Kedua tim memainkan formasi dasar yang identik; sama-sama berdasarkan bentuk 4-3-3. Perbedaannya, 4-3-3 Barcelona lebih asimetris ketimbang Real Madrid.
Susunan pemain Barcelona vs Real Madrid
Di lini belakang, Luis “Lucho” Enrique memainkan Dani Alves dan Jordi Alba di sisi kanan dan kiri, mengapit duo bek tengah, Javier Mascherano dan Gerard Pique. Pergerakan pemain di lini ini, terutama ketika Barca membangun serangan dari lini belakang dan berprogresi ke sepertiga tengah lawan, menjadi penyebab pertama keasimetrisan bentuk Barca.
Dani Alves terlihat lebih berposisi ke depan ketimbang Alba dan membuat Barca membentuk formasi 3-5-2/3-4-1-2. Karena dari lini depan, Lionel Messi pun selalu turun ke area 10 atau 8, bahkan 6, ketika Barca mulai memainkan bola di sepertiga tengah.
Dari lini gelandang, Sergio Busquets bermain sebagai no. 6 yang menopang dua no. 8 yang juga mendapatkan peran berbeda dikarenakan Messi sering kali bergerak ke area tengah juga half-space, Ivan Rakitic yang terlihat bergerak lebih melebar dibanding Messi. Pemain Kroasia ini yang mengisi half-space atau sisi sayap yang ditinggalkan Messi.
Dalam fase penciptaan peluang, orientasi pergerakan Rakitic lebih vertikal ketimbang Andres Iniesta yang bermain lebih sebagai support (pendukung yang bermain di pos yang lebih dalam, baik 8 atau 10). Iniesta lebih banyak bergerak ke sayap atau half-space, yang sifat pergerakannya horizontal.
Zinedine Zidane memainkan pola dasar 4-1-4-1 yang juga berakar dari 4-3-3. Di belakang ia memainkan Dani Carvajal, Marcelo, Sergio Ramos dan Pepe. Kedua bek sayap mendapatkan tugas tambahan ketika Real berpenetrasi ke sepertiga akhir.
Marcelo dan Carvajal kerap bertukar area kerja dengan kedua sayap, Gareth Bale dan Cristiano Ronaldo. Contoh paling gampang “ditangkap” mata adalah kedua bek sayap bergerak ke tengah melalui half-space ketika kedua sayap serang mengokupansi sisi sayap dan sebaliknya. Dalam penugasan semacam ini, Marcelo tampak lebih sering memainkannya ketimbang Carvajal, sesuatu yang sudah dilakukanan oleh Marcelo sejak era Carlo Ancelotti.
Di tengah, Casemiro berperan sebagai no. 6 sementara Luka Modric dan Toni Kroos bermain sebagai sepasang no. 8. Perbedaan antara Casemiro dan Busquets terlihat ketika kedua tim mencoba membangun serangan (build-up) dari belakang. Di Barca, bila memungkinkan, Busquets menjadi akses vertikal progresi serangan. Di Real berbeda, Toni Kroos-lah yang sering kedapatan turun ke half-space kanan untuk menjemput bola (bukan Casemiro). Luka Modric, dalam fase ini, lebih banyak mengokupansi pos no. 8.
Di lini depan, Ronaldo dan Bale, yang mengisi pos 7 dan 11, dalam kesempatan tertentu bertukar posisi dan mencari kesempatan penetrasi ke kotak 16 Barca, melalui area sayap, baik melalui dribbling atau umpan silang melambung.
Karim Benzema sendiri bermain sebagai no. 9 yang salah satu tugasnya adalah membayangi Busquets berusaha untuk mencegahnya mendapatkan suplai ketika Barca membangun serangan dari belakang.
Strategi dan taktik
Barcelona, seperti yang sudah-sudah, akan selalu mencoba membangun serangan dari lini belakang. Dalam fase ini, bila memungkinkan, Real akan melakukan pressing blok tinggi. Bila tidak memungkinkan, Real cenderung membiarkan Benzema di atas untuk secara keseluruhan mereka masuk ke pressing blok menengah.
