Benteke dan Kutukan No. 9 Liverpool Brendan Rodgers

Gol salto indah Benteke ke gawang Manchester United pada Sabtu malam (12/9), menunjukkan bahwa tuah nomor punggung 9 warisan Ian Rush, Robbie Fowler, dan Fernando Torres masihlah hidup. Dengan salto indahnya Benteke seperti ingin memperlihatkan bahwa kutukan nomor 9 Liverpool di bawah manajer Brendan Rodgers hanyalah kepercayaan primitif belaka, dan tergantung striker yang dipilih oleh manajer untuk mengenakan nomor punggung tersebut.

Nomor punggung pemain bagi klub sekelas Liverpool yang sudah menjuarai lima trofi liga Champions tak hanya berguna sebagai fungsi simbolik dan numerik, akan tetapi juga sebagai perlambang harapan dan sandaran klub akan bakat dan etos kerja pemain yang mengenakan nomor punggung yang ditentukan.

Setiap manajer pastinya tak pernah asal dalam memilihkan nomor punggung untuk pemain. Sayangnya Rodgers yang sudah tiga musim di Anfield ini masih belum bisa memaksimalkan salah satu nomor punggung pemain yang vital, yaitu nomor punggung 9. Rodgers terkesan alergi dengan nomor punggung satu ini, dari musim ke musim ia selalu berjodoh dengan kesialan bila berusaha menafaatkan pemain dengan nomor punggung 9. Tetapi di musim ini Rodgers masih dalam masa penjajakan dengan nomor 9 baru bernama Christian Benteke.

Nomor 9 sebenarnya cukup keramat bagi yang pernah menjadi bagian dari klub yang berdiri di tahun 1892 ini, penyandang nomor ini bisa disebut dari Robbie Fowler, Fernando Torres hingga yang terkini Christian Benteke. Tetapi entah mengapa akhir-akhir ini nomor 9 menjadi nomor punggung yang flop untuk ditinjau permainannya di lapangan terutama di rezim Brendan Rodgers, padahal tak sedikit yang menyandarkan pundi-pundi gol dari pemakai nomor punggung ini.

Nomor 9 Liverpool di millenium baru yang fenomenal mungkin bisa merujuk ke nama Fernando Torres, 50 gol dalam dua musim pertamanya di Anfield menjadikannya pemain idola the kop –sebutan pendukung Liverpool. Tetapi setelah mengalami cedera harmstring pada tahun 2009, penampilan Torres menurun secara kualitas dan kuantitas. Inkonsistensi penampilan Torres berujung pada penjualan termahal Liverpool di Liga Premier Inggris, Torres dijual senilai 50 juta Poundsterling ke Chelsea.

Selepas kepergian Torres, datanglah pengena nomor 9 baru, yaitu Andrew Carroll yang didaratkan dari Newcastle United satu rombongan dengan Luis Suarez dari Ajax Amsterdam. Caroll yang rencana awal Kenny Dalglish akan dijadikan target man dengan disuplai bola matang oleh Stewart Downing ternyata merepetisi kegagalan Torres pada musim terakhirnya. Ia sering membuang peluang emas dan tendangannya sering mencumbu tiang gawang lawan. Gol-golnya pun lebih sering hadir ke jala gawang lawan-lawan yang levelnya lebih rendah, seperti di Piala liga inggris atau Piala FA.

Lalu, pesakitan dalam tulisan ini, Brendan Rodgers, tiba di awal musim 2012/2013. Setelah pengkurasian pelatih kepala oleh manajemen FSG (Fenway Sports Group) yang memiliki saham mayoritas Liverpool. Brendan Rodgers diambil dari Swansea dan terpilih sebagai pelatih kepala Liverpool. Di Liverpool, Rodgers membawa ide-ide permainan baru ke Liverpool, dari umpan-umpan pendek, High Defensive Line, hingga build up dari kiper, di skema baru permainan Rodgers inilah masa depan Andy Carroll tergambarkan.

