Mendukung Liverpool Memang Menyenangkan

Sedari kecil kita pasti penasaran bagaimana sensasi ketika menaiki wahana roller coaster. Sensasi ketika berada di atas ketinggian puluhan meter, meliuk-liuk, naik turun atau bahkan berputar-putar melewati setiap lintasan.

Permainan ini membuat jantung masing-masing kita berdegub lebih kencang, persis seperti jatuh cinta. Anehnya, permainan seperti ini sangat kita nikmati. Meskipun tak sedikit pula yang menetapkan blacklist pada wahana ini karena takut.

Jika Anda  mengikuti sepak bola sejak 2005 atau sepuluh tahun lalu, Anda pasti akan menjumpai salah satu final Liga Champions paling mendebarkan dan dramatis. Tertinggal sejak menit pertama dan hingga berakhirnya babak pertama, Liverpool tak mampu memberikan perlawanan berarti.

Skor 3-0 di babak pertama bagi lawan dan di panggung semegah final Liga Champions, bukanlah hal yang bisa dengan mudah dibalikan. Sebagian besar pendukung AC Milan saat itu pasti sudah jemawa. Dan Liverpudlian tentu sudah pasrah dan hanya berharap final ini tak berakhir lebih buruk lagi.

Namun, The Kop berhasil membalikkan keadaan. Mencetak tiga gol dalam kurun waktu enam menit untuk menyamakan kedudukan, tentu merupakan prestasi luar biasa. Puncaknya terjadi di adu tos-tosan di mana Andriy Shevchenko secara mengejutkan tampil sebagai penentu kemenangan Liverpool.

Para pendukung Liverpool pun bisa bersorak layaknya pendukung lawan di babak pertama. Perasaan mereka pasti campur aduk. Sudah terlanjur frustasi, eh malah diberikan kejutan berlebihan dari klub idola. Siapa yang bisa melupakan hal tersebut? Bahkan meskipun ia bukan seorang fans The Reds.

Beberapa tahun setelah kejadian tersebut, The Kop memberikan kejutan lagi. Tak hanya bagi Liverpudlian, tapi kepada dunia. Mereka rela menjual mesin gol utama mereka, Fernando Torres ke klub rival, Chelsea. Lantas  segera mengganti El Nino dengan Luis Suarez dan Andy Carrol. Keputusan yang tentunya mengagetkan bagi siapa pun.

BACA JUGA:  Kocar-Kacir karena Corona dan Pentingnya Nyawa Manusia

Seluruh dunia tahu kapabilitas seorang Fernando Torres. Ia menjadi juara Eropa 2008 dan Dunia 2010 bersama Spanyol. Bagaimana perasaan fans Liverpool mendengar striker kesayangannya pergi begitu saja, tentu sudah bisa kita bayangkan. Heran dan bingung. Meskipun manajemen bergerak cepat dengan mendatangkan Suarez dan Carrol.

Namun, sekali lagi keputusan manajemen The Kop terbukti ampuh. Suarez berhasil menasbihkan diri sebagai andalan baru dalam lini penyerangan Liverpool. Bersama Daniel Sturridge, ia bahu membahu mendaratkan Liverpool ke level atas.

Manisnya lagi, Torres bersama klub barunya tampil melempem. Bahkan tak mampu menceploskan bola ke gawang Manchester United yang kosong. Dan andai saja Steven Gerrard tak terpeleset, pendukung Si Merah tentu tak akan lagi diolok-olok tentang gelar juara Premier League.

Memang, untuk urusan menjadikan hasil suatu pertandingan lebih dramatis, rival mereka, Manchester United tentu lebih sering disebut. Bahkan, mereka terkenal memiliki Fergie time.

Namun, itu terjadi saat ditukangi Sir Alex Ferguson. Dan tidak dengan hari ini. Di mana, kini tiap pertandingan The Red Devils justru disikapi dengan rasa frustasi akan filosofi yang tak kunjung membuahkan hasil oleh para pendukungnya.

Apa yang dirasakan oleh pendukung United saat ini tentu berbeda dengan yang sedang dirasakan penggemar Liverpool di seluruh dunia. Mereka berada pada rasa frustasi lebih lama dibanding sepuluh menit terakhir suatu pertandingan.

Terakhir, Liverpool memecat Brendan Rodgers dan menggantinya dengan Juergen Klopp. Hal ini tentu disyukuri oleh setiap insan pencinta Liverpool. Pasalnya, Rodgers tak bisa berbuat banyak untuk mengatrol posisi Liverpool. Memang, ia sempat mendaratkan Liverpool di urutan 2, tapi ini hanya sekali saja. Selebihnya, Liverpool tak kunjung beranjak dari papan tengah.

BACA JUGA:  Napas Sepuluh Musim Sami Hyypiä

Kehadiran Klopp pun menjadi buah bibir seantero Inggris. Liverpool dibawanya mengalami bulan madu dengan permainan apiknya yang dibumbui dengan taktik gegenpressing. Mereka sanggup mengalahkan Chelsea dan Manchester City.

Sayangnya dalam tiga pertandingan terakhir The Kop hanya sanggup meraih dua kemenangan dan sekali kalah. Yang patut disyukuri adalah tak ada suara sumbang dari pendukung sendiri.

Tapi, bukankah memang seharusnya para pendukung tenang? Mereka hanya perlu percaya terhadap klub idolanya. Toh mereka sanggup membalikkan ketinggalan 3-0 di babak pertama untuk menyamakan kedudukan di babak kedua dan di final Liga Champions sepuluh tahun lalu.

Mereka juga sanggup menggantikan peran Torres dengan menghadirkan Suarez. Terakhir, mendatangkan Klopp untuk menggantikan Rodgers.

Dengan sederet kebijakan yang memberikan kejutan itu, bukankah menyenangkan untuk mendukung Liverpool?

 

Komentar
Mahasiswa Ilmu Komunikasi UNS dan sempat magang di Harian Bola.