Transfer Ilmu Tak Harus dengan Naturalisasi

Isu terkait naturalisasi sejumlah pemain dari Brasil ramai dibicarakan akhir-akhir ini. Kabarnya ini adalah jalan pintas yang luar biasa untuk menghadapi Piala Dunia U-20 yang akan dihelat tahun 2021 mendatang. Indonesia sendiri berstatus sebagai tuan rumah.

Konon, naturalisasi pemain muda ini adalah proyek dari federasi sepakbola Indonesia, PSSI. Tak hanya penggemar sepakbola nasional saja yang berkomentar mengenai hal itu. Para pelaku sepakbola sendiri melakukannya, banyak dari mereka yang bahkan bertanya-tanya mengenai urgensi naturalisasi tersebut. Mulai dari pelatih Fakhri Husaini, hingga mantan pemain seperti Agung Setyabudi dan Ponaryo Astaman sudah berkomentar terkait isu ini.

Bahkan Ketua Komisi X DPR, Syaiful Huda, mengkritik keras PSSI tentang rencana menaturalisasi sejumlah pemain muda dari Brasil.

“Rencana naturalisasi pemain yang diletupkan PSSI bertentangan dengan dengan filosofi olahraga Indonesia. Langkah itu ibarat jalan pintas yang hasilnya belum tentu sesuai dengan ekspektasi”, ungkap Syaiful seperti dilansir Republika.

Naturalisasi sebenarnya bukan hal baru dalam persepakbolaan Indonesia. Namun setidaknya, selama ini pemain yang dinaturalisasi adalah mereka yang memiliki darah keturunan. Andai bukan pemain keturunan, pemain tersebut sudah tinggal lama di Indonesia dan mempunyai keluarga asli Indonesia (umumnya istri).

Di tengah krisis prestasi yang dialami Indonesia, awalnya pemain-pemain naturalisasi memang menghadirkan asa lebih. Contoh nyata bisa kita lihat dari kiprah Cristian Gonzales yang nyaris membawa Indonesia jadi kampiun Piala AFF 2010. Performa Beto Goncalves dan Ilija Spasojevic saat memakai baju tim Garuda juga tak buruk-buruk amat.

Tetapi di luar itu semua, pengetahuan publik akan sosok Gonzales, Beto, dan Spasojevic yang memang sudah lama berkarier di Indonesia, membuat proses naturalisasi mereka tidak mengalami kendala berarti dan tak mendapat protes keras. Hal berbeda tentu dihadapi pemain-pemain muda Brasil yang konon akan dinaturalisasi PSSI dalam waktu dekat.

Ganjil rasanya jika untuk tim nasional U-20 saja sudah mencoba proyek naturalisasi. Pasalnya, tim nasional U-20 adalah bibit-bibit muda yang kelak jadi tulang punggung tim senior. Bukankah ini sama artinya dengan pembenahan tata kelola sepakbola usia dini yang kudu dikebut? Ya, dengan tata kelola yang lebih terstruktur dan detail, Indonesia bisa mengikuti jejak negara-negara kelas wahid di kancah sepakbola dalam hal produksi pemain berkualitas.

BACA JUGA:  Jangan Ada Penundaan Kompetisi

Alhasil, timnas takkan pernah kekurangan bakat-bakat dengan kualitas apik. PSSI juga tak perlu repot mengutarakan alasan bahwa naturalisasi dibutuhkan sebagai transfer ilmu. Jika dipersentasekan, kira-kira berapa persen transfer ilmu dari pemain-pemain yang selama ini telah dinaturalisasi? Apakah ada perubahan signifikan yang mereka bawa atau mereka justru terbawa tabiat dan gaya main sepakbola ala Indonesia?

Bila PSSI bersikukuh bahwa naturalisasi yang dijalankan memiliki tujuan untuk transfer ilmu, apalagi kelima pemain yang akan dinaturalisasi berasal dari Brasil yang merupakan salah satu negara sepakbola top, maka ada hal-hal lain yang sepantasnya mereka lakukan.

