25 April 1995, pemuda kelahiran Salerno, Italia, yang akan menginjak usia 24 tahun hanya dalam dua bulan itu menghembuskan nafas terakhirnya. Namanya Andrea Fortunato dan saat itu ia sedang berada di trek yang tepat untuk menjadi suksesor Antonio Cabrini baik di Juventus maupun tim nasional (timnas) Italia. Sayang, pneumonia (radang paru-paru) secara tragis merenggut Fortunato dan semua harapan akan dirinya dari sepak bola Italia.
Andrea Fortunato lahir pada 26 Juli 1971 dari keluarga kelas menengah Salerno yang cukup mapan. Seandainya pun ia gagal menjadi pesepak bola profesional, ia sudah punya cadangan karier, yakni sebagai akuntan. Namun, bakat dan kemampuannya yang luar biasa pada akhirnya memang mengantarkannya ke dunia sepak bola profesional. Bersama Como, Fortunato memulai karier profesionalnya pada tahun 1988 di usia yang ke-17.
Lariani (julukan Como –red) pertama kali tertarik kepada Fortunato saat sang pemain masih berusia 14 tahun. Sejak saat itulah, Fortunato memutuskan untuk mencoba mengejar peruntungan di dunia sepak bola pro hingga akhirnya mendapatkan kesempatan debut tiga tahun sesudahnya. Pada musim perdananya, ia mendapat kesempatan bermain sebanyak 16 kali.
Pada akhir musim 1990/91, Como terdegradasi ke Serie C1 dan Fortunato – yang sebelumnya memang sudah berhasil menarik perhatian beberapa klub yang lebih besar – akhirnya hijrah ke Genoa. Namun, Fortunato tidak langsung berhasil menembus tim utama I Grifoni yang masih memiliki bek timnas Brasil, Branco sebagai bek kiri andalan. Fortunato, yang memang tidak sabaran, akhirnya harus rela dipinjamkan ke Pisa setelah bertengkar dengan asisten pelatih Genoa, Sergio Madde.
Sergio Madde, bersama bosnya, Osvaldo Bagnoli, akhirnya memutuskan untuk hijrah ke Internazionale pada musim 1992/93. Fortunato pun ditarik kembali oleh manajemen Genoa setelah pelatih baru mereka, Bruno Giorgi, menjanjikan posisi starter kepadanya. Keputusan Giorgi pun tak salah. Bersama Christian Panucci, Fortunato menjelma menjadi salah satu pemain kunci dan sekaligus menahbiskan dirinya – bersama Panucci – sebagai salah satu prospek cerah persepakbolaan Italia.
Musim 1993/94, Panucci dan Fortunato harus berpisah jalan. Sang bek kanan hijrah ke Milan, sementara sang bek kiri merapat ke Turin. Juventus, yang belum kunjung mampu mendapat pengganti sepadan Cabrini memutuskan untuk meminang Fortunato dengan mahar 10 miliar lira. Ekspektasi Giovanni Trapattoni, pelatih Juventus kala itu, terhadap Fortunato memang sangat tinggi. Tanpa ragu, kostum nomor 3 yang sebelumnya identik dengan Cabrini, diberikannya pada Fortunato.
Gaya bermain Fortunato memang serupa betul dengan pendahulunya itu. Tanpa kenal lelah, pemain bertinggi 178 cm itu menyisir sisi kiri lapangan. Berbekal daya jelajah tinggi serta akurasi umpan kaki kiri yang mematikan, pemain temperamental itu sontak menjadi idola para Juventini. Pada musim pertamanya bersama Juventus itu pula lah, Fortunato akhirnya berhasil mendapat panggilan ke timnas Italia dari Sang Maestro, Arrigo Sacchi.