BACA JUGA:  Benang Merah Masalah Setan Merah

Pada awal musim 2012/2013 terlihat jelas ketidakantusiasan Rodgers terhadap Caroll. Ketimbang memasang Caroll, Rodgers lebih memilih untuk memasang winger muda Liverpool saat itu, Raheem Sterling bersama Fabio Borini untuk mengapit Luis Suarez di tengah. Carroll sekadar dijadikan opsi skema serangan alternatif bagi Rodgers. Pertandingan pertama dan terakhirnya bagi Liverpool adalah saat melawan City di Anfield, di mana saat itu ia dimasukkan oleh Rodgers pada menit-menit terakhir pertandingan dan sundulannya mengenai tiang gawang Manchester City yang dikawal Joe Hart.

Akhirnya Carrol ditransfer ke West Ham United, kepergiannya ke West Ham dibarengi dengan komentar kekecewaannya kepada Rodgers, Carrol berujar, “ia mengatakan padaku,” kau akan menjadi pemain utama di timku,” tetapi kemudian ia tidak pernah memasangku sebagai pemain inti,” ujar Carroll dengan ungkapan penuh kekecewaan.

Berakhirlah era suram nomor 9 dengan pemakai, Andy Carroll. Dan dimulailah petualalangan penuh alergi Brendan Rodgers dengan striker bernomor punggung 9.

Selepas Andy Carroll, datanglah harapan baru bernama Iago Aspas, dibeli seharga 8 juta poundsterling dari Celta Vigo. Sebagai bekas top skor Segunda Division BBVA, dan top skor klub di Primera Divison, Aspas diberi nomor punggung 9 sebagai ikhtisar dari harapan-harapan akan merambatnya performa Aspas di Celta ke Liverpool.

Pramusim Aspas begitu sensasional, ia rutin menjebol gawang lawan sparring partner Liverpool, diproyeksikan oleh Rodges akan berduet dengan Luis Suarez, ternyata penampilan Aspas saat memasuki kompetisi di luar ekspektasi Rodgers. Penampilan impresif selama pramusim hanya berlangsung selama pramusim saja. Saat kompetisi, Aspas hanya berhasil 1 kali menjaringkan bola ke gawang lawan dalam 15 pertandingan.

Banyak faktor yang menyebabkan Aspas gagal bersaing di Inggris, salah satunya ia tampak tidak cocok dengan tempo tinggi dan permainan keras ala Inggris. Berulang kali tampak Aspas kedodoran saat menerima umpan, dan sering dilanggar pemain lawan.

Rodgers kecewa dengan performa Aspas yang tidak memenuhi standarnya, ia ingin striker murni yang layak dipakaikan nomor punggung 9, maka dipinjamkanlah Iago Aspas ke Sevilla, dan didatangkanlah Ricky Lambert dari Southampton pada bursa transfer musim 2014/2015.

Rekam jejak Rickie Lambert yang asli Liverpool dan menjadi top skor klub menjadi daya tarik Rickie di mata para manajer Liga Premier, apalagi ditambah gaya permainan Southampton yang mirip-mirip dengan Liverpool menjadi nilai plus di mata Brendan Rodgers, maka direkrutlah Lambert dengan mahar 4,5 Juta Poundsterling.

Skema permainan umpan pendek dipadu dengan high pressing dan garis pertahanan tinggi ala Southampton dirasa mirip dengan gaya permainan Liverpool, Lambert dituntut cepat nyetel dengan gaya permainan Liverpool pasca-ditinggal Luis Suarez.

Tuntutan manajemen akan adaptasi Lambert didukung dengan didatangkannya Lallana dan Lovren yang diharapkan dapat memperkuat Southampton connection di Liverpool.

Kenyataannya, Lambert tak jadi pilihan utama pada musim kompetisi 2014/2015. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya. Yang pertama, datangnya Mario Balotelli, dan kembalinya Fabio Borini dari masa peminjaman di Sunderland menyebabkan persaingan ketat di sektor depan. Kedua, berubah-ubahnya skema permainan Liverpool, tak seperti musim sebelumnya, Liverpool bolak-balik mengubah-ubah formasi dan skema sampai akhirnya berhenti di formasi 3-4-3 yang dipakai hingga akhir musim.