Kompaksi pertahanan mereka jauh lebih stabil dan terjaga ketimbang apa yang Real perlihatkan dalam El Clasico jilid pertama.
Dalam El Clasico terbaru, Benzema menjadi pemain yang berperan sebagai gelombang pressing pertama. Orientasi awalnya adalah kepada bek tengah Barca yang memegang bola.
Contoh, saat Pique menjadi pemegang bola, Benzema akan memberi tekanan kepada Pique sembari menutup jalur umpan pada bek tengah lainnya. Alternatif lain, Benzema bergerak sedikit lebih ke bawah untuk membayangi Busquets, mencegah no. 6 Barca tersebut mendapatkan akses bola yang nyaman.
Di lini tengah, sistem pressing Real adalah zonal-marking yang berorientasi kepada pemain lawan (man-oriented). Yaitu sebuah sistem penjagaan zonal yang mana masing-masing pemain Real menjaga zona masing-masing (zona individu) dan baru akan menempel ketat siapa pun pemain lawan yang masuk ke dalam zona individu tersebut. Zonal-marking yang diterapkan Zidane merupakan zonal-marking standar yang sering kita lihat di tim-tim lain.
Yaitu, kedua sayap serang berorientasi pada dua bek sayap lawan. Sementara kedua no. 8 berorientasi kepada no. 8 lawan. Casemiro sendiri, yang mengokupansi area di belakang dua no. 8, sering kali berorientasi pada Messi dikarenakan si alien kerap bergerak ke tengah, ke pos 10 atau 8.
Sirkulasi bola Barca cukup stabil di sekitar sepertiga tengah, dikarenakan pergerakan Messi atau Neymar, bila diperlukan, membuat Barca mampu menciptakan struktur posisional yang saling berdekatan dan menjamin selalu tersedianya jalur umpan. Dengan 5 pemain di lini kedua (lini tengah) Barca menciptakan kestabilan sirkulasi. Tetapi kemudian hal ini juga menimbulkan beberapa masalah minor, menyebabkan terhambatnya progresi mereka.
Faktor tersebut ditambah kompaksi pertahanan, sangat membantu Real. Dalam fase bertahan mereka, lini tengah Real sering kali mampu mempertahankan keunggulan jumlah pemain ketika mereka menghadapi Barca yang mencoba masuk ke sepertiga akhir dalam bentuk dasar 3-5-2.
Salah satu contoh, 3 pemain tengah + Benzema menghadapi 3 pemain Barca, Messi, Busquets dan Rakitic. Hal ini juga disebabkan karena Iniesta atau Neymar berposisi terlalu jauh di sisi kiri ditambah kurangnya kehadiran pemain di zona 14 Barca (zona 5 Real). Kalau pun posisi Neymar/Iniesta tidak terlalu jauh, akses keduanya terhadap bola sudah mampu diamankan oleh sayap serang Real.
Kompaksi pertahanan Real juga terlihat ketika mereka mencoba melindungi intermediate-defence, yaitu area bertahan di depan lini belakang. Ada kalanya Barca mampu menempatkan 3-4 pemain di celah ini. Baiknya pergerakan ke depan, oleh bek, atau pergerakan mundur, oleh lini tengah, membuat Real mencegah Barca berprogresi ke dalam kotak 16.
Luka Modric dengan kesadaran bertahan yang sangat bagus. Ia menjaga Messi, memotong bola, melakukan serangan balik sebelum dilanggar keras.
Dengan ketatnya Real di sekitaran area tengah, Barca mengkombinasi serangan mereka dengan mencoba menciptakan ruang dari sisi sayap. Tetapi ball-oriented shifting-formation atau pergeseran horizontal formasi berdasarkan letak bola milik Real sangat terjaga.
Mereka mampu menciptakan overload di sisi bola berada sembari menjaga okupansi terhadap 3+1 ruang horizontal, yaitu sayap, half-space di sisi bola berada serta area tengah sebagai 3 ruang utama plus half-space jauh.
