Satu Kaki Hazard yang Tertinggal

Belasan tahun lamanya, dunia sepakbola dikiaskan sebagai pertarungan antara alien melawan robot. Lionel Messi dan Cristiano Ronaldo adalah pelakunya. Setiap kali mereka berjumpa, utamanya di laga El Clasico, semua mata berlomba-lomba memandang. Duel keduanya bikin khalayak lupa bahwa di tempat berlainan, di tanah Inggris, di birunya Stadion Stamford Bridge, Eden Hazard meliuk-liuk dan menyihir siapa saja dengan aksinya.

Hazard bukanlah robot, apalagi alien. Pria Belgia tersebut hanya manusia biasa yang sedikit spesial. Bermain bersama Chelsea sejak 2012 hingga 2019, Hazard memanen banyak trofi. Mulai dari titel Liga Primer Inggris, Piala FA, Piala Liga, sampai Liga Europa.

Walau demikian, perilakunya tak berubah. Hazard tetaplah manusia biasa yang suka bercanda dan usil. Seperti yang acap terekam kamera wartawan pada saat The Blues berlatih. Baginya, yang paling utama adalah kesuksesan tim dalam meraup trofi demi trofi.

Pembawaan Hazard itulah yang membuat fans Chelsea rajin membentangkan bendera raksasa di Stadion Stamford Bridge bertuliskan “Garden of Eden” kala ia bermain. Selama tujuh musim, Hazard merupakan ikon tim asal London Barat ini. Di lapangan, ia menjelma sebagai pusat serangan dan permainan The Blues.

Sejak bergabung dari Lille, ada begitu banyak perubahan di tubuh Chelsea yang dihadirkan Hazard. Padahal ada sejumlah pelatih yang datang dan pergi, tetapi posisi Hazard tak pernah tergeser. Ia sendiri selalu mampu membalas segala kepercayaan dengan performa brilian. Gara-gara itu pula, ketergantungan kepada Hazard terbilang masif. Tengok saja ketika ia sedang berada di bawah performa buruk, musim Chelsea ikut amburadul.

Hazard hidup di dunia sepakbola bukan dengan ambisi, melainkan mimpi. Inilah yang membawanya minggat dari Chelsea pada akhir musim 2018/2019 demi mewujudkan impian masa kecilnya untuk mengenakan seragam serbaputih Real Madrid. Perpisahannya dengan The Blues tak buruk-buruk amat. Setidaknya, ia mencetak dua gol demi mempersembahkan gelar Liga Europa kala mengandaskan Arsenal di final. Sebuah akhir yang manis dari petualangannya di London tentu saja.

Chelsea bukan tanpa perjuangan untuk mempertahankan sang bintang. Namun lagi-lagi, mimpi seseorang adalah hal yang mustahil untuk dikandaskan. Ambisi boleh saja dilunakkan, tetapi mimpi, tunggu dulu. Apalagi impian tersebut sudah tertanam belasan tahun lamanya. Hazard hijrah dengan semringah. Cintanya pada Chelsea tentu masih ada, masih besar, masih bergelora. Namun, tak semua cinta harus memiliki ataupun dimiliki.

Perkenalan perdana Hazard di jeda transfer musim panas 2019/2020 menimbulkan dua perasaan yang saling berhadapan: senang di wajah pendukung Madrid, sedih di hati penggemar Chelsea. Namun semuanya sama-sama mengharapkan bahwa sang pemain kian sukses di palagan anyar bernama Santiago Bernabeu.

Kehadirannya di Madrid diproyeksikan sebagai suksesor si cyborg, Ronaldo. Sementara kepergiannya dari London, bukanlah sesuatu yang mesti untuk ditangisi. Setidaknya frasa “tak ada pemain yang lebih besar dari klub” bisa menenangkan hati. Dan memang, hijrahnya Hazard ke ibu kota Spanyol cuma persoalan waktu.

Namanya mimpi, suratan takdir, bukanlah kendali manusia. Hazard memang sukses berseragam Madrid, tetapi di lapangan, ia bak kehilangan satu kaki. Di awal kedatangannya, berat badan dianggap sebagai masalah dari kondisi fisiknya. Tak sampai di situ, cedera pun datang bertubi-tubi. Imbasnya, penampilan Hazard di seluruh kompetisi melorot drastis dengan catatan satu gol dan tujuh asis. Penampakan yang kontras dengan penampilannya ketika berseragam Chelsea.

Pada musim ini, Hazard pun telat bergabung ke skuad asuhan Zinedine Zidane. Alasannya sama, pemulihan pasca-cedera. Sampai akhirnya, kesempatan itu datang ketika Los Blancos melawan Huesca di ajang La Liga pada akhir Oktober kemarin.

Euforia turut membuncah kala Hazard melepaskan sepakan kaki kiri dari luar kota penalti untuk mencatatkan namanya di papan skor. Itu adalah gelontoran pertamanya setelah puasa gol hampir 400 hari. Orang-orang pun bergumam akan kembalinya “si manusia sedikit spesial” seperti dulu. Fans Madrid dan, mungkin, penggemar Chelsea sama-sama menaruh harap tersebut.

Lagi-lagi, manusia menempuh hidup bak roda berputar. Bagi Hazard, roda hidup di Madrid berputar begitu aneh untuknya. Sebentar di atas, lama di titik bawah. Beberapa waktu lalu, Los Blancos mengumumkan bahwa pria kelahiran La Louviere – bersama Casemiro – terpaksa menepi, mengisolasi diri, akibat terjangkit Covid-19. Praktis, sang pemain harus kehilangan kesempatan untuk memulihkan kepercayaan usai satu-satunya gol ke gawang Huesca.

Lebih lanjut, Hazard juga berulangkali minggir dari lapangan sebab ditimpa cedera yang seolah bergantian ingin menyapanya. Terbaru, ia cedera saat turun di laga kontra Alaves. Nahas, dirinya cedera sebelum laga menginjak menit ke-30. Absensi karena cedera membuat Madrid belum pernah merasakan aksi terbaik pemilik 106 penampilan dan 32 gol bersama tim nasional Belgia itu.

Kesenangan, keriangan, dan keberuntungan di satu kaki Hazard sepertinya tertinggal di Chelsea. Sayangnya, tak ada lagi jalan pulang untuk mengambil satu kaki tersebut. Toh, Frank Lampard kini sudah menggantikannya dengan mendatangkan bintang-bintang anyar yang jauh lebih segar.

Hazard sudah mewujudkan mimpinya untuk bermain di Madrid, tetapi berhenti di titik yang berada di luar kendali dirinya. Berkahnya, Tuhan menganugerahi manusia dengan kesabaran, dan kegigihan. Praktis sisa dua hal tersebut, modal sosok setinggi 175 sentimeter itu buat mengembalikan apa yang tertinggal di Stamford Bridge.

Komentar

This website uses cookies.