BACA JUGA:  Dimitri Payet dan Diego Costa: Meletakkan Loyalitas pada Tempatnya

Lalu faktor yang ketiga, Rodgers yang dikaruniai Stiker berlimpah malah lebih memilih Raheem Sterling yang posisi aslinya winger sebagai penyerang tengah daripada memasang Balotelli atau Lambert. Akibat dari itu, Lambert yang hanya bisa dipasang sebagai penyerang tengah hanya sedikit mendapat kesempatan bermain.

Di bursa transfer musim panas 2015/2016 akhirnya Rickie Lambert dilego ke West Bromwich Albion. Lambert mungkin akan lebih “hidup” dan berguna di bawah asuhan Tony Pullis yang gaya permainannya sangat bertumpu pada striker tinggi dan jago bola atas.

Tak butuh lama-lama untuk mencari pengganti Rickie Lambert, manajemen Liverpool langsung menemukan pengganti Lambert dalam diri Christian Benteke, striker raksasa Aston Villa berpaspor Belgia.

Benteke sudah berulang kali membobol gawang Liverpool dalam beberapa kali pertemuan. Tubuh besar tapi gesit, unggul duel udara dan keeping bola yang solid membuat Liverpool yang sudah beberapa kali dipermalukan Aston Villa lewat gol-gol Benteke tak kuasa membendung nafsu menggaet sang striker. Akhirnya uang senilai 32 juta poundsterling menjadi mahar yang harus dibayarkan Liverpool kepada Aston Villa, sang pemilik pemain.

Brendan Rodgers sumringah melihat penyerang termahalnya sejak ia melatih Liverpool datang. Rodgers yang sudah mengincar Benteke sejak dua musim sebelumnya menggaransi Chritian Benteke menjadi starting membernya, dan tak ketinggalan pula nomor punggung 9 yang keramat ia berikan ke Benteke.

Rodgers telah mengupayakan agar Benteke dapat menyatu dengan sistemnya tanpa menghilangkan kemampuan utamanya, yaitu duel udara. Benteke akan diberikan bola-bola atas oleh rekan-rekannya di daerah pertahanan lawan, tapi kemudian bola ia tahan lalu didistribusikan ke rekan setim. Dengan arti lain Rodgers berusaha memanfaatkan potensi utama Benteke untuk kolektivitas tim.

Sampai hari ini Benteke telah mencetak dua gol dalam lima pertandingan, gol keduanya bersama Liverpool musim ini hadir di pertandingan melawan Manchester United. Gol salto indahnya telah membuat pupil mata penonton membesar. Dari sini pendukung Liverpool mulai menaruh kepercayaan kepada segala kemampuan Benteke, sedangkan tim lawan beserta suporternya mulai memberikan kewaspadaan terhadap Benteke.

Christian Benteke akhirnya menjadi pertaruhan Rodgers akan karier kepelatihannya bersama Liverpool, apabila Benteke gagal bersama Liverpool di bawah asuhan Rodgers bukan tak mungkin Rodgers akan dilabeli sebagai perusak striker, dan imbasnya akan banyak penyerang yang ogah bermain di bawah asuhan Rodgers melihat riwayatnya yang sering gagal memanfaatkan potensi No. 9, Striker Murni.

Selain itu striker adalah ujung tombak tim, apabila gagal memaksimalkan ujung tombak tim, keran gol tim bisa menjadi seret dan dapat berdampak pada performa tim secara keseluruhan. Maka bisa saja apabila Rodgers kembali gagal memaksimalkan potensi penyerang No. 9, maka ia dapat membawa kembali Liverpool ke jurang mediokritas. Dan akhirnya berujung pada sebuah pemecatan.

 

Komentar
Jurnalis sekaligus penggemar Serie A yang tinggal di Solo. Dapat disapa dan diajak berdiskusi via akun Twitter @taufiknandito