Novan Herfiyana: Jatuh Hati Pada Pengarsipan Sepak Bola Indonesia

Mengapa anda tertarik untuk mengarsipkan sejarah sepak bola Indonesia? Apa yang pertama kali mendorong diri anda untuk melakukannya?

Tak mudah untuk menjawabnya karena prosesnya secara sadar atau tak sadar. Pada awalnya saya hanya ingin mengetahui keberadaan Persib yang disebut-sebut pernah berkompetisi di Divisi I Perserikatan PSSI pada awal 1980-an. Dalam perkembangannya, saya justru memperoleh data Persib yang dianggap dapat “meluruskan” sejarah Persib itu sendiri. Tidak sampai di situ, saya pun mendapatkan surprise dengan memperoleh beberapa penemuan yang ternyata malah mengubah mainstream kisah sejarah sepak bola Indonesia. Tentu tidak semua.

Dari kejadian itu, seolah ada suatu amanat yang mau tidak mau saya harus melakukannya, yaitu mengarsipkan data-data sepak bola Indonesia yang kalau tidak begitu mungkin pada suatu masa kelak akan “membengkokkan” sejarah kembali. Ya, mungkin terlalu berlebihan kalau saya menyebutnya sebagai “wahyu”. Anggaplah itu suatu anugerah Tuhan yang diberikan kepada saya.

(Agar fair, saya selalu berupaya memisahkan saya dan diri saya. Agar tidak jemawa. Agar tidak takabur. Pada suatu masa saya berpikir seandainya saya tidak atau belum terlahir. Mungkin sejarah sepak bola Indonesia akan seperti ini. “Bengkok”. Entah sampai kapan akan terlahir manusia yang akhirnya menelusuri data yang secara mengejutkan justru memperoleh penemuan sehingga bisa “meluruskan” sejarahnya)

Dikatakan sadar/tak sadar karena saya tidak menyadari bahwa sejak 1987, ketika tabloid BOLA dan tabloidTribun Olahraga memuat daftar juara Piala Champions Eropa sejak 1955/1956 membuat saya tertarik pada data olahraga. Hal itu menginspirasi saya untuk membuat daftar juara versi Indonesia, yaitu Kompetisi Perserikatan sejak pertama kali digelar hingga 1987. Dari situlah muncul keinginan untuk menghimpun segala daftar juara dari berbagai event, bukan hanya sepak bola.

Nah, kalau secara sadar justru terjadi ketika saya menelusuri kapan Persib degradasi. Saat itu ada yang menulis 1980 atau 1981. Dari hasil penelusuran ternyata 1979. Dan istilah degradasi pun sebetulnya tidak tepat meskipun hal itu akhirnya tergantung pada sudut pandang masing-masing. Saya sudah mencantumkannya diselfpublishing dan ebook serta artikel yang dimuat di salah satu media, bisa dicek diwww.novanmediaresearch.wordpress.com. Namun, “apes”-nya, saya adalah pendukung Persib (kelak orang-orang menjadi tahu) yang mau tidak mau, mungkin saya harus menerima cap subjektivitas dari pendukung klub lain meskipun kalau mau disimak secara fair, saya bercerita tentang klub-klub lainnya se-Indonesia. Dari penelusuran sejarah Persib itulah saya menemukan beberapa penemuan yang saya sendiri awalnya merasa terkejut karena tidak hanya satu atau dua.

Sejak kapan anda mulai mencari kronik sejarah sepak bola Indonesia?

Ya, itu tadi, mungkin sejak 1987. Kalau secara konsisten, yaitu ketika mengunjungi Balai Arsip Pers Tjetje Senaputra di Bandung dan selanjutnya Perpustakaan Nasional Republik Indonesia di Jakarta, ya sejak 2001.

BACA JUGA:  Cara Orang Thailand Memandang Sepakbola Indonesia

Bisa tolong diceritakan, bagaimana anda melakukan pengarsipan? Mungkin bisa dimulai dari di mana mas Novan mencari arsip kemudian cara pengarsipan yang efektif serta efisien, dengan foto atau bagaimana.

Kegiatan mengarsipkan yang saya lakukan sebetulnya tidak sehebat yang orang lain bayangkan. Sederhana saja. Saya hanya mencatat dan memfotokopi berita-berita sepak bola Indonesia dari hari ke hari. Setelah itu disimpan. Ditumpuk he he.

Ciri khas catatan sejarah yang saya lakukan ialah kronologi, yaitu mengetahui peristiwa apa sebelumnya yang mengakibatkan peristiwa apa sesudahnya sehingga dapat dihindari tumpang tindih antar peristiwa. Hal itu sering terjadi loh. Sudah begitu, uniknya, terjadi kebetulan-kebetulan yang membuat pembenaran-pembenaran sebagai kepastian.

Pada awalnya, saya berkeinginan untuk menelusuri data di kantor redaksi koran Pikiran Rakyat berhubung saya pernah jobtraining di tempat ini. Namun, saya sempat ditolak karena alasan saya hanya iseng mencari data. Entahlah, kalau tujuannya untuk penelitian skripsi atau kepentingan yang jelas mungkin diterima. Saya mengatakan iseng karena awalnya hanya coba-coba. Maklum, saya belum menemukan hasil temuan yang kelak bisa dikembangkan.