Menggunakan Jasa Pelatih Asing

Sekarang tim nasional memiliki pelatih hebat asal Korea Selatan, Shin Tae-yong. Percayakah kalian jika sosok yang satu ini tidak membagikan ilmunya kepada para pemain atau bahkan pengurus PSSI? Dengan tanggung jawab besar, bisa dipastikan Shin membagikan seluruh pengetahuan yang ia miliki. Baik dari sisi teknis seperti taktik, etos kerja, pendekatan personal sampai hal-hal non-teknis layaknya program diet.

Salah satu akar masalah kenapa sepakbola kita masih begitu-begitu saja adalah seberapa besar keinginan pemain untuk mengikuti program yang ditetapkan pelatih? Jika mereka tidak disiplin, maka hasilnya pun nol besar.

Betul jika PSSI memiliki target, tetapi untuk sampai di sana, Shin tentu punya caranya sendiri. Baiknya, hal itu yang diikuti dan diterapkan. Bukan sedikit-sedikit mengancam akan memecat pelatih bila tak mampu memenuhi target. Mental instannya itu mbok dibuang dulu.

Pemain Asing di Liga Lokal

Walaupun persepakbolaan Indonesia memiliki cukup banyak masalah, tapi nyatanya banyak juga mantan pemain eks klub Eropa yang berlaga di sini. Mulai dari Roger Milla, Michael Essien, Danny Guthrie, Peter Odemwingie sampai Mohammed Sissoko.

BACA JUGA:  Ini Kandang Kita: Perjalanan Panjang Mengukur Tim Terkuat dengan Analisis yang Akurat

Artinya, Liga Indonesia memiliki daya tarik sehingga pemain-pemain itu mau berkarier di sini. Oleh karenanya, momen-momen tersebut seharusnya bisa diambil sebagai ajang mencuri ilmu dari pesepakbola lokal. Misalnya saja dengan mencari tahu program latihan apa yang biasa diterapkan mereka guna meningkatkan kemampuan, menu diet apa yang mereka pakai untuk menunjang kondisi fisik dan sebagainya.

Jangan malah memengaruhi mereka dengan kebiasaan-kebiasaan yang tak elok seperti malas latihan, jajan sembarangan dan makan makanan yang gizinya tidak mencukupi kebutuhan sebagai atlet.

Mengekspor Pemain ke Luar Negeri

Selain orang asing bermain di Liga Indonesia, PSSI juga perlu mendorong pesepakbola nasional untuk mencicipi peluang merumput di negeri orang. Sepanjang pengetahuan saya, baru ada Egy Maulana Vikri, Witan Sulaiman, dan Yanto Basna yang saat ini bermain di luar negeri.

Beradaptasi dengan lingkungan baru memang tidak mudah, apalagi ada kendala bahasa dan semacamnya. Namun tantangan macam itu harus ditaklukan pemain Indonesia jika ingin berkembang lebih jauh. Ya, sepakbola bukan sekadar fisik semata karena sebetulnya ada peran inteligensia tinggi di dalamnya, baik secara internal maupun eksternal.

Kalau pemain-pemain Indonesia sanggup melakukannya dan berkesempatan menimba ilmu sebanyak-banyaknya dari luar negeri, tentu saja kualitas sepakbola nasional bisa ikut terdongkrak.

PSSI Harus Bercermin

Pada akhirnya, isu naturalisasi kelima orang Brasil masihlah rumor. Lagi pula untuk menaturalisasi pemain tidaklah mudah prosesnya karena ada banyak syarat yang harus dipenuhi. Kalau pun pemain naturalisasi tim nasional U-20 memang diperlukan dan menjadi kenyataan, semoga ada efek positif jangka panjang yang didapatkan.

Di sisi lain, PSSI sebagai induk dari persepakbolaan di Indonesia wajib bercermin bahwa kunci majunya sepakbola Indonesia bukanlah naturalisasi pemain, melainkan pembinaan sepakbola usia dini yang terstruktur dan jelas. Dengan begitu, kita takkan kekurangan sumber daya pemain yang kelak dapat menghadirkan prestasi dan mengharumkan nama bangsa.

Komentar
Penggemar sepakbola yang bisa disapa via akun Twitter @ikhsanfirdauss