Penggemar sepakbola mengenal nama Real Madrid sebagai kesebelasan sarat sejarah yang dihuni pria-pria hebat dengan gelimang prestasi.
Akan tetapi, ketika beralih pada kesebelasan perempuannya yakni Real Madrid Femenino, yang bisa ditemukan cuma kebalikannya. Tim kemarin sore, tak banyak prestasi meski punya nama besar.
Nama boleh sama, tetapi sejarah amat berbeda. Popularitas Real Madrid Femenino, mesti diakui, memang terkerek berkat sejarah panjang nan mengilap dari kesebelasan prianya.
Terkadang Madridistas atau fans bola pada umumnya masih beranggapan jika menyandang nama Real Madrid, maka reputasinya pasti mentereng.
Akan tetapi, bila Anda mengikuti perkembangan sepakbola perempuan di Eropa sana, Anda pasti mengerti jika pemahaman itu salah.
Anggapan itu pula yang kemudian menjadi bumerang untuk Real Madrid Femenino yang baru berdiri sekitar satu setengah tahun.
Klub ini tidak lahir dari rahim Los Blancos melainkan hasil akuisisi klub lain untuk kemudian diberi nama Real Madrid Femenino serta berjuluk Las Blancas.
Proses akuisisinya sendiri menghadirkan kisah kontroversial. Maka wajar kalau banyak pihak yang tidak suka dengan keberadaan tim asuhan David Aznar.
Kendati kualitas skuad dan prestasinya berbeda jauh, tetapi beban yang dirasakan Real Madrid Femenino lantaran nama yang mereka sandang sudah begitu besar.
Orang-orang acap tak peduli dengan kenyataan yang ada. Hanya karena punya nama yang sama, maka segalanya juga harus sama.
Padahal Las Blancas masih butuh banyak waktu untuk berproses dan bisa menjadi kekuatan utama dalam kancah sepakbola perempuan di Negeri Matador maupun Benua Biru.
Tidak heran jika banyak yang menyebut bahwa fans dari klub ibu kota Spanyol ini bertipe penuntut dan berisik. Mereka selalu menginginkan yang terbaik sebagai pengejawantahan status.
Alhasil, publik merasa jika kemenangan dan trofi adalah hasil mutlak bagi Real Madrid maupun Real Madrid Femenino.
Bahkan para jurnalis di Spanyol juga ikut memperberat beban tanggung jawab tim perempuan.
Dalam setiap kesempatan serta wawancara dengan penggawa Las Blancas, selalu saja ada pertanyaan seperti, “Bagaimana rasanya membela klub sebesar Real Madrid (Femenino)?” atau “Apa Anda merasa gugup setiap memakai seragam putih tersebut?”
Makin menyesakkan, muncul pula pertanyaan seperti, “Berapa trofi yang menjadi target klub musim ini?” dan “Apakah Anda mengharapkan El Clasico yang sengat dengan Barcelona (Femeni)?”.
Padahal jurnalis-jurnalis tersebut sedang mewawancarai pemain Las Blancas yang seperti telah disebutkan sebelumnya, masih berusia belia.
Bisa dibayangkan bukan tekanan yang mereka rasakan?
Selalu terbersit kekhawatiran terhadap para pemain andalan seperti Misa RodrÃguez, Maite Oroz, Teresa Abelleira, Olga Carmona, dan kawan-kawan setiap berhadapan dengan pertanyaan macam itu.
Sekali lagi, jangan samakan Las Blancas dengan Los Blancos. Keduanya berbeda. Kubu pertama belum menciptakan sebuah sejarah besar sebagai entitas.
Belum ada rak atau kabinet berisikan berbagai silverwares yang bisa dibanggakan atau dipamerkan.
Belum ada transfer megabintang seperti Luis Figo, Zinedine Zidane, David Beckham, Cristiano Ronaldo atau Eden Hazard yang dibuat tim perempuan seperti yang dilakukan tim pria.
Lebih jauh, tak ada yang namanya El Clasico antara Real Madrid Femenino dengan Barcelona Femeni.
Membandingkan Las Blancas dengan Blaugranes yang sudah berdiri lama dan punya segudang prestasi laksana membandingkan berlian dan pasir.
Barcelona Femeni lebih superior dalam hal apapun dari Real Madrid Femenino. Bahkan dibandingkan Atletico Madrid Femenino saja, kelas Las Blancas masih tertinggal.
Menyandang nama Real Madrid lebih banyak mendatangkan sisi negatif karena membuat tim perempuan yang baru seumur jagung dibanding-bandingkan.
Mereka selalu dituntut untuk menang dan menghadirkan trofi juara. Seolah-olah, tak ada ruang untuk kegagalan.
Para pemain bakal selalu diawasi performanya. Bila ada hal-hal yang tak sesuai dengan ekspektasi, mereka pasti akan muncul sebagai headline berita.
Sisi positifnya, para pemain memiliki semangat lebih untuk membuktikan diri bahwa mereka bisa menjadi bagian pengukir sejarah bagi Real Madrid Femenino. Dengan kata lain, ‘Madridismo’ akan membakar semangat mereka.
Bagi Real Madrid Femenino sendiri, situasi yang mereka hadapi memang amat berat. Namun di sisi lain, itu juga bisa memacu perkembangan mereka baik secara individu maupun kolektif.
Satu yang perlu diingat, semua pihak harus memberi ruang dan waktu kepada Real Madrid Femenino untuk berproses. Dari situlah nanti kita bisa menilai kemampuan dan kualitas mereka.
Los resultados nunca traicionan los esfuerzos. Hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha.
Hasta El Final Vamos Las Blancas!
#HalaMadrid