Musim panas 2017, Juventus resmi mendatangkan kiper berkebangsaan Polandia, Wojciech Szczesny, ke Stadion Allianz. Mahar senilai 12,2 juta Euro (plus tambahan sebesar 3,1 juta Euro tergantung performa) ditransfer I Bianconeri kepada tim yang sebelumnya memiliki Szczesny, Arsenal.
“Ketika kamu bergabung dengan tim sekelas Juventus, kamu pasti sadar bahwa mereka yang telah memilihmu, bukan sebaliknya. Aku sudah menantikan momen ini begitu lama dan merasa sangat gembira karena semuanya jadi kenyataan”, jelas Szczesny seperti dilansir The Score.
New signing. New shirt. 😃 #WelcomeWojciech pic.twitter.com/qIOGYQ4B8l
— JuventusFC (@juventusfcen) July 19, 2017
Saat diperkenalkan kepada publik, aura positif terlihat dari Szczesny yang ketika itu memilih nomor punggung 23. Walau demikian, banyak pihak yang menyayangkan keputusan figur setinggi 195 sentimeter tersebut. Pasalnya, pada saat yang bersamaan Juventus masih dihuni oleh salah satu kiper terbaik di dunia, Gianluigi Buffon.
Anggapan bahwa Szczesny bakal jadi pelapis Buffon semata pun menyeruak. Terlebih kiper veteran nan legendaris itu berulangkali mengungkapkan bahwa dirinya belum ingin cepat-cepat pensiun dari lapangan hijau kendati usianya hampir menembus kepala empat.
Oleh sebagian orang, hal ini dianggap sebagai kemunduran karier dari Szczesny yang sebelumnya jadi pilihan utama di Arsenal, AS Roma, maupun tim nasional Polandia.
Status penggawa cadangan adalah hal pertama yang paling tidak disukai pesepakbola, lebih-lebih mereka yang berposisi kiper.
Alasannya sederhana karena peluang buat tampil di atas lapangan sembari memamerkan kemampuan terbaik begitu minim. Bagi para kiper cadangan, kesempatan mereka beraksi baru muncul saat kiper nomor satu terkena akumulasi kartu atau dilanda cedera.
Apa yang dikhawatirkan khalayak menjadi kenyataan. Di musim pertamanya berseragam Juventus, Szczesny cuma turun di 21 pertandingan pada seluruh kompetisi. Rinciannya berupa 17 laga Serie A, dan masing-masing dua penampilan di Piala Italia serta Liga Champions. Jumlah tersebut masih kalah dari rapor Buffon yang mengawal jala I Bianconeri dalam 34 partai.
Akan tetapi, nasib Szczesny di kota Turin berubah drastis pada musim 2018/2019. Tanpa disangka-sangka, Buffon yang kontraknya sudah kedaluwarsa, dibiarkan pergi ke Paris Saint-Germain.
Apa yang diyakini Szczesny kala menerima pinangan Juventus seakan terbukti. Ya, klub yang dikomandoi Andrea Agnelli itulah yang memilihnya, bukan sebaliknya. Di sini, tentu sebagai suksesor Buffon di bawah mistar.
Pelatih I Bianconeri saat itu, Massimiliano Allegri, mempercayai Szczesny untuk turun di 41 pertandingan pada seluruh kompetisi. Dari kesemuanya, Szczesny yang mulai mengenakan baju bernomor punggung 1 berhasil menjaga gawangnya tetap perawan di 18 laga. Cukup impresif, bukan?
Beberapa tahun silam, ketika rumor bahwa Sang Superman siap gantung sarung selepas Piala Dunia 2018 (sayangnya tim nasional Italia gagal berpartisipasi karena tumbang dari Swedia di fase playoff), menyeruak dua kiper muda binaan Juventus sebagai calon penerusnya. Mereka adalah Emil Audero dan Nicola Leali.
Namun waktu akhirnya memberi jawaban. Baik Audero maupun Leali bukanlah sosok yang dianggap kubu manajemen mampu memegang tongkat estafet dari Buffon. Audero dijual Juventus ke Sampdoria pada 2019 kemarin sedangkan Leali yang kini memakai baju Ascoli dengan status pinjaman dari Perugia dilepas setahun sebelumnya.
Mencari pengganti dari jagoan yang telah menjaga gawang Juventus dari serangan lawan selama nyaris dua dekade memang bukan perkara sepele. Selalu muncul berbagai pertimbangan sampai akhirnya sebuah keputusan dibuat.
Bermodal kemampuan apik dan pengalaman segudang, Szczesny merupakan figur yang paling ideal buat menggantikan Buffon. Wajib diakui bahwa Juventus butuh kiper dengan kualitas paripurna untuk dijadikan andalan baru dan Szczesny memenuhi segala kriteria yang ditetapkan manajemen.
Bahkan ketika Buffon akhirnya mudik ke Turin usai berpetualang singkat di kota Paris pada musim panas 2019, status kiper nomor satu Juventus tetap jadi kepunyaan Szczesny. Pelatih anyar Juventus, Maurizio Sarri, menaruh kepercayaan tinggi buatnya. Sementara Buffon harus menerima realita bahwa dirinyalah yang kini memanggul jabatan kiper pelapis.
Dibantu nama-nama seperti Leonardo Bonucci, Giorgio Chiellini, Merih Demiral dan Mathijs de Ligt yang membangun benteng pertahanan, Szczesny tampil sangat apik dalam menjaga gawangnya dari serbuan musuh.
Penyelamatan-penyelamatan yang sanggup dilakukannya sungguh krusial. Baik saat menghadapi situasi satu lawan satu, melentingkan badan guna menepis bola-bola sulit maupun menggagalkan eksekusi penalti.
Pelan tapi pasti, pengamat yang awalnya menyayangkan keputusan Szczesny buat hijrah ke Turin mulai sadar bahwa pilihannya kali ini tepat sekali.
Menariknya, Szczesny juga mematahkan tradisi kuat Juventus yang sepanjang sejarah klub, lebih sering mempercayai kiper asli Italia.
Terakhir kali I Bianconeri menempatkan kiper asing sebagai pilihan utama adalah permulaan era 2000-an silam kala memboyong figur asal Belanda, Edwin van der Sar.
Apa yang dipamerkan Szczesny selama ini menjadi justifikasi nyata bahwa uang yang Juventus transfer kepada Arsenal tak sia-sia. Terlebih, di usianya sekarang, ada potensi Szczesny bakal menjadi kiper nomor satu mereka hingga beberapa musim mendatang sekaligus menahbiskannya sebagai legenda baru.
Wajib diakui, takhta penjaga gawang di klub yang berdiri 1 November 1897 ini sudah berpindah. Dari sosok legendaris bernama Buffon kepada lelaki yang amat dibanggakan Polandia, Szczesny.