Memusatkan Liga 1 di Kalimantan, Mungkinkah?

Beberapa waktu lalu, asosiasi sepakbola Indonesia (PSSI) mengonfirmasi bahwa kompetisi Liga 1 musim 2021/2022 akan dilaksanakan per 20 Agustus 2021. Sementara ajang Liga 2 mulai dimainkan dua pekan setelahnya.

Kabar tersebut ibarat oase di tengah padang pasir karena kompetisi sepakbola di Indonesia sudah vakum cukup lama. Meski demikian, tak semua pihak optimis dengan apa yang diungkapkan PSSI.

Masih menggeliatnya pandemi Covid-19 di Indonesia disinyalir bisa mengganggu rencana PSSI. Apalagi hal serupa sudah berulangkali terjadi. Alhasil, publik dibuat gigit jari lagi.

Pada 27 Maret 2020 silam, Mochamad Iriawan selalu Ketua Umum PSSI menyampaikan jika kompetisi ditunda dan akan dilanjutkan pada 1 Juli 2020 (untuk kompetisi musim 2020). Segenap stakeholder di bawah naungan PSSl bertemu pada rapat daring sekitar bulan April hingga Juni guna membahas izin dengan pihak Kepolisian.

Dari rapat daring tersebut, diputuskan bahwa per Juli 2020 kompetisi bakal dilanjutkan dan dipusatkan di pulau Jawa. Sayangnya, pada akhir Juli 2020, PSSI mengonfirmasi kalau Liga 1 dan Liga 2 batal dilanjutkan.

Kemudian muncul wacana bila kompetisi dilanjutkan per 1 Oktober 2020. Harapan pun melesat kembali. Namun sayang seribu sayang, wacana yang ada bertahan sebagai wacana. Tak ada yang berubah karena izin Kepolisian tak jua turun untuk menyelenggarakan lagi kompetisi sepakbola.

Pasalnya, dengan rencana kompetisi yang terpusat di Jawa, segalanya jadi keruh. Sebab pulau Jawa menjadi salah satu pusat penyebaran Covid-19 di tanah air. Pihak Kepolisian jelas ogah mengambil risiko yang kelak akan merepotkan mereka juga.

Oktober gagal, muncul rencana untuk menggelar kompetisi pada bulan November. Namun setali uang dengan kisah-kisah sebelumnya, liga tetap saja gagal dilanjutkan.

Keadaan kala itu sangat menyebalkan. Harapan menyaksikan kompetisi sepakbola di Indonesia dibanting sekeras-kerasnya. Sampai akhirnya, PSSI dan seluruh klub peserta sepakat bila Liga 1 dan Liga 2 musim 2020 dihentikan karena force majeure.

Setelah itu, PSSI terus menggodok cara agar kompetisi sepakbola di tanah air bisa diselenggarakan. Terlebih, ada desakan yang muncul dari klub-klub peserta.

Dengan nama Liga 1 dan Liga 2 musim 2021/2022, PSSI coba menghadirkan optimisme bahwa kompetisi dapat bergulir kembali.

Awalnya, bulan Juli 2021 menjadi periode di mana kompetisi akan kembali dihelat. Namun sial, liga kembali diundur beberapa hari jelang tanggal sepak mula yang ditetapkan.

Keadaan ini bikin para suporter klub-klub Indonesia merasa muak. Berulangkali mereka berharap, berulangkali muncul kegagalan memutar kompetisi.

BACA JUGA:  Arsenal dan Narasi Tentang Krisis Identitas

Hingga akhirnya, muncul kembali rencana memanggungkan Liga 1 musim 2021/2022 per bulan Agustus 2021 ini. PSSI terlihat percaya diri sekali, bukan?

Melihat kecenderungan PSSI untuk menggelar kompetisi secara terpusat di pulau Jawa, rasanya wajar kalau Kepolisian tak kunjung memberi lampu hijau.

Benar jika kompetisi yang dihelat di pulau Jawa akan memudahkan para kontestan sebab akses dan sarana yang dibutuhkan tergolong prima.

Walau demikian, rencana menggelar kompetisi di pulau Jawa bisa dikatakan ada pada fase mandek lantaran sebaran Covid-19 yang masif. Hal ini seharusnya bikin PSSI mau memikirkan opsi lain.

Bagaimana kalau kompetisi dipusatkan di daerah lain? Misalnya saja Kalimantan.

Arief Putra Wicaksono selaku Chief Executive Officer (CEO) Nine Sport Inc., mengusulkan bila kompetisi Liga 1 musim anyar dipusatkan di Kalimantan.

Landasan Arief adalah faktor populasi yang tidak terlalu padat dan jumlah stadion yang memadai di sana. Terlebih, animo penonton tak seekstrem di pulau Jawa.

Arief sendiri mengungkapkan bahwa sistem bubble adalah hal yang paling masuk akal untuk dilakukan. Sehingga klub-klub yang beraksi nantinya dikarantina di suatu wilayah.

