Belajar Tata Kelola Sepak Bola yang Baik dari Football Manager

Tak dapat dipungkiri bahwa Football Manager (FM) merupakan permainan simulasi manajemen sepak bola terbaik yang pernah ada di muka bumi ini. FM menawarkan berbagai macam fitur guna menjadikan seorang pemain game tersebut merasakan sensasi menjadi seorang manajer sepak bola yang ditugaskan untuk mampu mengembangkan sebuah tim.

Mulai dari perencanaan taktik, mengatur jadwal latihan, jual beli pemain, hingga tata kelola keuangan klub. Dan pastinya tujuan utama dari kesemuanya ini adalah meraih gelar bagi klub yang dimanajeri.

Penulis sendiri amat menyukai game besutan Sport interactive ini. Sejak pertama kali memainkannya di edisi FM 2009 lalu, penulis sedikit banyak mengetahui proses membangun sebuah tim agar mampu berprestasi dibutuhkan banyak komponen yang saling bersinergi guna mencapai hasil yang maksimal.

Mulai dari struktur organisasi klub, seperti asisten pelatih, pelatih kiper, pelatih fisik, physioterapi, pemandu bakat, dan lainnya hingga struktur penunjang kegiatan sepak bola, seperti stadion dan fasilitas latihan.

Di game yang popularitasnya mampu menyaingi game The Sims dalam kategori game simulasi ini, sebagai manajer, kita pun dihadapkan sebuah realita yang tak jauh dari dunia nyata.

Misalnya mengenai fasilitas latihan. Di game FM ada label “State Of The Art Youth” untuk fasilitas tempat latihan dan “Top Training Youth” untuk fasilitas pengembangan pemain muda sebagai fasilitas penunjang terbaik di dunia. Bila di hitung dengan skala, kedua label tersebut masing-masing memiliki poin 10/10.

Dari jutaan klub yang ada di FM, hanya ada beberapa klub yang memiliki dua label ini. Di antaranya Manchester United (MU), Manchester City (MC), Chelsea, Real Madrid, Shakhtar Donetsk, dan Dynamo kyiv.

Sedangkan di Indonesia, sebagai contoh kita ambil Persib Bandung sebagai tim juara Indonesia Super League (ISL) musim 2014 ini pada FM keluaran terbaru, yakni FM2016, Tim berjuluk Maung Bandung hanya memiliki label “Below average” untuk fasilitas tempat latihan dan “Poor Youth facility” untuk fasilitas pengembangan pemain muda yang artinya bahwa kedua fasilitas tersebut hanya berskala 3/10 dan 1/10. Parahnya, rata-rata tim di Indonesia kedua fasilitas tersebut masih kategori “Basic” yang berarti ada di skala 2/10.

Bila kita melihat dari FM, maka tata kelola sepak bola di Indonesia dapat dikatakan masih jauh tertinggal bila tidak ingin dikatakan amburadul. Minimnya fasilitas yang ada membuat banyak pemain tak bisa mengoptimalkan kemampuannya dan yang lebih parah adalah banyak talenta muda yang ada di tim U-21 sulit berkembang lantaran minimnya fasilitas penunjang yang tersedia.

Untuk mengejar ketertinggalan ini, FM tentu punya solusi untuk masalah ini. Berikut penulis jabarkan solusi agar tata kelola sepak bola di negeri ini menjadi lebih baik. Setidaknya ada empat faktor penting yang harusnya dapat diubah atau diperbaiki.

  1. Kejelasan Struktur Organisasi Klub

Struktur organisasi menjadi penting di klub. Masing-masing individu yang memiliki jabatan di klub memiliki peran yang sama vital. Apa peran manajer, apa peran pemandu bakat, dan lain sebagainya. Di Indonesia, struktur organisasi yang ada tidak jelas. Bahkan sering campur aduk.

Misalnya Arsenal. Sebagai Manajer, Arsene Wenger menjadi orang yang paling penting di Arsenal. Ia menjadi pemegang keputusan tertinggi mulai dari taktik, porsi latihan pemain, hingga jual beli pemain.

Wenger tak sendirian, misalnya dalam menentukan pembelian pemain, pria berkebangsaan Prancis ini dibantu oleh para pemandu bakat Arsenal, seperti Steve Rowley, Martin Keown, hingga Pat Rice untuk mencari talenta muda terbaik dari seluruh dunia. Sesuai filosofi klub, yakni mencari talenta muda berbakat dari seluruh dunia dan dilatih untuk menjadi pemain bintang di masa depan. Terakhir, The Profesor, julukan Wenger bahkan merekrut Ben Wrigglesworth, pemandu bakat dari klub Leicester City agar mampu mencari pemain bintang dari liga kasta bawah.