Walaupun masih terlihat beberapa celah, dalam transisi bertahan pun, Real mampu mencegah Barca menciptakan peluang-peluang bagus. Lepas dari peluang Neymar di depan gawang serta pelanggaran Ramos kepada Messi di babak pertama, sistem pertahanan Real termasuk sangat mampu mengurangi progresi bola Barca. Jelas terlihat terjadi perbaikan besar ketimbang El Clasico di putaran pertama.
Bagaimana dengan pertahanan Barca?
Dalam fase bertahannya, Barca menghadapi sebuah tim yang memainkan sepak bola yang lebih direct (langsung). Lagi-lagi kita harus melihat bagaimana Real menyerang. Sangat berbeda dengan juego de posicion-nya Lucho, Zidane memainkan serangan dengan tujuan agar bola lebih cepat mencapai lini serang.
Contoh, ketika bola berada di sepertiga tengah, kerapkali terlihat Real memainkan bola silang dari half-space ke sisi sayap jauh untuk langsung mencapai posisi di mana Bale atau Ronaldo berada. Cara bermain seperti ini sering mubazir dalam pertandingan ini, dikarenakan selain struktur posisional, secara keseluruhan, yang kurang mendukung.
Dalam banyak momen, pemain-pemain belakang Barcelona mampu memotong umpan seperti ini dikarenakan posisi target terlalu dekat dengan pemain Barca di sayap jauh. Faktor lain, pressure Barcelona di area yang lebih depan mencegah pengumpan mendapatkan ruang dan waktu yang cukup untuk melalukan umpan tepat sasaran.
Pertahanan Barca sendiri juga sangat tertolong oleh banyaknya salah umpan di sekitar lini belakang dan pos 6 mereka. Kesalahan umpan Real membuat Barcelona banyak melakukan intersep dan recovery (mengontrol bola liar).
Di sisi lain, karena seringnya Real “membiarkan” trio serang mereka (BBC) bergerak masuk kotak 16 dalam transisi serang, struktur pertahanan Barca pun menyesuaikan diri. Ada 4 pemain belakang yang menghadapi trio BBC sementara lini tengah Barca berorientasi kepada lini tengah Real yang menahan gerak vertikal mereka. Kondisi ini membuat terciptanya situasi 4v3 bagi Barca di belakang dan 3v3 di lini tengah.
Dalam beberapa momen, kalau pun eksekusi peluang Real mampu diblok, bola liar yang dibuang lini belakang Barca direbut kembali oleh pemain-pemain Real di pos 8 atau 6.
Babak kedua
Sampai 20-25 menit awal babak kedua, pertahanan Barca kerap kali dengan mudah menghentikan serangan balik Real yang terdiri dari 3 pemain utama. Sampai sejauh ini, belum banyak perubahan terjadi.
Hanya saja, di sepanjang babak kedua, bisa terlihat bahwa ketika Real mencoba berprogresi dengan lebih banyak pemain, contoh Marcelo dan Kroos berposisi dekat dengan lini serang sekaligus kotak 16 Barca, serangan Real tampak sangat menjanjikan. Sebuah hal yang alami, karena dengan banyaknya pemain, opsi umpan pun semakin banyak, potensi mempertahankan penguasaan bola pun meningkat
Di babak kedua, Messi masih menjadi playmaker yang menjelajah pos 6, 8, 10 dan 9. Sergio Busquets tetap mampu bermain dengan cirinya selama ini. Ia mampu melindungi bola dengan baik serta umpan satu sentuhannya yang akurat kerap kali terlihat.
Dari Real, di samping pemain-pemainnya terlihat cocok dengan sistem pertahanan Zidane, dua isu (lama) masih terlihat. Yang pertama, Cristiano Ronaldo. Ada kalanya ia dengan disiplin mengokupansi sayap kiri, mengamankan area di depan bek kiri. Tetapi di momen lain ia memutuskan untuk meninggalkan posnya dan berdiri jauh di depan, membiarkan Dani Alves dan Rakitic bergerak ke sisi kiri Real, dari posisi seharusnya ia berada dalam sistem pertahanan Real yang berbasis 4-1-4-1.
