Dua Faktor Utama Keberhasilan Chelsea

Chelsea memastikan gelar juara Liga Inggris usai mengalahkan Crystal Palace 1-0 melalui gol yang dicetak Eden Hazard. Dengan kemenangan ini, The Blues berhasil menambah jumlah poin menjadi 83. Manchester City yang tertinggal 13 poin di posisi kedua secara matematis sudah tak mungkin lagi mengejar karena hanya ada tiga laga tersisa.

Walaupun dihujat lantaran dianggap memainkan sepak bola yang membosankan, perlu diakui bahwa Chelsea layak jadi juara. Mereka sudah tampil konsisten sejak pekan pertama, berbeda dengan duo Manchester yang angin-anginan dan juga Arsenal yang sempat telat panas. Mencetak 69 gol dan hanya kebobolan 27 gol bisa jadi salah satu tolok ukur bahwa mereka punya lini depan dan belakang yang sama baiknya.

Ada dua faktor utama keberhasilan Chelsea musim ini. Pertama, ada pada sosok Jose Mourinho. Kedua, penyegaran skuat lewat aktivitas transfer ciamik pada musim panas 2014 lalu membuat skuat Chelsea semakin kuat dan dalam. Hal ini tentu merupakan modal berharga untuk menjalani musim di liga yang dianggap sebagai liga paling ketat di dunia.

Mou tahu apa yang perlu dia lakukan untuk juara

“Banyak cara untuk menjadi pelatih hebat, tapi saya percaya kesulitan terbesar adalah memimpin sekumpulan pria dengan kultur, kemampuan, serta kualitas yang berbeda. Saya pikir kecermatan dalam mengelola hal tersebut adalah hal paling penting,” kata Jose Mourinho seperti yang dikutip dari analisis Dominico Zekhonya mengenai kestabilan psike yang jadi kunci suami Matilde Faria dalam menangani setiap tim yang diasuhnya.

Setelah gagal memersembahkan satu pun gelar pada musim lalu, Mou mampu membangkitkan gairah di tim ini. Ia mampu menyatukan pemain-pemain bintang lama maupun baru menjadi satu kesatuan yang memiliki keinginan kuat untuk jadi juara.

Meski pada akhirnya terlihat dominan, Chelsea sebenarnya sempat mendapat perlawanan tangguh, terutama dari Manchester City. Bahkan, The Pensioners sempat memiliki jumlah angka yang sama dengan Manchester City pada 1 Januari 2015 lalu. Lima bulan setelahnya, mereka sudah memastikan gelar juara dengan selisih 13 angka dari anak asuh Manuel Pellegrini.

Tentu tidak mudah untuk bisa mengelola harmoni di dalam tim besar seperti Chelsea. Apalagi ada perubahan yang rasanya cukup signifikan yang berpotensi mengganggu keutuhan tim.

Sebut saja dipilihnya Thibaut Courtois untuk jadi kiper utama menggantikan posisi yang selama satu dekade dikuasai oleh Petr Cech. Tapi, persaingan antar individu tersebut pada akhirnya bisa dikelola dengan baik sehingga bisa berlangsung kompetisi yang sehat untuk memerebutkan posisi di tim inti. Ketika Courtois sempat tampil buruk saat kalah 5-3 dari Tottenham Hotspur, kiper muda dari Belgia tersebut sempat tergeser hingga kemudian kembali ke tim utama dan terus jadi pilihan pertama.

BACA JUGA:  Adele dan Tiga Perceraian Tottenham

Secara taktikal, kualitas Mourinho tak perlu diragukan lagi. Ia memang tak selalu bisa menghadirkan permainan indah untuk memenangi pertandingan seperti yang diperagakan oleh Barcelona. Ia juga bukan Pep Guardiola yang sangat teguh dengan filosofi permainannya.

Mou adalah seorang pemenang. Baginya kemenangan adalah segala-galanya. Di sinilah kemudian Mou menunjukkan bahwa sebagai pelatih mungkin ia tak dikenal karena menciptakan filosofi permainan tertentu tapi percayala, ia sangat handal dalam beradaptasi dengan segala situasi. Mantan pelatih Porto ini tahu betul apa yang perlu dilakukan untuk memenangi permainan. Jika formasi babak pertama tak berjalan dengan baik, dia bisa cepat melakukan perbaikan. Bagi Mou, ada lebih dari satu cara untuk menang. Salah satu analisis taktik yang bisa dibaca untuk menjelaskan hal tersebut telah ditulis Ryan Tank.