Karena keinginan menelusuri sejarah Persib begitu menggebu sampai tak bisa tidur, saya teringat dengan iklan PT Balai Iklan yang di dalamnya tersedia arsip koran Pikiran Rakyat sejak 1973. Di kantor Pikiran Rakyat sendiri saya tahu arsipnya sejak 1975. Karenanya, dimulai edisi Januari 1973, arsip koran itu saya babat habis. Alangkah terkejutnya saya ketika ada fakta-fakta sejarah sepak bola Indonesia yang janggal. Itulah penemuan-penemuan saya yang bisa dikatakan mengubah mainstream sejarah sepak bola Indonesia. Karena edisi sejak 1973 itu sudah dirasa sebagai “media baru”, saya mencoba edisi lama. Muncullah PNRI sebagai area mainan saya yang baru. Selanjutnya Pusat Informasi Kompas di Bandung. Pernah juga mengunjungi perpustakaan daerah provinsi Jawa Barat dan perpustakaan daerah kota Bandung. Sayangnya, di kedua tempat terakhir itu, pada saat itu koleksinya tidak lengkap.

Apakah ada orang yang membantu anda untuk melakukan pengarsipan?

Penelusuran dan pengarsipan ini saya lakukan sendiri. Tadinya juga hanya iseng. Namun, saya kira, kini ada beberapa orang, termasuk media massa, yang makin gencar menelusuri data dari media lama. Bagaimana pun penelusuran dan pengarsipan data ini mengasyikkan karena setiap orang ingin melihat arsip dengan mata kepalanya sendiri.

Apa sebenarnya tujuan anda melakukan itu semua?

Pada awalnya sih bersifat ego sentris, yaitu saya ingin mengarsipkan dan menyusun sejarah Persib. Namun, berhubung memiliki data dan penemuan yang patut diketahui oleh masyarakat pencinta sepak bola Indonesia, saya berupaya untuk bersikap terbuka. Pemikiran saya saat itu, siapa tahu akan ada orang yang menyanggahnya. Tanpa memberi tahu penemuan baru tentu tidak akan muncul tanggapan atau sanggahan. Itu yang tersurat.

BACA JUGA:  Menonton Siaran Sepak bola di Televisi Orde Baru

Kalau yang tersirat atau “terawangan”, karena data saya sudah bersifat nasional, saya teringat kembali pada masa lalu ketika saya membolak balik halaman majalah sepak bola internasional yang menampilkan iklan buku data dan sejarah klub dan turnamen. Saya beranggapan, ah jangan-jangan persepakbolaan, permainan menarik, dan budaya patuh pada aturan, dilatarbelakangi oleh data-data yang diarsipkan. Saya teringat dengan budaya membaca. Siapa tahu kalau data-data sepak bola Indonesia diarsipkan, sepak bola kita bisa sejajar dengan mereka. Kalau dipikir-pikir, alasan ini tak logis. Tetapi bagi saya, bisa-bisa saja. Siapa tahu prestasi klub dan timnas Indonesia pun tercapai karena catatan sejarahnya yang “benar” sudah dirasakan.

Saya lihat, arsip anda menjadi sumber data untuk RSSSF, bagaimana ceritanya?

Saat itu, saya sudah memiliki data dari media cetak. Lalu penelusuran beralih ke media online. Ketemulah situs RSSSF.

Karena di RSSSF terdapat data yang berbeda dengan data saya maka saya pun mempertanyakannya. Lalu terjadilah tanya jawab. Dalam perkembangannya, muncullah data-data saya di RSSSF. Mungkin karena data-datanya dianggap baru dan jalan ceritanya mengena. Tentu tak semua karena data-data saya belum tentu dikirimkan dan bahkan dimuat. Selebihnya, mereka pun punya datanya sendiri. Hal itu terlihat ketika mereka tak jarang mengonfirmasi ceritanya kepada saya sebagai perbandingan. Begitu pun saya kepada mereka.

Terlepas dari itu, saya pun sebetulnya sudah diajak oleh RSSSF dan IFFHS. Saya menyatakan diri tak ikut. Saya bersifat pasif saja. Namun demikian, data saya dijadikan salah satu referensi. Alhamdulillah, sumbernya disebutkan. Salut dengan penghargaan hak ciptanya.

Ada masukan bagi generasi muda yang juga ingin mengarsipkan sejarah klub mereka?

Saya tak menuntut harus ini harus itu. Alami saja. Hampir di setiap bidang profesi, ada tantangannya. Penelusuran data ini membutuhkan minat tersendiri. Saya kira, saat ini sudah ada beberapa orang dan media massa yang melakukannya. Mereka tentu sudah tahu harus berbuat apa. Saya pun tidak mengklaim bahwa saya yang pertama. Bedanya, mungkin saya yang lebih dahulu melakukannya dari apa yang sudah diinginkan pihak lain.

Novan Herfiyana tinggal di Bandung, bisa dihubungi melalui akun twitternya @NovanHerfiyana

Komentar
Akrab dengan dunia penulisan, penelitian, serta kajian populer. Pribadi yang tertarik untuk belajar berbagai hal baru ini juga menikmati segala seluk beluk sepak bola baik di tingkat lokal maupun internasional.