bahwa komedi masih menjadi bagian penting dari olahraga paling populer di kolong langit ini.

Tidak percaya? Sanksi dengan pernyataan di atas? Mari kita telaah bersama beberapa kejadian menggelikan, terutama yang dilakukan pengadil lapangan dalam 210 menit yang sudah dilalui Indonesia dan Vietnam di babak semifinal ini.

Laga pertama di Pakansari, Bogor

Ini laga yang, menurut saya pribadi, sukses besar dalam memancing amarah suporter Indonesia ke titik didih yang paling tinggi.

Semua seakan berjalan lancar dan sesuai rencana bagi timnas Garuda. Berlaga dengan baju dan celana berwarna merah, Boaz Solossa dkk., sukses menggebrak di awal dengan gol Hansamu Yama Pranata memanfaatkan sepak pojok Rizki Pora.

Satu gol, Indonesia unggul. Penonton menarik nafas lega. Perasaan senang menghinggapi sanubari. Kita sukses mencuri gol cepat melawan timnas lawan yang tampil sempurna di tiga pertandingan Grup B.

Senyum suporter mengembang. Hidung kembang kempis karena terbawa euforia gol cepat Hansamu. Sampai kemudian, wasit asal Australia, Jarred Gavan, memainkan bagian terpentingnya dalam komedi semifinal ini.

Penetrasi bek kanan Vietnam di sisi kiri pertahanan Indonesia dilanjutkan dengan umpan lambung ke jantung pertahanan timnas.

Benny Wahyudi, yang berdiri di tiang jauh, berada dekat dengan penyerang sekaligus kapten Vietnam, Le Cong Vinh. Sekian detik kemudian, duel udara terjadi, Cong Vinh sedikit terjerembab di tanah dan bola liar berhasil diamankan Kurnia Meiga sampai kemudian wasit meniup peluit dan menunjuk titik putih. Penalti untuk Vietnam!

Penonton terkesiap, juga berang. Benny langsung menghampiri wasit dan mempertanyakan keputusan tersebut. Sentuhan ringan Benny terhadap Cong Vinh dianggap pelanggaran serius dan berbuah penalti kontroversial.

Nguyen Van Quyet sukses memaksimalkan keuntungan tersebut untuk memastikan satu hal penting. The Golden Stars, julukan timnas Vietnam, sukses mencuri satu gol tandang yang berharga.

Seakan belum cukup, wasit muda berusia 30 tahun itu kembali membuat keputusan kurang tegas kala Nguyen Trong Hoang (pemain Vietnam nomor 8) melakukan tekel dua kaki pada Manahati Lestusen yang hanya diganjar kartu kuning.

Mirip dengan keputusan kontroversial Michael Oliver yang hanya menghadiahi Marcos Rojo dengan kartu kuning kala tekel dua kakinya melibas Idrissa Gueye kala Manchester United ditahan imbang Everton, Minggu (4/12) lalu.

Dua keputusan komikal yang menggelikan dari wasit yang ajaibnya, tidak cukup untuk membendung laju timnas guna meraih kemenangan penting 2-1 dari Vietnam usai penalti Boaz Solossa memastikan satu langkah krusial menuju babak final AFF 2016.

Laga kedua di My Dinh National Stadium, Hanoi

Anda boleh setuju, boleh tidak, tapi pertandingan semifinal kedua ini adalah salah satu pertandingan sepak bola paling aneh yang pernah saya tonton. Ada beberapa keputusan wasit Fu Ming dari Tiongkok, yang mengundang rasa heran sekaligus menggemaskan bagi para penonton layar kaca.

Pertandingan alot yang berjalan cukup seru tersebut pecah telur ketika umpan lambung surealis kaki kanan Boaz Solossa menciptakan kemelut di muka gawang Vietnam. Bola lambung yang tidak berbahaya tersebut gagal diantisipasi dengan sempurna oleh bek lawan.

Bermaksud membuang bola, bek Vietnam justru mengarahkan si kulit bulat ke mulut gawang. Panik, kiper gagal mengantisipasi arah bola. bola liar yang bergulir ke muka gawang dicocor Stefano Lilipaly. Indonesia berhasil mengantongi satu gol tandang. Keberuntungan besar di laga krusial.

Seakan ingin membuat laga semifinal berjalan dramatis, Fu Ming mengeluarkan kartu merah untuk kiper Vietnam usai sang pemain kedapatan menendang punggung Bayu Pradana sesaat usai keduanya bertabrakan ketika duel udara.