Penyegaran skuat

Mourinho beserta jajaran manajemen Chelsea melakukan jual beli pemain yang sangat bagus pada musim panas tahun lalu. Mereka menjual David Luiz dengan harga 50 juta poundsterling ke Paris Saint Germain (PSG). Kini, kita semua tahu harga tersebut jelas terlalu mahal untuk bek yang dua kali dikolongi oleh Luis Suarez dalam satu pertandingan Liga Champions.

Romelu Lukaku, yang sempat digadang-gadang sebagai the new Didier Drogba ketika dibeli oleh Andre Villas Boas tapi kemudian gagal bersinar di Stamford Bridge, dijual meski tampil memuaskan bersama Everton pada masa pinjaman musim 2013/2014 dengan mencetak 15 gol. Keputusan menjual Lukaku secara permanen dengan banderol 23 juta poundsterling dan bisa bertambah 5 juta poundsterling kini jelas disyukuri. Bomber Belgia itu sejauh ini baru mengemas 9 gol.

Mou bahkan lebih memilih untuk memulangkan penyerang kesayangannya, Didier Drogba dari Galatasaray. Penyerang berkebangsaan Pantai Gading itu tentu bukan penyerang utamanya. Meski usia Drogba sudah senja, Mou tetap yakin dengan keputusannya ini karena ia sudah berhasil mendatangkan Diego Costa sebagai penyerang utama. Uang yang diperoleh dari penjualan Luiz dan Lukaku kemudian jadi modal berharga untuk menggaet pemain yang dibutuhkan. Selain Diego Costa, pemain baru yang meyakinkan adalah Cesc Fabregas.

BACA JUGA:  Chelsea dan Omong Kosong Cocoklogi

Meski sempat tampil buruk di Brasil dan mengalami cedera kambuhan, Diego Costa langsung tampil trengginas sejak pertandingan pertama musim ini. 19 gol berhasil dicetaknya musim ini dari 24 laga. Statistik yang sangat bagus tentunya untuk penyerang yang menjalani musim perdananya di Liga Primer Inggris.

Tidak hanya itu, Costa adalah jawaban dari buruknya performa lini depan Chelsea musim lalu. Samuel Eto’o, Fernando Torres, dan Demba Ba gagal memenuhi ekspektasi musim lalu. Ketiga penyerang “papan atas” tersebut bahkan gagal melesakkan gol dalam 21% dari total pertandingan liga Primer musim lalu. Untuk klub yang memiliki target juara, lini depan yang tumpul tentu menjadi hambatan yang sangat berarti.

Untuk lini tengah, kehadiran Fabregas dan Matic – yang didatangkan pada pertengahan musim lalu – melengkapi kerangka tim yang sebenarnya sudah cukup bagus musim lalu namun selalu terhambat oleh inkonsistensi. Musim lalu, barisan gelandang Chelsea sebenarnya cukup produktif. Oscar mengoleksi 8 gol, Willian 4 gol, Andre Schuerrle 8 gol, dan Frank Lampard dengan 6 gol. Sementara Eden Hazard jadi pemain paling produktif dengan mencetak 14 gol. Kehadiran Fabregas dan Matic, masing-masing sebagai kreator dan breaker menjadi pelengkap bagi puzzle di lini tengah klub favorit Peter Crouch ini.

Fabregas menjelma menjadi jenderal lini tengah dan telah mengkreasi 90 peluang mencetak gol di mana 17 di antaranya merupakan asis yang menjadi gol. Sementara itu, Matic berperan sebagai breaker dan penyeimbang. Sebagai gelandang bertahan, pemain yang sempat mengenyam pendidikan di akademi Red Star dan Partizan ini rata-rata melakukan enam aksi bertahan per pertandingan. Kehadirannya pun membuat gelandang serang Chelsea menjadi lebih tenang dalam menyerang.

Jose Mourinho, dikombinasi dengan penyegaran skuat musim ini jadi kunci sukses utama Chelsea menjadi juara Liga Inggris yang keempat kali di era Liga Primer. Gelar ini sekaligus menghapus puasa gelar juara liga setelah empat musim sebelumnya hanya digilir oleh dua klub dari kota Manchester.

Selamat, Chelsea!

 

Komentar
Akrab dengan dunia penulisan, penelitian, serta kajian populer. Pribadi yang tertarik untuk belajar berbagai hal baru ini juga menikmati segala seluk beluk sepak bola baik di tingkat lokal maupun internasional.