22 September 1993. Dalam sebuah laga pra-Piala Dunia melawan Estonia di Tallinn, Fortunato mendapat cap pertama (dan satu-satunya) bersama timnas Italia. Ketika itu, ia didapuk sebagai pengganti Paolo Maldini yang berhalangan tampil. Pada pertandingan yang dimenangi Italia 3-0 tersebut, Fortunato menunjukkan bahwa ia adalah sosok yang tepat untuk menjadi cadangan sekaligus penantang serius Maldini sebagai bek kiri timnas. Bahkan, ketika itu, Sacchi secara serius mempertimbangkan nama Fortunato sebagai salah satu nama yang akan diberangkatkan ke Piala Dunia 1994.
Namun, secara perlahan, Fortunato mulai menunjukkan gejala sakit yang kemudian berpengaruh besar pada penampilannya di lapangan. Pada akhir musim pertamanya, secara tiba-tiba, Fortunato seperti kehilangan energinya begitu saja. Ia tak mampu berlari tanpa kenal lelah seperti sebelumnya. Media dan para penggemar pun bukannya tak sadar akan penurunan performa ini. Para penggemar tersebut bahkan menyalahkan Fortunato atas tersingkirnya Si Nyonya Tua di ajang Piala UEFA.
Pada ajang pramusim jelang musim 1994/95, kondisi Fortunato semakin memburuk. Ia pun akhirnya dilarikan ke rumah sakit setelah mengalami kelelahan hebat usai menjalani salah satu laga pramusim. Di situ kemudian terungkap bahwa ia mengidap leukemia.
Menyebut berita tersebut sebagai berita yang mengejutkan adalah sebuah understatement. Siapa yang menyangka, pemain dengan gaya bermain seperti Fortunato, tiba-tiba saja jatuh sakit dengan penyakit mematikan? Meski akhirnya mampu menjelaskan mengapa performa Fortunato anjlok, tetap saja rasanya sulit untuk memercayai bahwa leukemia adalah penyebabnya.
Proses pengobatan serta pemulihan leukemia Fortunato memakan waktu kurang lebih sembilan bulan. Awalnya, sebelum mendapat donor sumsum tulang, ia harus bolak-balik menjalani kemoterapi di Perugia. Setelah melalui proses yang panjang, Fortunato akhirnya mendapat donor sumsum tulang dari ayahnya dan operasinya pun berjalan lancar. Kondisinya pun perlahan semakin membaik dan akhirnya diperbolehkan untuk meninggalkan rumah sakit demi menghadiri wisuda adik perempuannya.
Pada 22 Februari 1995, Fortunato akhirnya berhasil kembali ke tim utama. Ia dipilih oleh Marcello Lippi ke dalam tim yang dipersiapkan untuk menghadapi Sampdoria, meski ia tidak bermain. Segala sesuatunya pun seperti kembali ke normal bagi Andrea Fortunato.
Namun, Fortunato kembali menemui jalan terjal setelah ia dinyatakan mengidap pneumonia. Setelah berhasil memenangi pertarungan melawan leukemia, energi Fortunato seperti sudah habis. Ia gagal memenangi pertarungan ini hingga akhirnya meninggal dunia sehari sebelum laga antara Italia dan Lithuania di Vilnius. Laga yang dimenangi oleh Italia itu pun didedikasikan untuk Fortunato.
Andrea Fortunato dimakamkan di Salerno. Pada hari pemakamannya, sekitar 5.000 orang datang untuk memberi penghormatan terakhir, termasuk para pemain Juventus, Salernitana, dan figur-figur penting sepak bola Italia lainnya. Pada akhir musim, Juventus berhasil meraih gelar ganda. Gelar juara Serie A dan Coppa Italia yang dimenangi I Bianconeri juga didedikasikan kepada Fortunato. Scudetto Fortunato.
20 tahun berselang, nama Fortunato masih dikenang, terutama oleh mereka yang sempat menyaksikannya bermain. Untuk Andrea Fortunato, mengutip pernyataan Gianluca Vialli, “Semoga di surga sana ada tim sepak bola di mana kau bisa terus berlari dan bermain bola dengan gembira. Hormatku kepadamu, saudaraku, Andrea Fortunato.”