“Apa gunanya menonton pemain Real Madrid atau Barcelona. Apalagi ketika pemandu bakat memberitahu Anda tentang Karim Benzema bahwa ia adalah pemain kelas dunia. Yang diperlukan sekarang adalah menemukan pemain terbaik di tim dan pemandu bakat Leicester bisa dijadikan sebagai contoh bagaimana menggoda sejumlah pemain seperti Jamie Vardy, Riyad Mahrez, dan N’Golo Kante,” cetus Wenger dikutip dari Sindonews.

Hal berbeda terjadi di Indonesia. Tak jelas siapa manajer, siapa pelatih. Di Persija misalnya, Ferry Paulus sering kali terlihat berada di bench pemain. Padahal statusnya adalah chairman, tapi bertindak seperti manajer. Hal seperti ini tak hanya dilakukan oleh Ferry Paulus, tapi juga tokoh di klub lain, Anda pasti bisa menebak siapa yang punya kebiasaan seperti ini.

Perihal adanya pemandu bakat yang dikontrak profesional juga masih jarang ditemui di Indonesia. Kemungkinan baru Persib atau tim-tim ISL saja yang melakukannya.

Kebanyakan pencarian pemain hanya dilakukan dari mulut ke mulut atau bahkan hanya melalui tahap seleksi singkat dan waktu yang mepet dengan dimulainya kompetisi. Alhasil, hal ini juga berpengaruh kepada pemain muda yang ada sebagai regenerasi klub hanya berasal dari klub-klub internal, bahkan belum tentu semua pemain berasal dari klub internal dapat memperkuat tim utama.

Solusinya, bila ingin seperti Arsenal atau klub besar lain, mulai sekarang perjelaslah sktrukur organisasi di klub. Hal ini menjadi pekerjaan rumah besar di Indonesia. Apalagi, di negara ini, tiap tahun, terkadang pemilik PT atau manajemen yang menaungi klub sering berubah-ubah kepengurusannya. Bahkan ada sengketa tentang keabsahan suatu badan hukum.

  1. Pentingnya Peran Director of Football

Di FM, fitur Director of Football (DOF) mulai diperkenalkan di FM 2013. Sama halnya di dunia nyata, perang DOF menjadi amat penting. DOF sedikit banyak memiliki peran layaknya manajer, beberapa DOF statusnya merupakan atasan dari manajer.

Ia merupakan penghubung antara keinginan pemilik klub dengan manajer. Misalnya dalam hal mengurusi kebijakan jual beli pemain, pencarian staf kepelatihan, bahkan sampai menjadi pemandu bakat pemain muda.

Contoh DOF paling tokcer di FM adalah Fabio Paratici dari Juventus. Sama halnya di dunia nyata, ia sangat cerdik mencari pemain dan menjual pemain, serta memantau pemain muda berbakat yang bisa direkrut.

Dari jual beli pemain, misalnya, Arturo Vidal, Andrea Pirlo, dan Paul Pogba adalah hasil kinerja Paraciti. Vidal dibeli Juve dengan harga murah (10, 5 juta euro) dan menjualnya ke Bayern Munchen dengan harga mahal (40 juta euro). Lalu yang Pirlo dan Pogba justru didatangkan secara gratis ke Juve. Namun, gratis bukanlah sembarang gratis. Keduanya menjelma menjadi pemain yang  kontribusinya sangat besar. Bahkan Pogba kini memiliki nilai jual sebesar 260 juta euro.

Di Indonesia, peran DOF masih langka, bahkan mungkin belum ada. Kebanyakan pemain dibeli sesuai dengan keinginan pemilik klub. Sebagai contoh, pemilik Pusamania borneo FC (PBFC), Nabil Husein justru mendatangkan pemain terlebih dahulu sebelum menunjuk pelatih kepala, yakni Basri Badusalam, meski sebelumnya sang pelatih sudah terlebih dahulu menjabat sebagai asisten pelatih di PBFC.

Solusinya, perlu orang yang cakap dalam menangani jual beli pemain agar klub dapat untung. Di Indonesia, amat langka adanya jual beli pemain, kalo pun ada pasti jumlah transfernya dirahasiakan. Bahkan, di Indonesia saat ini yang sedang tren justru jual beli klub. Hih!

  1. Stadion, tempat latihan dan sarana penunjang klub lainnya

Sebuah klub dapat dikatakan profesional ketika klub tersebut mematuhi lima aspek yang aturan yang dibuat FIFA. Salah satunya adalah aspek infrastruktur yang berbunyi bahwa “Setiap klub wajib memiliki stadion dan tempat latihan atau meminjam/menyewa dari pihak ketiga yang ditunjukkan dengan kontrak dengan jangka waktu minimal 3 tahun.”

Di FM, tim MU yang di atas saya sebutkan sebagai tim paling baik dalam aspek infrastrukur penunjang berjalannya sebuah klub. Hal ini tak jauh berbeda dengan di dunia nyata, MU sudah memiliki stadion sendiri, yakni Old Trafford, lalu memiliki AON Training Complex di wilayah Carrington, Greater Manchester, yang memiliki fasilitas lengkap.

