AS Roma mendapatkan hasil buruk. Enam pertandingan terakhir Serigala Roma dilalui tanpa kemenangan. Roma hanya mampu mencetak empat gol, dan kemasukan sembilan gol dari enam pertandingan. Selain itu, untuk tim yang musim ini lolos ke 16 besar Liga Champions, Roma adalah klub dengan poin terendah, hanya enam poin. Keterlaluan.
Musim ini dimulai Roma dengan penuh percaya diri. Sempat mengalahkan Juventus 2-1 di kandang, Roma melanjutkan tren positif. Meskipun sempat kalah melawan FC Internazionale, Roma mampu bangkit dan mengalahkan Lazio. Dan itu menjadi kemenangan terakhir Roma. Hingga akhirnya, Roma takluk dari Tim Serie B di Coppa Italia, Spezia, di kandang sendiri.
Rudi Garcia datang dengan membawa perubahan besar. Setelah lama absen dari kejuaraan Eropa, Garcia memberikan efek instan dan membawa Roma dua musim berturu menjadi runner-up. Roma pun memperoleh jatah bermain di Eropa.
Musim ketiga Garcia di Roma, banyak pihak, termasuk saya yang optimis Roma bisa menjadi penantang serius tim manapun untuk meraih scudetto. Bukan tanpa alasan. Tiga musim, adalah waktu yang cukup bagi seorang pelatih untuk menancapkan pondasi permainannya di sebuah klub. Besar harapan Romanisti melihat pondasi Garcia, di musim ini berubah menjadi sebuah istana megah.
Ternyata, sampai menjelang pertengahan musim, Roma terpuruk. Meskipun tidak separah rival sekota, tapi pencapaian enam pertandingan tanpa kemenangan, plus kalah dari tim Serie B adalah hal yang menyakitkan.
Curva Sud Roma pun mulai gerah dengan kondisi ini. Mereka melakukan protes dengan mengirimkan 50 kg wortel ke tempat latihan klub di Trigoria. Mereka juga membentangkan spanduk bertuliskan, “Buon Apetito Conigli!!”, yang artinya, “Selamat Makan, Kelinci!!”. Sebuah sindiran dari suporter. Seakan mengatakan bahwa Roma saat ini ibarat kelinci, bukan Serigala yang menjadi maskot klub.
Tak ada yang bisa disalahkan dalam sebuah kekalahan selain pelatih. Pelatih memiliki tanggung jawab besar ketika klub yang dilatih menerima kekalahan.
Pun dengan kondisi Garcia saat ini. Garcia bertanggung jawab seratus persen dengan kondisi yang memalukan ini. Garcia harus bisa menerima fakta bahwa kegagalan demi kegagalan adalah kesalahan dia. Dia bukan Jose Mourinho yang menyalahkan anak asuhnya ketika kalah.
Semua Romanisti tampaknya setuju kalau Rudi Garcia harus dengan legowo memutuskan untuk mundur dari jabatannya. Dengan permainan membosankan yang tak membuahkan hasil, Garcia harus segera lengser. Bahkan, kami bingung, kami sedang melihat AS Roma bermain, atau Syahrini yang maju mundur cantik.
Yang membuat kita geram adalah Garcia masih diberikan kepercayaan oleh manajemen. Manajemen yang dengan seenaknya mengubah logo klub. Bahkan, suporter membentangkan spanduk, “Hungry for Money”. Mereka memplesetkan slogan Roma, “Hungry for Glory”. Karena mereka merasa manajemen klub saat ini hanya memikirkan uang.
Serie A akan libur sampai Januari. Ada waktu sekitar 2-3 minggu bagi manajemen untuk memikirkan kembali rencana mempertahankan Garcia. Masih ada waktu bagi pelatih baru (semoga), untuk meracik skuat yang mewah ini menjadi mengerikan.
Terlebih, Februari, Roma akan ditunggu raksasa spanyol, Real Madrid. Tentu, tak mengenakkan melihat Roma kembali takluk dengan skor mencolok, dua kali dalam semusim oleh raksasa spanyol.
Sudahlah Garcia, kamu mundur saja!
La Roma Non Si Discute Si Ama