Sepakbola Italia tak pernah bisa dilepaskan dari kontroversi dan skandal. The Great Theft, Totonero, Calciopoli, Scommese sampai Caso Catania adalah contoh dari skandal-skandal sepakbola yang terjadi di Negeri Pizza.
Khusus yang disebut terakhir, mungkin para penggemar sepakbola mulai lupa atau bahkan tidak tahu.
Seperti namanya, Caso Catania melibatkan tim asal Pulau Sisilia, Catania, yang pada musim 2002/2003 bermain di Serie B.
Kisah ini dimulai saat Gli Elefanti berjuang di zona degradasi karena terseok-seok di papan bawah.
Saat itu, Serie B berisikan 20 tim peserta. Catania mesti menang atas Siena bila ingin memperbesar kans selamat dari degradasi.
Bukan sebuah pekerjaan mudah sebab sang lawan tengah saling sikut dengan Sampdoria di papan atas demi tiket promosi sekaligus titel Serie B.
Pertandingan kontra Siena digelar pada 17 April 2003 dan berakhir imbang. Hasil itu membuat Gli Elefanti berada di peringkat ke-17 dengan 44 poin.
Sementara Siena pada akhirnya menjadi kampiun Serie B usai mengungguli rival-rivalnya di papan atas.w
Duduk di peringkat ke-17 membuat Catania harus degradasi ke Serie C1. Mereka meradang dan berusaha mencari jalan keluar.
Presiden Catania saat itu, Luciano Gaucci, menemukan celah untuk bisa bertahan di Serie B yakni dengan melapor kepada FIGC terkait pemain Siena, Luigi Martinelli, yang saat itu dimainkan kontra tim miliknya.
Menurut klaim Catania, Martinelli harusnya mendapat suspensi kala ia mendapat kartu kuning saat bersua Cosenza, 30 Maret 2003 dan tak boleh merumput kala I Robur berjumpa Napoli, 5 April 2003.
Sebetulnya, dalam laga melawan I Partenopei, Siena memang tak menurunkan Martinelli. Artinya, tak ada masalah.
Akan tetapi, Gaucci begitu andal mencari celah dari suatu masalah. Hal ini juga terbukti dengan pengusiran Ahn Jung-Hwan dari skuad Perugia kala ia menjabat sebagai bos klub.
Gaucci menemukan fakta bahwa Martinelli bermain untuk Siena Primavera dalam laga melawan Ternana.
Argumen Gaucci, seharusnya Martinelli tidak diizinkan bermain melawan Catania karena pada hukuman suspensi sebelumnya, sang pemain tetap bermain meski hanya di level Primavera.
Ia merasa hukuman suspensi Martinelli dialihkan saat melawan Catania dan berarti, sang pemain tidak boleh dimainkan.
Gaucci pun merasa Siena menggunakan pemain yang tidak sah dan artinya, Gli Elefanti harus dihadiahi kemenangan alih-alih hasil seri.
Secara matematis, kemenangan atas Siena membuat posisi Catania lolos dari jerat degradasi.
Sementara Venezia dan Napoli berpeluang untuk menggantikan posisi mereka. Kedua tim tersebut harus menjalani babak play-off lantaran sama-sama mengoleksi 45 angka.
Kerumitan mulai terjadi setelah Catania melaporkan kejadian ini ke Komisi Disiplin. Sayangnya, laporan mereka ditolak.
Pada April 2003, sang presiden pun melaporkan kejadian ini ke Komisi Banding dan menghasilkan kemenangan 2-0 untuk klub yang berkandang di Stadion Angelo Massimino tersebut.
Masalah ini seharusnya usai karena keputusan dari Komisi Banding pada 28 April 2003 bersifat final. Namun drama belum berakhir.
Kemenangan 2-0 yang didapat Catania bikin Venezia dan Napoli meradang sebab menjadi korban.
Mereka beserta klub-klub Serie B lainnya melaporkan kasus ini ke Pengadilan Federal. Mereka merasa keputusan tersebut tak adil dan bisa mengubah peta persepakbolaan di Italia, khususnya di Serie B.
Bak gayung bersambut, Pengadilan Federal mengabulkan gugatan mereka dan membuat skor akhir pertandingan kembali 1-1.
Catania tak tinggal diam. Mereka kembali melaporkan kasus ini ke Tribunale Amministrativo Regionale (TAR) atau Pengadilan wilayah Catania. Hasilnya, TAR memberikan kemenangan kepada Catania.
FIGC harus segera mengeluarkan keputusan terkait kasus Catania karena sepak mula Serie B musim 2003/2004 akan digelar pada 23 Juli 2003 sedangkan hingga Juni 2003, kasus ini tak kunjung selesai.
Giuliano Urbani, salah satu tokoh hukum di Italia mengusulkan untuk menambah jumlah peserta Serie B musim 2003/2004 menjadi 21 peserta. Usulan ini tak diterima oleh peserta Serie B termasuk Venezia.
I Lagunari yang tak terima dengan apa yang terjadi, pada pertengahan Juli 2003 melaporkan Catania ke FIGC dengan gugatan yang sama yaitu menggunakan pemain ilegal.
Kali ini Venezia merasa pemain Catania, Vito Grieco, tidak sah saat kedua kesebelasan bertemu pada 17 Mei 2003. Laga itu berakhir 2-0 untuk kemenangan Catania.
Kasus Grieco sama persis dengan Martinelli yang dilaporkan oleh Catania. Kejadian ini ibarat karma yang dibalas tuntas.
Bola panas ini bergulir hingga kompetisi musim 2003/04 akan bergulir. Alhasil, FIGC memutuskan untuk menambah jumlah peserta Serie B yang awalnya 20 menjadi 24 klub. Keputusan ini dibuat untuk menyelesaikan permasalahan yang ada.
Empat tim yang seharusnya degradasi ke Serie C1 2003/2004, dipertahankan di Serie B. Sementara empat tim yang promosi dari Serie C1 tetap mendapatkan jatahnya.
Uniknya, keputusan ini secara langsung menguntungkan Fiorentina. Mereka saat itu harusnya promosi ke Serie C1 usai jadi kampiun Serie C2.
Adanya Caso Catania membuat FIGC langsung menaikkan mereka ke Serie B, alih-alih Serie C1. Fiorentina menggantikan posisi Cosenza yang berada di peringkat ke-19 karena bangkrut. Pemilihan La Viola sebagai pengganti Cosenza karena alasan sport merit.
Serie B pun berjalan seperti semula dengan 24 peserta. Semusim setelahnya, peserta kembali menyusut menjadi 22. Penyusutan ini dikarenakan jumlah tim yang promosi ke Serie A ditambah.
Serie A awalnya berisikan 18 peserta, tetapi sejak 2004/2005 ada tambahan dua peserta dari Serie B sehingga kontestan di divisi tertinggi berubah menjadi menjadi 20 tim. Skema itu sendiri bertahan hingga saat ini.