Isu lain adalah kesadaran spasial dalam pertahanan Real. Barca beberapa kali mampu mendapatkan akses vertikal dalam usaha progresi mereka dikarenakan 2 hal, yaitu pressure pemain-pemain (no.8) Real yang dilakukan terburu-buru di depan serta Casemiro yang mundur jauh ke belakang karena berfokus pada Messi.
Dua hal ini menyebabkan jarak vertikal yang begitu besar antara Casemiro dan kedua no. 8. Celah vertikal ini yang (seharusnya) bisa dimanfaatkan Barca tetapi cepatnya lini belakang dan lini di depannya untuk kembali merapat menggagalkan penetrasi Barca ke kotak penalti.
Barca bukannya bebas dari isu serupa, dalam sebuah momen pada menit 79 memperlihatkan bagaimana penempatan posisi Busquets, Arda dan Iniesta malah menciptakan ruang besar di depan lini belakang yang dimanfaatkan Benzema untuk menjadikannya akses vertikal.
Lewat Benzema Real berprogresi yang berakhir pada kontroversi dianulirnya gol Gareth Bale karena ia dituduh melanggar Jordi Alba. Tetapi selain faktor struktur posisional dari pihak Barca yang terlalu jauh ke depan, pengambilan posisi lini serang Real dalam skema serangan juga berperan mengeksploitasi celah vertikal seperti yang dimaksud di atas.
Barca pernah mengalami hal serupa yang pada akhirnya menjadi salah satu penyebab kalahnya mereka dari Sevilla pada awal musim ini.
Barca tanpa permainan posisional
Barca tanpa permainan posisional? bagaimana bisa?
Begini, usaha Barca masuk ke half-space atau tengah pertahanan Real pada dasarnya merupakan tugas yang sulit karena kompaksi pertahanan Real. Hal ini menjadi makin sulit karena Lucho tidak menampilkan struktur posisional yang mendukung overload dalam situasi spesifik. Overload di sini diperlukan untuk menghadapi rapatnya struktur pertahanan Real.
Pep Guardiola pernah mencontohkan bagaimana memainkan pergeseran formasi secara horizontal untuk membangun overload yang baik dalam pertandingan menghadapi Juventus di Turin yang berakhir 2-2.
Saat itu, Pep memerintahkan Thiago Alcantara dan Arturo Vidal untuk bergerak ke area di mana bola berada, baik di sisi kanan maupun kiri lapangan, didukung oleh bek sayap dan sayap serang, di masing-masing sisi, yang membuat Bayern mampu menciptakan superioritas jumlah atau juga superioritas posisional yang berkelanjutan yang membuat mereka bukan hanya mampu mempertahakan sirkulasi horizontal tetapi sekaligus berprogresi.
Penutup
Perbaikan besar diperlihatkan Real-nya Zidane dibandingkan apa yang pernah ditampilkan Rafa Benitez di El Clasico pertama. Zidane mampu membangun kompaksi yang lebih stabil juga koneksi individu yang lebih ideal dalam skema serangan.
Karena gol penentunya, Cristiano Ronaldo sangat mungkin menjadi man of the match resmi pilihan La Liga.
Tetapi melihat peran pemain di sepanjang laga, Luka Modric terbukti berperan sangat krusial. Bagaimana ia melakukan kombinasi cepat dengan Casemiro, Kroos dan Benzema menjadi pengawal serangan balik cepat Real di gol penyama skor. Bagaimana ia menjaga pemain-pemain Barca yang masuk ke wilayahnya mampu dilakukannya secara konsisten. Selain itu, penempatan posisinya dalam sistem pressing Real pun secara umum pun sangat baik.
Walaupun bukan El Clasico yang terbaik tetapi edisi ini membuktikan bahwa Zidane memiliki potensi. Sebuah potensi yang bisa dinilai dari bagaimana kompaknya struktur pertahanan yang dibangun dan ditampilkannya kali ini.