Usulan Arief memang cukup menarik karena bila dilihat dari data yang dirilis situsweb Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, orang yang positif Covid-19 di sana mencapai 129 ribu (per 9 Agustus 2021). Sementara provinsi tetangga seperti Kalimantan Tengah ada 37 ribu orang terkonfirmasi dan Kalimantan Selatan menembus angka 85 ribu orang.

Bukan soal besar kecilnya angka yang dijabarkan. Namun ini bisa menjadi statistik serta acuan bagi federasi dalam pembuatan izin kompetisi tentunya pada institusi Kepolisian.

Setelah penulis mengulik dari berbagai sumber. Pulau Kalimantan ternyata mempunyai kurang lebih 38 stadion (yang berhasil dihimpun, bukan data resmi) dan tersebar di beberapa provinsi. Antara lain tiga stadion di Kaltara. 10 stadion di Kaltim, 10 stadion di Kalsel, 12 stadion di Kalteng dan Kalbar punya 3 stadion.

Kendati demikian, tak semua stadion dapat digunakan, utamanya di Kaltara. Begitu juga di Kalbar yang kebanyakan stadionnya tak terawat. Sementara di Kaltim ada sembilan stadion yang layak pakai, dan di Kalteng serta Kalsel total ada lima stadion.

Dalam hemat saya, 14 stadion yang berada di Kaltim, Kalteng, dan Kalsel sudah cukup untuk menggelar kompetisi dalam format bubble. Asumsinya, ada sembilan laga dalam satu pekan.

BACA JUGA:  Apa Salah Menghujat dalam Sepak Bola?

Tersisa tiga provinsi. Setelah dicermati dari berbagai sumber. Kaltim bisa setidaknya sampai 9 stadion, Kalsel 3 stadion serta Kalteng 2 stadion. Total 14 stadion. Sudah lebih dari cukup untuk menggelar liga jika diasumsikan terdapat 9 laga dalam satu pekan.

Seperti dikutip dari Gantigol tentang Rumitnya Mengurus Rumput Stadion Sepakbola di Indonesia, setidaknya dibutuhkan waktu 10 hari agar rumput bisa beristirahat dan bernapas setelah digunakan dalam suatu pertandingan.

Untuk menghasilkan rumput dengan kondisi prima, umumnya, lapangan hanya bisa dipakai satu kali dalam seminggu. Ini dilakukan supaya rumput tidak stres dan pertumbuhannya menjadi terhambat.

Kalimantan barangkali tetap meragukan. Terlebih fasilitas yang ada di sana belum sepenuhnya mumpuni. Namun menggelar kompetisi Liga 1 di pulau terluas di Indonesia tersebut bisa mengubah wajah Kalimantan secara umum.

Berkaca pada regulasi stadion yang dikeluarkan induk organisasi sepakbola Asia (AFC), terutama poin transportasi dan rumah sakit, menyatakan bahwa lokasi stadion tidak boleh berjarak lebih dari 200 kilometer dan waktu tempuhnya tidak boleh lebih dari 150 menit . Maka beberapa stadion di bawah ini sudah sesuai regulasi tersebut.

Mengingat transportasi yang akan dipakai adalah kendaraan bus. Beberapa stadion di atas tampaknya tidak bermasalah jika dipakai.

Tidak sampai di situ, bagaimana jarak antara stadion satu ke stadion lainnya? Apakah jarak tempuh akan jauh?. Jika dilihat dari citra satelit Google Maps, jarak antar stadion terdekat adalah Stadion Sempaja ke Stadion Segiri yaitu 5,6 kilometer.

Sedangkan jarak antarstadion terjauh adalah Stadion Aji Imbut ke Stadion Muara Taweh yaitu 441 kilometer dengan waktu tempuh kurang lebih 10 jam perjalanan darat.

Hal itu bisa digambarkan seperti peta di bawah ini.

Setelah penjabaran di atas, semestinya Liga 1 bisa dilakukan di pulau Kalimantan. Apakah pemain akan kelelahan dengan keadaan jalur darat di Kalimantan? Penulis rasa akan sama saja seperti di Jawa. Toh, masing-masing klub akan memakai transportasi bus juga.

Bila Jawa terlalu risikan untuk dijadikan tempat penyelenggaraan bubble Liga 1, mempertimbangkan Kalimantan adalah suatu keharusan.

Tak sekadar melancarkan penyelenggaraan kompetisi, PSSI juga bisa mengubah stigma Jawasentrisme yang terlewat kuat serta menunjukkan bahwa Kalimantan, memiliki sarana dan prasarana yang memadai untuk menjadi pusat penyelenggaraan kompetisi sepakbola nasional.

Komentar
Refraksionis optisien yang menanti adanya tur stadion di Indonesia. Bisa disapa via akun Twitter @RanahAnanda