Tekel horor Jordan Pickford terhadap Virgil van Dijk pada Derbi Merseyside (17/10) lalu berujung malapetaka. Terjangan kiper tim nasional Inggris tersebut memaksa sang bek jangkung asal Belanda menepi dari lapangan untuk periode yang cukup lama. Usut punya usut, van Dijk mengalami masalah di ligamen lututnya (Anterior Cruciate Ligament).
Cedera ACL merupakan momok bagi atlet dari cabang olahraga apapun. Durasi penyembuhan yang lama membuat cedera ini ditakuti karena ikut mempengaruhi psikis. Berkaca dari pesepakbola lain yang dihantam cedera ACL, masa penyembuhannya sekitar tujuh sampai delapan bulan, bahkan lebih. Artinya, van Dijk berpotensi absen sampai musim kompetisi 2020/2021 selesai.
Absensi van Dijk jelas memusingkan Jurgen Klopp, ahli strategi Liverpool. Pasalnya, kini ia hanya memiliki Joe Gomez dan Joel Matip sebagai bek tengah senior di dalam skuadnya. Benar jika Liverpool masih punya Nathaniel Phillips dan Sepp van den Berg sebagai pelapis. Namun pengalaman keduanya yang masih minim bakal jadi pertimbangan tersendiri.
Melihat sepak terjang Klopp selama ini, Phillips dan van den Berg bakal mendapat kepercayaan untuk merumput. Namun mereka takkan dimainkan di laga-laga yang penuh tekanan. Maka situasi tersebut membuat Klopp harus bersiasat supaya tim asuhannya tetap kompetitif. Musim ini sendiri terasa sangat panjang mengingat Gomez dan kawan-kawan masih berkiprah di tiga kompetisi sekaligus.
Bukan kali ini saja Liverpool mengalami problem ketersediaan pemain belakang akibat cedera. Dalam dua musim ke belakang, The Reds acap kehilangan Gomez dan Matip gara-gara cedera. Berdasarkan data Transfermarkt, masing-masing absen selama 23 dan 27 pertandingan. Kini, jadi momen bagi keduanya untuk bermain bersama dan jadi andalan walau selama Klopp melatih Liverpool, mereka tak pernah diturunkan sebagai tandem bek sentral.
Ketika Gomez dan Matip sering absen dahulu, Klopp menyiasatinya dengan memainkan Fabio Henrique Tavares alias Fabinho sebagai bek tengah dan berduet dengan van Dijk. Sekarang, kecenderungan itu muncul lagi. Terlebih pemain berkepala plontos ini memperlihatkan performa yang cukup bagus saat dimainkan sebagai bek tengah.
Saat berjumpa Chelsea (20/9) di Liga Primer Inggris musim ini dan The Reds menang 2-0, Fabinho juga ditarik Klopp lebih ke belakang buat mengisi area pertahanan. Menurut data Squawka, pemain berusia 26 tahun tersebut mencatatakan 86 umpan sukses dengan persentase sebesar 97 persen. Ia juga sanggup melakukan 12 kali pemulihan penguasaan bola, empat intersepsi dan empat tekel berhasil.
Berdasarkan rekam jejak, Fabinho memang figur yang serbabisa. Kala merumput bersama Real Madrid (Castilla) usai diboyong dari Fluminense medio 2012 silam, ia sering dimainkan sebagai bek kanan. Keadaan serupa juga terjadi setelah Fabinho hijrah ke AS Monaco.
Uniknya, di klub yang berkandang di Stadion Louis II tersebut, Fabinho diberi peran anyar oleh pelatih Los Monegasques era 2014-2018, Leonardo Jardim, sebagai gelandang bertahan. Hebatnya, Fabinho mampu menjalankan instruksi sang pelatih dengan baik. Ia pun berevolusi jadi salah satu gelandang bertahan terbaik di Prancis seraya menjadi pionir penting bagi Monaco buat menjuarai Ligue 1 musim 2016/2017 bersama bintang-bintang muda lain semisal Kylian Mbappe dan Bernardo Silva.
Performa apik itulah yang bikin Klopp kepincut. Dana sebesar 39 juta Poundsterling digelontorkan The Reds untuk mendapatkan tanda tangan sang pemain. Fabinho diproyeksikan sebagai pendamping Jordan Henderson dan Georginio Wijnaldum di sektor tengah. Namun badai cedera yang melanda Liverpool pada awal tahun 2019 mendorong Klopp buat memainkannya sebagai bek tengah darurat. Sebuah perjudian yang justru membuahkan hasil manis karena penampilan Fabinho tidak buruk di posisi barunya.
Mengingat bursa transfer musim dingin baru dibuka beberapa bulan lagi, Klopp tampaknya bakal memaksimalkan Fabinho sebagai bek tengah alternatif. Saat bersua Ajax Amsterdam di matchday pertama Liga Champions musim ini (22/10), alih-alih menurunkan Gomez dan Matip sebagai duet bek sentral, Klopp lebih mempercayai tandem Fabinho dan Gomez. Hasilnya? The Reds memetik kemenangan dan berhasil mencatatkan clean sheet.
Secara taktis, ada cukup banyak gelandang bertahan yang saat bermain sebagai bek tengah justru menampilkan aksi brilian. Karakter defensif yang sama persis dari dua peran ini dinilai sebagai kunci dari mudahnya seorang pemain beradaptasi. Michael Carrick, Fernandinho, Javi Martinez, dan Javier Mascherano adalah beberapa gelandang bertahan yang tetap tampil prima saat merumput di pos bek sentral.
Fernandinho ditarik lebih ke belakang gara-gara timnya saat merumput mengalami krisis bek tengah. Di musim 2019/2020, Manchester City kehilangan Vincent Kompany dan menyisakan Aymeric Laporte, Nicolas Otamendi, dan John Stones. Ketika Laporte dan Stones absen berbarengan, Fernandinho dimainkan Pep Guardiola sebagai bek tengah darurat. Hasilnya pun lumayan bagus.
Setali tiga uang, Mascherano didapuk sebagai bek tengah pada musim 2010/2011 lantaran Eric Abidal dan Carles Puyol bergantian masuk ruang perawatan. Oleh Guardiola yang ketika itu menukangi Barcelona, Mascherano disulap sebagai bek tengah dan jadi tandem Gerard Pique. Performa yang ditunjukkannya pun sangat memuaskan.
Bagi Fabinho sendiri, keputusan Klopp memainkannya sebagai bek tengah dapat dianggap sebagai berkah tersendiri. Pasalnya, lini tengah Liverpool semakin sesak lantaran dihuni juga oleh Alex Oxlade-Chamberlain, Henderson, Naby Keita, James Milner, Thiago Alcantara, dan Wijnaldum. Kesempatan mengisi pusat permainan pun tereduksi sehingga bermain sebagai bek tengah alternatif jadi kans Fabinho memamerkan kualitas seraya membuktikan esensinya di tubuh tim.
Berbekal kemampuan fisik dan teknis mumpuni, Fabinho memang pilihan terbaik untuk menutup lubang yang ditinggalkan van Dijk saat ini. Dengan begitu Klopp dapat menekan kekhawatiran suporter Liverpool sebab duo Gomez dan Matip belum teruji.
Kendati demikian, ada urgensi yang memaksa Liverpool harus mendatangkan bek tengah anyar bahkan di saat Fabinho tampil sensasional dan dapat dijadikan sandaran baru. Alasannya sederhana, musim kompetisi masih sangat panjang dan Gomez serta Matip tergolong pemain yang rentan cedera. Tak menambah amunisi baru di lini belakang akan mengganggu laju The Reds.