Kartu merah menjadi sinyal berbahaya bagi tuan rumah. Mereka butuh mencetak gol, tapi di satu sisi, jatah pergantian pemain sudah habis. Alhasil, Que Ngoc Hai didaulat menjadi penjaga gawang dadakan.

Surealisme laga ini terjadi saat pertandingan tersisa dua menit di injury time. Tuan rumah sukses menyarangkan gol penyama agregat yang membuat pertandingan masuk ke babak tambahan.

Di fase inilah keputusan komikal dari pengadil terjadi kembali. Wasit Fu Ming tidak memberikan kartu merah kepada kiper dadakan Vietnam setelah dengan gamblang menggunting kaki Ferdinand Sinaga yang berhasil melaju melewatinya.

Penalti memang dihadiahkan untuk Indonesia. Namun, “hanya” kartu kuning adalah lelucon yang sumir. Mungkin wasit tak tega menyaksikan Vietnam menggunakan kiper dadakan hingga dua kali. Penalti itu sendiri berhasil diselesaikan Manahati Lestusen untuk membuat Indonesia kembali unggul agregat 3-4.

Beberapa menit kemudian, satu keputusan yang membuat perut mulas kembali diambil Fu Ming.

Lepas dari jebakan offside, Rizki Pora berlari kencang menyongsong kiper Vietnam dengan Zulham Zamrun berada di sebelah kanannya, berdiri bebas, menanti umpan datar untuk sebuah gol tap-in yang sederhana.

Alih-alih mengumpan pada Zulham, kapten Barito Putera ini berlari menuju Ngoc Hai dengan kecepatan tinggi dan berupaya melewatinya. \

Bola berhasil lewat, Rizki Pora hanya tinggal menuntaskan sedikit agar bola masuk ke gawang sampai kemudian ia terjatuh di kotak penalti. Segera wasit Fu Ming menunjuk titik putih untuk kali kedua bagi timnas.

Penonton dan suporter timnas Garuda bersorak-sorai. Bayangan skor 2-4 yang akan terjadi apabila penalti kedua ini menjadi gol akan memastikan langkah tim Merah Putih ke partai puncak. Sampai akhirnya protes pemain Vietnam terjadi.

Mereka mengerubungi wasit, memprotes, sampai akhirnya, Fu Ming berlari menuju hakim garis untuk berdiskusi. Tampak Nguoc Hai, sang kiper dadakan Vietnam mendekati kedua pengadil di pinggir lapangan, dan disitulah komedi itu terjadi. Keputusan penalti untuk Indonesia batal!

Tawa dan umpatan saya hampir meledak, namun beruntung bisa tertahan dengan baik. Seumur-umur menyaksikan laga sepak bola, baru kali ini di hidup saya, ada sebuah keputusan penalti yang sudah diberikan, bisa dibatalkan.

Tayangan ulang di televisi yang kami tonton saat itu, menunjukkan dengan jelas Que Ngoc Hai menggunakan tangannya (secara aktif) untuk memegang (atau memeluk) badan Rizki Pora sampai ia terjatuh. Clear penalty.

Angkat topi untuk timnas Indonesia

Di tengah semua kontroversi dan polemik itu, kredit terbesar patut diberikan bagi timnas Merah Putih. Mereka bermain tenang dan dewasa. Tidak pada titik terbaik memang, tapi itu cukup untuk menjaga fokus bermain sampai peluit akhir tanda pertandingan berakhir benar-benar berbunyi.

Angkat topi patut diberikan untuk penggawa tim nasional atas sikap mereka yang begitu positif dalam menerima keputusan komikal wasit.

Di tengah iklim kompetisi yang memberi kita parade kekerasan pada wasit, mulai dari tindakan menginjak kepala wasit, sampai pemukulan dan pengeroyokan yang acap dilakukan terhadap pengadil di lapangan, pemain timnas kita justru mampu tampil secara profesional dan sangat dewasa.

Melihat sikap para pemain, penonton di stadion dan suporter timnas Garuda di seluruh pelosok Indonesia bisa percaya satu hal penting. Sejujurnya, pilihan ada di diri kita sendiri untuk mau merutuki dan mengkritisi kepemimpinan wasit yang merugikan di dua partai semifinal.

Tapi sebentar, coba pahami kalimat ini baik-baik, resapi dan nikmati sebaik-baiknya, bahwa sejatinya, KITA SUDAH LOLOS KE FINAL!

Que sera sera, whatever will be, will be…….

 

Komentar

This website uses cookies.