“RESMI: Wakil ketua umum PSSI saat ini, Joko Driyono memastikan pertengahan tahun depan Indonesia akan kembali memiliki kompetisi resmi yang diakui FIFA. Indonesia Super League rencananya akan kembali bergulir pada Maret 2017. Tak hanya ISL, ajang Divisi Utama dan Liga Nusantara juga akan digelar berdekatan,” begitu tulis Yudhistira Haryo di grup whatsapp penulis Fandom.
Jika kita perhatikan, ada yang menggelikan dari informasi itu. Ketika memutuskan untuk menggelar kompetisi, PSSI selaku federasi berkomunikasi dengan PT Liga selaku operator liga. Uniknya baik wakil PSSI maupun CEO PT Liga adalah orang yang sama, Joko Driyono.
Seorang Jokdri bertemu dengan Jokdri. Tanpa perlu komunikasi, rasanya dia tahu akan memutuskan apa untuk dilakukan. Di satu sisi ini efisien, tapi ini jelas mencederasi fungsi monitoring. Tidak ada pengawasan dari PSSI pun tak ada pertanggung jawaban yang berarti dari PT Liga mengenai liga terdahulu dan rencana ke depan.
Rangkap jabatan yang dilakukan oleh Jokdri ini sebenarnya sudah mengusik sanubari pencinta sepak bola Indonesia sejak tiga tahun lalu.
Pada 17 Juni 2013 di Hotel Shangrila, saat kongres tahunan PSSI, Jokdri diangkat oleh ketum saat itu, Djohar Arifin Husin, sebagai sekretaris jenderal PSSI. Saat itu dia juga sedang menjabat CEO PT Liga.
Tapi, nama Jokdri sepertinya memang ditakdirkan tidak bisa jauh dari sepak bola nasional. Ada yang kurang mungkin jika kepengurusan PSSI tak ada nama Jokdri, pun tak ada kepercayaan pada operator liga apabila pria asal Ngawi ini tak duduk di kursi CEO. Situasi yang tentu memberi banyak konsekuensi.
Jokdri sebagai ahli sepak bola
Pria yang sempat berlaga di Piala Suratin sebagai pemain dan berseragam Putra Gelora ini dikenal sebagai sosok yang paham sepak bola luar dalam. Jurnalis yang sempat meliput PSSI dan sosoknya atau sempat mengobrol dengannya tahu pasti bahwa pengetahuannya soal sepak bola tak perlu diragukan lagi.
Dia adalah sosok yang bisa mencetuskan ide mengenai efisiensi jadwal bertanding klub. Sebuah klub tak perlu menempuh perjalanan yang jauh dan berkali-kali dalam semusim kompetisi berkat program laga away yang bisa dijalani dalam sekali waktu untuk pulau-pulau tertentu.
Pengetahuannya soal teknologi informasi juga membuat PT Liga jarang mendapat hujatan ketika menyusun jadwal pertandingan liga. Berbeda dengan PT Liga Prima Indonesia Sportindo (LPIS) yang di hari pengumuman jadwal saja sudah langsung mendapatkan cercaan dan kritik pedas.
Atas dasar jadwal yang amburadul pula, para manajer klub pada tahun 2012 mendatangi Joko Driyono yang sedang mengurus grup Cronus, untuk kembali menjadi operator liga. PT Liga dihidupkan kembali dan ketika itu menggelar kompetisi ilegal (dalam perspektif PSSI era Djohar Arifin Husin).
Seperti yang kita tahu kemudian, ISL di bawah PT Liga di kemudian hari disahkan sebagai liga legal dan liga yang berada di bawah naungan LPIS dihentikan. Tak hanya itu, Djohar Arifin Husin yang sempat berseberangan pun mengangkat Jokdri sebagai Sekjen.
