Bayern Munchen (5-1) Borussia Dortmund: Pep yang Brilian

Setelah imbang di dua laga sebelumnya, Borussia Dortmund harus menang untuk tetap menjaga jarak dengan sang pemuncak klasemen Bundesliga. Namun lawan yang dihadapi kali ini sangat spesial, sang pemuncak klasemen itu sendiri yaitu Bayern Munchen. Laga ini menjadi semakin spesial karena Tuchel mengadopsi sistem el juego de posicion yang merupakan kunci sukses Pep Guardiola selama ini.

Sayangnya, Dortmund sama sekali tidak berkutik di pertandingan ini. Memang ada beberapa isu minor dalam sistem Tuchel, namun hasil akhir dari pertandingan ini sangat dipengaruhi oleh antisipasi brilian Pep berdasarkan situasi di lapangan.

Susunan pemain

Susunan pemain Bayern vs Dortmund
Susunan pemain Bayern vs Dortmund

Tuchel memberikan sedikit kejutan dengan skema dan skuat yang diturunkannya. Mathias Ginter yang bermain cemerlang di posisi fullback kanan digantinya dengan Sven Bender yang dipasang sebagai bek tengah, sementara Sokratis Papastathopoulos digeser ke pos fullback kanan. Di lini tengah yang diisi oleh tiga pemain menggunakan struktur 1-2 bukan 2-1 seperti yang selama ini digunakannya. Gonzalo Castro bermain sebagai no. 8 bersama Ilkay Gundogan di depan Julian Weigl. Sementara itu di lini depan Tuchel memasang trio Henrik Mkhitaryan, Shinji Kagawa dan Pierre-Emerick Aubameyang.

Di kubu tuan rumah, Pep menurunkan skuat seperti yang diperkirakan. Hanya saja ada sedikit perubahan di mana Arturo Vidal digantikan dengan Phillip Lahm. Penggunaan Lahm di lini tengah ini cukup logis mengingat dirinya memiliki pressing resistance yang cukup baik untuk menghadapi sistem pressing Dortmund. Selain itu penggunaan Lahm ini juga untuk memberikan Pep fleksibilitas dalam mengantisipasi situasi di lapangan yang tampaknya sudah disiapkan olehnya.

Laser Pass Boateng

Dortmund mengawali pertandingan dengan menerapkan pressing dalam skema 4-3-3, dengan tiga pemain di lini pertama. Ketiga pemain ini mengorientasikan diri mereka agar progresi dari build-up Munchen tidak melewati halfspace atau area sentral via Alonso. Jarak antarpemain serta jarak antarlini diatur sedemikian rupa sehingga Dortmund memiliki akses bola yang baik serta kompaksi yang terjaga dengan baik. Namun dalam beberapa kesempatan Mkhitaryan dan Aubameyang yang mengapit Kagawa terlalu berorientasi terhadap Boateng dan Alaba. Selain itu Kagawa juga terlalu berorientasi terhadap Alonso. Hal ini membuat Javi Martinez mendapat waktu ekstra untuk memberikan umpan-umpan penetrasi. Hanya saja Javi Martinez tidak memiliki kemampuan untuk melepaskan umpan jauh akurat yang sangat baik. (Untuk selanjutnya umpan jauh akurat ini dapat kita istilahkan sebagai laser pass atau umpan laser. Disebut demikian karena mampu “membelah” blok struktural lawan dengan akurasi yang sangat baik).

Untuk mengeksploitasi situasi ini Alonso harus turun lebih dalam yang memiliki dua konsekuensi. Pertama, akses pressing bagi lini pertama Dortmund akan meningkat seiring dengan Kagawa yang mengikuti Alonso. Kedua, Turunnya Alonso akan mengurangi central pressence yang berguna untuk memanipulasi orientasi penjagaan tiga pemain Dortmund di lini kedua.

BACA JUGA:  Memuji Vincenzo Montella, Sang Dewa Penyelamat Milan

Pada menit ke-20 Pep melakukan sedikit perubahan dengan menukar posisi Javi dan Boateng. Dengan demikian Boateng dapat menggunakan kemampuan laser pass-nya dalam situasi yang lebih baik dan dilakukan dari area sentral. Perubahan kecil ini berbuah pada gol pertama Muller yang berawal dari umpan jauh Boateng. Catatan khusus yang membuat laser pass Boateng sangat efektif pada pertandingan ini adalah pemosisian Roman Burki di mana dirinya sering berdiri terlalu dekat dengan gawang ketika timnya melakukan high pressing. Hal ini membuat ruang yang tercipta di belakang lini pertahanan Dortmund sangat mudah dieksploitasi. Gol cepat Munchen di awal babak kedua yang juga dari umpan Boateng juga menunjukkan pemosisian Burki yang terlalu jauh untuk melakukan sweeping.

Koneksi Mkhitaryan

Salah satu aktor di balik kebangkitan Dortmund musim ini adalah peran baru Henrik Mkhitaryan. Penggunaan Mkhitaryan sebagai needle player yang berperan untuk menghubungkan struktur yang lebih dalam dengan struktur di depan membuat Dortmund dapat keluar dari pressing lawan-lawannya. Namun pada awal babak pertama pertandingan ini, perannya sebagai penghubung kurang terlihat. Dirinya lebih sering berada pada posisi terisolasi dan hanya dapat diakses sebagai outlet serangan.

