Kesetiaan Seorang Legenda

Sepanjang bursa transfer kali ini beberapa pemain yang sudah dianggap sebagai ikon sebuah klub “terpaksa” pergi meninggalkan klub lamanya. Steven Gerrard, Xavi Hernandez, Andrea Pirlo, Bastian Schweinsteiger, hingga Iker Casillas adalah nama-nama yang sudah pasti menanggalkan jersey lawasnya. Lantas apakah mereka akan dilupakan begitu saja?

Selalu ada tempat bagi mereka yang pernah mengorbankan seluruh keringatnya di lapangan, selalu ada ruang dalam ingatan para penggemar untuk mengenang perjuangan-perjuangan mereka. Nama-nama mereka akan ditulis di buku sejarah klub, terpampang di etalase stadion, akan disebut di antara riuh ramai penonton. Mungkin saja nama mereka tidak akan pernah disebut lagi oleh announcer sebelum kick off pertandingan resmi, namun mereka akan selalu diiingat dan dikenang sebagai seorang legenda.

Status kelegendaan seorang pemain seringkali memang menjadi perdebatan kusir antarsuporter. Baru-baru ini seiring hengkangnya Andrea Pirlo ke New York FC untuk berkiprah di MLS, Milanisti dan Juventini saling mengklaim bahwa Pirlo adalah bagian dari sejarah mereka, Milanisti menyandingkan nama Pirlo ke jajaran para legendanya sebab di San Siro pemain yang identik dengan nomor punggung 21 itu pernah menghabiskan sepuluh tahun karirnya dengan raihan sembilan trofi. Juventini beralibi bahwa di Turin-lah Pirlo menemukan jati dirinya sebagai pesepak bola. Apalagi memang AC Milan sempat “membuang” pria penikmat anggur tersebut.

Baiklah kesampingkan dulu klaim antarsuporter tersebut dan mari mencoba mencari petunjuk bagaimanakah sebetulnya menilai seorang pemain itu pantas disebut legenda.

Tidak sembarang pemain dapat masuk sebagai legenda sebuah klub. Ada alasan dan barometer sendiri pada setiap klub untuk menilai apakah seorang pemain layak untuk dikenang atau malah dilupakan. Misalnya seperti kemampuan yang dimiliki, banyaknya gelar yang diberikan, dan loyalitas.

BACA JUGA:  Harapan di Pundak Seto Nurdiyantoro

Dan penulis kira kesetiaan adalah kriteria utama dan mesti dimiliki oleh seseorang pemain untuk menyandang status tersebut. Status yang memang pantas kita sematkan kepada mereka-mereka yang memilih bertahan ketika sebenarnya ada jalan lain yang menawarkan limpahan trofi dan kemewahan.

One man team seperti Paolo Maldini, Francesco Totti, Ryan Giggs, maupun Santiago Bernabeu dapat digolongkan dalam kategori ini. Tentu juga tidak salah jika menyebut Raul Gonzalez, Iker Casillas, Frank Lampard, Didier Drogba, juga Steven Gerrard sebagai legenda di klub lamanya meskipun di awal dan akhir karirnya mereka pernah dan akan berseragam klub lain.

Nama-nama tersebut tidak hanya memberikan pengaruh yang besar pada sebuah klub. Namun, klub yang dibelanya telah menjadi identitas bagi dirinya pribadi. Coba saja tanyakan pada siapa pun sebutkan satu kata yang dapat menggambarkan seorang Steven Gerrard?

Kesetiaan jugalah yang melatarbelakangi mengapa seorang pemain begitu dicintai oleh sebuah klub, dan memang tidak selalu terkait dengan berapa banyak trofi yang ia berikan, seberapa hebat kemampuannya. Kasus Calciopoli yang membuat Juventus terjerembab ke seri B pada tahun 2006 menyebabkan beberapa pemain bintang semacam Zlatan Ibrahimovic, Gianluca Zambrotta, hingga Patrick Viera memilih hengkang dari kota Turin. Tapi pemain loyalis yang memilih bertahan seperti Alessandro Del Piero, Pavel Nedved, David Trezeguet, Gianluigi Buffon selamanya akan dikenang oleh Juventini, sekali pun, misalnya, mereka tak mampu memberi prestasi.

Antonio Di Natale barangkali tidak mampu memberikan banyak trofi kepada Udinese tapi ketika seorang pemain mampu bertahan ketika banyak klub-klub besar mengiming-iminginya trofi dan gaji yang besar, disebut apakah kalau bukan legenda?

Namun status kelegendaan tidak akan berlaku apabila seorang pemain pindah ke klub rival meskipun pemain tersebut adalah sosok yang pernah dicintai oleh klub lamanya. Luis Enrique barangkali adalah nama yang haram disebut publik Santiago Bernabeu meskipun di sana ia pernah mengahabiskan lima musim sebagai pemain dengan raihan tiga trofi, begitu pula Luis Figo yang dibenci fans Barcelona karena pembelotannya ke Real madrid setelah hampir lima tahun ia menjalani karirnya di Nou Camp. Bahkan ketidaksukaan itu berlanjut dalam laga pemanasan jelang laga final Liga Champion kemarin. Nama Figo yang sempat muncul dalam susunan pemain tim legenda Barcelona langsung dicoret dari susunan pemain setelah pihak Barcelona mengetahui hal tersebut.

BACA JUGA:  Bahasa dan Sepakbola

Pada era saat ini, ada banyak cara yang dilakukan oleh pihak klub untuk mengenang dan berterima kasih kepada para legendanya. Beberapa di antaranya diangkat sebagai pengurus dalam jajaran direksi. Ada pula yang mengenang para legenda dengan membuat replika patung mereka. Bahkan nama-nama semisal Santiago Bernabeu, Giuseppe Meazza, Luigi Ferraris hingga saat ini dipakai sebagai nama stadion.

Status kelegendaan yang disematkan kepada para pemain tidak hanya untuk mengingat jasa-jasa para pemain yang pernah memberikan kejayaan kepada tim yang dibela. Tapi seolah mengingatkan pada kita semua bahwa seyogyanya kenangan memang tidak harus dilupakan.

 

Komentar
Bangunkan saya jika sudah berada di depan Mol Antonelliana, atau saat terdampar di perairan Venezia. Penulis bisa dihubungi melalui akun Twitter @vchmn22.