Jabatan Sekjen sejatinya sepenting ketua umum. Bahkan Sekjen lah yang mengurus PSSI sehari-hari. Dia yang akan berkantor setiap harinya (bukan Exco, yang jabatannya diperebutkan di KLB yang lalu), bertemu karyawan, dan menerima surat dari para anggota. Masih ragu dengan kekuasaan yang dimiliki oleh seorang sekjen? Silakan buka mesin pencari dan ketikan nama Nugraha Besoes.
Alasan para pemilik klub hingga Djohar Arifin Husin itu sama: kemampuan Jokdri dibutuhkan untuk mengurus sepak bola Indonesia.
Sisi kelam Jokdri
Tapi, seperti yang ditulis pada judul, Jokdri ini memiliki dua sisi. Jika satu sisinya dia adalah seorang ahli sepak bola yang tak diragukan, dia memiliki sisi kelam.
Kariernya di tingkat manajerial sejauh penelusuran adalah sebagai manajer Pelita Krakatau Steel. Klub milik keluarga Bakrie yang ketika itu bermarkas di Cilegon, Banten. Karier sepak bolanya melesat setelah itu, hanya jabatan ketua umum PSSI yang belum pernah diembannya. Selain soal kemampuan, kedekatannya dengan Nurdin Halid dan keluarga Bakrie tampaknya memegang peranan penting mengapa dia selalu mendapat jabatan strategis di sepak bola kita.
Salah satu dosa terbesar seorang Jokdri adalah apa yang dia lakukan kepada Persebaya. Ketika itu ISL musim 2009/2010 memasuki akhir kompetisi. Persebaya sedang berada di peringkat ke-15, posisi yang tidak aman untuk lolos dari jeratan degradasi tapi masih punya kesempatan untuk play off dengan satu klub Divisi Utama.
Dagelan kemudian dimulai ketika Persebaya memiliki satu pertandingan tersisa melawan Persik Kediri (zona degradasi). Semua bisa terjadi dalam satu laga, hanya saja klub kebanggaan Bonek itu tak pernah bisa memainkan laga. Bukan karena mereka enggan tapi lantaran ada kebijakan yang keliru.
Persik gagal menjamu Persebaya di Kediri, mereka lalu menjadwalkan ulang laga di lapangan AAU Yogyakarta. Tapi, izin tak lagi keluar. Ketika dua kali gagal menggelar pertandingan semestinya Persik kalah WO. Namun, PT Liga berkata lain, Persik diperbolehkan menggelar pertandingan di Palembang.
Di perubahan jadwal yang ketiga kalinya inilah kemudian Persebaya tidak hadir karena merasa semestinya mereka sudah memenangi laga WO karena Persik gagal menjamu mereka di dua kesempatan awal. Akhirnya, Persik diputuskan menang WO 3-0.
Persebaya pun akhirnya hanya berada di peringkat ke-17 dengan 36 poin. Persik tetap degradasi meski memiliki nilai 39, sama dengan Pelita Jaya yang unggul selisih gol. Persitara Jakarta Utara tetap berada di posisi paling buncit. Dengan ini Pelita Jaya-lah yang berhasil merebut tiket play off melawan Persiram dan di kemudian hari berhasil menang.
Berkat kekeliruan ini hingga kini salah satu persoalan pelik sepak bola Indonesia mengenai status Persebaya tak terselesaikan. Apakah Anda bisa membayangkan jika tak ada kebijakan menjengkelkan pada 2010 itu berita-berita hari ini akan berkata lain?
Sayangnya, meski kita tak menyukai Jokdri, dia akan menjadi wakil ketua umum PSSI hingga 2020 mendatang. Edy Rahmayadi seperti pendahulunya, tetap ingin ditemani Jokdri dalam mengatur sepak bola Indonesia.
Dia pun akan tetap menjadi orang penting di PT Liga. Kini, dia sedang menjadi CEO PT Gelora Trisula Semesta yang menggelar Indonesia Soccer Championship (ISC). Kalaupun tak sebagai CEO, Jokdri tetap akan memainkan peran sentral.