Susunan pemain yang diturunkan oleh Tuchel dengan Sokratis sebagai fullback kanan pada awalnya mungkin dimaksudkan untuk melakukan build-up yang difokuskan di area halfspaceI kiri, yang merupakan ciri khas Dortmund musim ini.

Situasi build-up yang diharapkan Tuchel.
Situasi build-up yang diharapkan Tuchel.

Gambar di atas menunjukkan bagaimana skema yang diharapkan oleh Tuchel, hal tersebut dimaksudkan untuk mengakses Aubameyang yang berada pada situasi terisolasi di sisi jauh. Apabila hal ini berjalan dengan baik Dortmund akan memiliki keuntungan karena Aubameyang memiliki kecepatan yang sangat baik. Sokratis akan bermain di halfspace kanan ketika fase build-up, sementara Aubameyang berada di sisi jauh. Dortmund akan melakukan overload di sisi kiri dan keluar dari pressing via kombinasi antara Hummels, Mkhitaryan dan Kagawa. Dengan demikian Dortmund akan menciptakan situasi overload yang dapat diakses dengan mudah via Mkhitaryan.

Hanya saja penggunaan Gonzalo Castro sebagai no. 8 bersama Gundogan membuat Munchen lebih mudah untuk mengisolasi Dortmund. Hal ini dikarenakan minimnya outlet yang dapat diakses oleh Mkhitaryan. Castro dan Kagawa sering berada di halfspace yang sama, sehingga yang terjadi adalah situasi overload yang tidak efektif. Atau terkadang Castro berada di posisi yang terlalu dalam sehingga tidak ada koneksi bagi Mkhitaryan. Selain itu pemain yang mendorong mundur lini belakang Munchen berada di sisi yang sulit untuk di akses secara langsung. Sehingga Munchen dapat mengatur lini belakang mereka agar dapat meminimalkan ruang bagi Mkhitaryan.

Line up 2

Tuchel melakukan sedikit perubahan dengan kembali ke skema 4-2-3-1 dan menempatkan Castro sebagai sayap kanan dan Aubameyang sebagai no. 9. Pergantian ini membuahkan hasil yang direpresentasikan dengan sangat baik oleh proses yang mengawali satu-satunya gol Dortmund yang dicetak oleh Aubameyang. Setelah menerima bola Mkhitaryan dapat menemukan pemain bebas yaitu Castro yang berada di halfspace kanan yang kemudian memberikan bola ke Aubameyang di tiang jauh.

BACA JUGA:  Melihat Lebih Dekat Bagaimana Manchester City Memanfaatkan Area Sayap, Half Space, dan Channel di Pertahanan Southampton

Pep bereaksi dengan mengubah skemanya. Formula tiga beknya pada awal laga diganti menjadi empat bek. Phillip Lahm yang semula bermain sebagai no. 8 kembali bermain ke posisi naturalnya sebagai fullback di sisi kanan. Sementara Alaba yang semula sebagai halfback kiri bergeser sebagai fullback kiri. Skema ini memberikan stabilitas yang lebih baik di sisi jauh untuk menghadapi sistem build-up Dortmund.

Untuk mengatasi minimnya central pressence akibat perubahan skema ini, Pep kembali menggunakan jurus andalan yang merupakan inovasi barunya di awal masa kepelatihannya di Munchen. Jurus andalan tersebut adalah peran false fullback di mana Alaba dan Lahm akan bermain di halfspace untuk membantu sirkulasi bola di struktur yang lebih dalam.

Raum-de-Muller

Setelah gol cepat yang dicetak oleh Lewandowski pada awal babak kedua, praktis jalannya pertandingan telah usai. Bahkan intensitas pressing Dortmund tidak lagi dibarengi dengan stabilitas blok strukutural yang baik. Seperti terlihat pada gol ke-4 Munchen di mana Gundogan dan Castro terlambat untuk melakukan ball oriented shifting yang berakibat pada Munchen dapat keluar dari pressing dengan mudah via Lahm. Namun perlu dicermati di sini peran Muller sangat krusial. Dirinya dengan tepat mengidentifikasi ruang yang dapat dieksploitasinya untuk menghubungkan sirkulasi bola di area yang lebih dalam dengan lini depan.

Begitu pula dengan gol terakhir Munchen yang lagi-lagi melibatkan Muller di mana dirinya kembali menemukan ruang untuk menghubungkan sirkulasi bola. Dirinya kemudian memberikan bola ke Costa yang memindahkannya ke Gotze sebelum “bekerja sama” dengan Thiago yang berakhir di gawang Roman Burki.

Muller berperan hampir di semua gol yang dicetak oleh Munchen. Dirinya mampu menemukan ruang yang paling efektif untuk membantu rekan-rekannya terutama yang berada di struktur yang lebih dalam untuk keluar dari pressing Munchen. Sedikit pengamatan yang menarik adalah area yang digunakannya untuk menghubungkan sirkulasi ini berada di sisi kanan. Hal ini bisa jadi berkaitan dengan lambannya ball oriented shifting yang dilakukan oleh Gundogan, karena selama ini Muller juga memiliki tendensi untuk bergerak ke area ini.

Kesimpulan

Sebelum laga dimulai penulis mengharapkan pertandingan akan berlangsung cukup berimbang. Namun Pep ternyata mampu melihat detail-detail kecil yang ternyata menjadi krusial ketika disikapi dengan benar. Dirinya dapat mengakali sistem lawannya yang mencoba untuk mengadopsi sistem permainannya. Pertemuan selanjutnya antara kedua pelatih ini akan menjadi semakin menarik untuk dinantikan.

Komentar