Mulai dari lapangan latihan yang berjumlah 14 jenis, lalu gymnasium, ruang yoga, ruang pijat, kolam renang, ruang dokter, lounge, kamar pemain dan berbagai macam alat penunjang latihan. Bahkan tak lupa tempat untuk pengembangan usia dini.

Hal ini justru berbalik dengan kondisi tim-tim sepak bola di Indonesia. Tak usah jauh-jauh, tim ibu kota, Persija Jakarta misalnya, sampai saat ini tak jelas stadion mana yang mereka gunakan pasca-penghancuran stadion Lebak Bulus yang notabenenya milik Pelita Jaya.

Lalu untuk urusan tempat latihan atau mess, Persija menjadi musafir. Kadang di Gelanggang Olahraga (GOR) Ciracas, GOR Soemantri Bojonegoro, Kuningan Diklat Ragunan, dan Villa 2000 Pamulang.

Pada tahun-tahun belakangan kondisi juga tak berubah. Persija kadang latihan di markas polisi, tepatnya di Mako Brimob, Kelapa Dua, Jakarta (saat persiapan ISL dan Piala Presiden) pada tahun 2015, lalu kadang di Pusdiklat Olahraga (POR) Sawangan, Depok (saat persiapan Piala Jenderal Sudirman) dengan berbagi tempat dengan anak-anak SSB dan terakhir di Training Camp (TC) di Yogyakarta dalam rangka persiapan Piala Bhayangkara. Bila menilik salah satu aspek FIFA di atas, yakni infrastruktur, Persija hanyalah tim amatir. Dan ini terjadi di banyak tim Indonesia lainnya.

Solusinya, perlu ada sinergi antara pemerintah, dalam hal ini Menpora atau dalam lingkup yang lebih kecil adalah Pemkot atau Dispora. Pemerintah harus sadar bahwa fasilitas penunjang wajib ada untuk membantu klub-klub yang ada dan saling bersinergi.

Di Indonesia kan tidak. Keduanya justu saling sikut-sikutan. Contoh yang paling sedih adalah, ketika Persipasi Kota Bekasi dilarang menggunakan stadion yang bernama Stadion Patriot Mulawarman yang belokasi di Bekasi, padahal stadion tersebut seharusnya dapat digunakan oleh Persipasi. Giliran tim lain yang datang belakangan malah dibolehkan.

  1. Tata Kelola Keuangan Klub

Di FM. Lagi-lagi MU mendominasi. Tim asal Inggris ini menjadi tim yang paling kaya di dunia FM, yakni dengan total kekayaan 1,2 miliar poundsterling. Meskipun Setan Merah menjadi tim terkaya, namun tak lepas dari hutang. MU pun memiliki hutang segunung. Dalam laporan yang diwartakan oleh Goal, MU memiliki hutang mencapai €514,9 juta.

Namun mengapa manajemen MU seperti tenang-tenang saja memiliki hutang yang angkanya sungguh fantastis tersebut? Alasannya sederhana, yakni citra.

Perlu diketahui, MU merupakan klub yang memiliki fans terbesar di seluruh dunia. Setiap tahun MU mendapatkan keuntungan mulai dari tiket stadion, hak siar televisi sampai penjualan merchandise pernak pernik klub dan sebagainya.

Bahkan demi menambah pundi-pundi uang, MU rela pada awal kompetisi terbang jauh ke benua lain demi memperluas pasarnya. Belum juga puas? Simak saja iklan promo terbaru MU untuk meluaskan pasar mereka di Indonesia. Ucapan “Apa kabar United Fans?” oleh Denis Irwin saat ini bahkan sudah ada meme-nya.

Sedangkan untuk tata kelola keuangan di Indonesia. Yakin mau ngomongin keuangan? Sono lunasin dulu gaji pemain yang masih terkatung-katung.

Menyangsikan pengaruh atau peran FM terhadap dunia nyata itu adalah dosa besar. Salah satu tim Liga Primer Inggris, seperti Everton bahkan sudah menggunakan database dari FM untuk membantu mereka mencari pemain incaran yang dibutuhkan klub.

Bahkan yang terbaru, di edisi FM 2016, FM bekerja sama dengan Prozone, sebuah perusahaan yang mendata semua pemain sepak bola di dunia dengan data yang akurat dan berdasarkan analisis kemampuan si pemain. Bisa dipastikan, keakuratan data pemain di FM seyogyanya juga bisa digunakan oleh pemilik klub-klub di Indonesia untuk mendatangkan pemain yang diinginkan.

Jadi, ada banyak manfaat bermain FM. Pengetahuan sepak bola kita meningkat. Tapi, dalam pengaplikasiannya tentu perlu mempertimbangkan situasi dan kondisi di lapangan. Tidak bisa ditiru mentah-mentah tanpa analisis masalah dan sumber daya yang kita miliki.

 

Komentar

This website uses cookies.