Dari sekian klub sepakbola profesional di region Lombardy, AC Milan dan Internazionale Milano (dari provinsi Milan), merupakan tim yang paling populer sekaligus bergelimang prestasi. Kehebatan mereka seolah menutupi keberadaan klub-klub asal Lombardy lain semisal Atalanta (provinsi Bergamo), Brescia (provinsi Brescia), Como (provinsi Como), dan Varese (provinsi Varese). Namun kini, ada satu kubu yang layak beroleh puja, siapa lagi kalau bukan Atalanta.
Sejak musim 2018/2019 kemarin, gebrakan luar biasa dipamerkan oleh Atalanta. Di bawah arahan Gian Piero Gasperini, tim yang berdiri tahun 1907 itu tampil sangat eksepsional guna merebut status kesebelasan terbaik dari kawasan Lombardy.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, La Dea berhasil finis di peringkat tiga klasemen akhir Serie A, di atas Inter (posisi empat) dan Milan (peringkat lima). Mereka pun berhak tampil di ajang Liga Champions musim berikutnya. Performa Josip Ilicic dan kawan-kawan di musim kemarin juga semakin paripurna karena sukses melenggang sampai final Piala Italia walau akhirnya takluk dari Lazio.
Berkat itu semua, Atalanta dibanjiri pujian. Terlebih, materi skuad mereka tergolong biasa-biasa saja. Selain Ilicic, penggawa reguler La Dea adalah Alejandro ‘Papu’ Gomez, Robin Gosens, Hans Hateboer, Jose Luis Palomino, Mario Pasalic, Marten de Roon, Rafael Toloi, dan Duvan Zapata.
Jika dikomparasi dengan nama-nama seperti Marcelo Brozovic, Samir Handanovic, serta Milan Skriniar atau Hakan Calhanoglu, Gianluigi Donnarumma, hingga Suso yang menghuni kubu Inter dan Milan, skuad Atalanta masih kalah pamor.
Kenyataannya, hal itu bukan penghalang bagi Gasperini. Lewat pemilihan strategi dan pendekatan psikologis yang tepat, ia sanggup mengeluarkan kemampuan terbaik dari seluruh anak asuhnya.
Aksi hebat Atalanta di musim lalu ternyata berlanjut di musim ini. Sampai giornata ke-26 (La Dea baru memainkan 25 pertandingan), mereka duduk manis di peringkat empat klasemen dan berpeluang mentas lagi di Eropa pada musim depan.
Silakan tengok berapa kali mereka menggulung lawannya dengan skor-skor telak di sepanjang musim 2019/2020?
Sementara dalam debutnya di ajang Liga Champions, Ilicic dan kolega berhasil mengukir rekor atas nama mereka sendiri setelah melaju ke babak perempatfinal. Di fase 16 besar, Atalanta menggusur wakil Spanyol, Valencia, dengan agregat 8-4. Fantastis? Sudah pasti.
Padahal langkah mereka di fase grup, sebelum akhirnya lolos ke 16 besar, juga tidak mudah karena selalu tumbang dalam tiga pertandingan awal. Ajaib? Tentu.
The warriors from Bergamo never give up ⚔️ pic.twitter.com/OSyLhf1pL9
— Italian Football TV (@IFTVofficial) March 10, 2020
Atalanta sendiri mempersembahkan kemenangan mereka atas Valencia bagi seluruh masyarakat Bergamo yang sedang berada di situasi sulit gara-gara sebaran Corona yang sungguh masif di Italia. Seperti yang kita ketahui, Pemerintah Italia menetapkan kawasan Lombardy sebagai area tertutup guna menekan sebaran Corona.
“Bergamo this is for you! Never give up”.
Atalanta players dedicated their historical win in Champions League to the city of Bergamo – difficult situation there because of Coronavirus. 🇮🇹👏🏻 @ChampionsLeague #Atalanta pic.twitter.com/7FsnwJ08Og
— Fabrizio Romano (@FabrizioRomano) March 10, 2020
Siapa sangka kesebelasan liliput yang sering dipandang sebelah mata justru menghadirkan kisah paripurna di Liga Champions musim ini?
Prestasi tersebut membuat nama klub yang berkandang di Stadion Gewiss Arena ini melambung dan semakin sering dibicarakan publik. Pun begitu dengan sejumlah penggawanya berikut sang allenatore, Gasperini.
Di tengah persaingan klub-klub mapan dalam memperebutkan trofi Si Kuping Besar, Atalanta hadir memberikan warna baru yang menyilaukan sekaligus menyegarkan. Kans mereka jadi kampiun mungkin tipis, tapi siapa yang tak kagum dengan perjalanan mereka sejauh ini?
Saya pun percaya bahwa suporter klub Italia lain, entah itu Juventini, Interisti, Romanisti, Laziale sampai Milanisti atau bahkan pendukung Barcelona, Bayern Muenchen, Chelsea, Liverpool serta Real Madrid dengan senang hati memperhatikan kiprah ciamik Atalanta.
Atalanta bukan lagi dongeng yang direka manusia guna memenuhi asa mereka tentang si miskin yang sanggup mendobrak kemapanan. La Dea membuktikan kepada kita bahwa cerita-cerita heroisme memang nyata adanya walau mewujudkan semua itu bukan persoalan mudah.
Layaknya nasihat klasik, tim besutan Gasperini mengajari kita bahwa kerja keras dan determinasi, bisa membuahkan hasil manis bila dilakukan secara kontinyu dan penuh tekad. Bahkan merobohkan segala kemustahilan dan ketakutan yang seringkali menggerogoti pikiran manusia sebelum melaksanakan sesuatu.
Selama ini, Atalanta dikenal sebagai pabrik pemain muda berbakat. Kapasitas mereka dalam menelurkan sekaligus mengasah kemampuan talenta belia memang sudah kesohor dan tak perlu diragukan lagi.
Alessandro Bastoni, Mattia Caldara, dan Andrea Conti merupakan alumnus akademi Atalanta yang penampilannya cukup melesat akhir-akhir ini.
Bahkan kalau harus menarik garis sejarah, kita bisa menemukan nama Angelo Domenghini, Roberto Donadoni, Ivan Pelizzoli dan Alessio Tacchinardi sebagai jebolan akademi yang karier profesionalnya gemilang.
Akan tetapi, performa yang disuguhkan Atalanta dalam beberapa musim pamungkas bareng Gasperini, sedikit demi sedikit, bakal mengubah sudut pandang kita terhadap mereka. Bagaimanapun juga, La Dea, layaknya para Dewi yang pernah ada, memang pantas dipuja.