Les Poteaux Carrés: Kisah AS Saint Etienne dan Tiang Gawang

Pertandingan sepakbola kerap kali meninggalkan kesan mendalam bagi penikmatnya melalui berbagai peristiwa yang terjadi.

Letupan emosi Abduh Lestaluhu yang menendang bola ke arah bench Thailand pada final Piala AFF 2016, terpelesetnya Steven Gerrard di pertandingan Premier League melawan Chelsea pada April 2014 yang memperpanjang puasa juara liga Liverpool, hingga kepemimpinan wasit Byron Moreno saat pertandingan Korea Selatan melawan Italia pada Piala Dunia 2002 adalah beberapa contohnya.

Salah satu peristiwa yang memiliki kesan mendalam bagi penggemar sepakbola Prancis, terutama pendukung AS Saint Etienne adalah Les Poteaux Carrés, tiang gawang persegi.

Peristiwa ini terjadi pada pertandingan final Liga Champions 1976 yang mempertemukan Saint Etienne dan Bayern Munchen. Pada pertandingan yang dimenangkan oleh Bayern tersebut, dua kali usaha Saint Etienne untuk mencetak gol digagalkan oleh tiang gawang Stadion Hampden Park yang kala itu masih berbentuk persegi.

Tiang gawang yang membuat pendukung The Greens bertanya-tanya, jika tiang gawang tersebut berbentuk bundar seperti tiang-tiang gawang yang kita temui saat ini, apakah hasil akhir pertandingan final tersebut akan berbeda?

Dari dominasi Ligue 1 ke Liga Champions

Sampai saat ini, AS Saint Etienne masih tercatat sebagai klub dengan perolehan gelar Ligue 1 terbanyak dengan 10 trofi. Dominasi Saint Etienne di kompetisi lokal dimulai dengan empat kali menjuarai Ligue 1 secara berturut-turut pada 1966 hingga 1970 dan dua trofi Coupe de France pada 1968 dan 1970.

Albert Batteux, manajer St. Etienne, merupakan salah satu aktor penting di balik gelimang trofi yang diperoleh klub ini. Batteux sendiri adalah salah satu manajer terbaik yang pernah dimiliki Prancis dengan torehan sembilan juara Ligue 1, tiga trofi Coupe de France, dua kali membawa Stade de Reims hingga final European Cup (sekarang Liga Champions), dan sukses membawa Prancis menempati peringkat ketiga Piala Dunia 1958 di Swedia.

Keberhasilan di kompetisi lokal ternyata tidak berlanjut di kompetisi Eropa untuk St. Etienne. Meskipun pernah sukses di Liga Champions bersama Reims, Batteux ternyata tidak bisa mengulang catatan manis tersebut bersama St. Etienne.

The Greens bahkan selalu gagal menembus perempat final Liga Champions kala itu. Pada 1972, setelah melewati dua musim tanpa gelar dan tidak menunjukkan perkembangan penampilan di Eropa, Batteux diberhentikan dari jabatannya. St. Etienne kemudian menunjuk mantan pemainnya, Robert Herbin, untuk mengembalikan kejayaan di Stade Geoffroy-Guichard.

BACA JUGA:  Emosi dan Drama Sebuah Pertandingan dari Suara John Helm dan Fabio Caressa (Bagian 1)

Herbin mampu menjalankan tugas berat ini dengan baik. Di musim keduanya, Hebrin mampu membawa St. Etienne meraih dua gelar sekaligus, juara Ligue 1 dan trofi Coupe de France.

Pada musim 1974/1975, selain kembali menjuarai Ligue 1 dan Coupe de France, St. Etienne akhirnya mampu memperbaiki penampilannya di kancah Eropa. Setelah berhasil mengalahkan Sporting CP, Hajduk Split, dan Ruch Chrozow, St. Etienne berhak menantang Bayern Munchen di semifinal. Hanya bermain imbang saat bertanding di Stade Geoffroy-Guichard, langkah St. Etienne harus berakhir saat dikalahkan oleh Bayern di leg kedua dengan skor 2-0.

Meski harus tersingkir di semifinal, St. Etienne telah menunjukkan bahwa mereka mempunyai kekuatan untuk bersaing menjadi yang terbaik di Eropa. Kesempatan terbaik The Greens untuk menjadi yang terbaik di Eropa terjadi satu tahun kemudian, di musim 1975/1976.

Tiang Gawang Hampden Park

Saint Etienne datang ke Stadion Hampden Park pada 12 Mei 1976 sebagai underdogs. Menjadi klub Prancis pertama yang berlaga di final Liga Champions dalam 17 tahun terakhir, les Verts harus berhadapan dengan klub yang menyingkirkan mereka di semifinal edisi sebelumnya, Bayern Munchen.

Bayern yang saat itu dihuni Franz Beckenbauer, Gerd Muller, dan Karl-Heinz Rummenigge sedang berusaha meraih gelar Liga Champions ketiganya secara beruntun.

Meskipun tidak diunggulkan, St. Etienne memiliki potensi untuk mengejutkan. Begitu dominan di Prancis, mereka baru saja menjuarai Ligue 1 ketiganya secara beruntun.

Selain itu les Verts juga mempunyai pemain-pemain yang berpengalaman seperti kiper legendaris Yugoslavia, Ivan Curkovic, pemain bertahan timnas Argentina, Osvaldo Piazza, dan idola publik Prancis, Jean-Michel larque dan Herve Revelli.

Satu-satunya masalah yang dihadapi Herbin adalah belum pulihnya salah satu pemain kuncinya yang berjuluk L’Ange Vert, Malaikat Hijau, Dominique Rocheteau. Meskipun mempertemukan berbagai pemain hebat dari kedua kubu, takdir telah menentukan bahwa benda matilah yang menjadi bintang pada pertandingan tersebut.

Walaupun tidak diunggulkan, St. Etienne nyatanya bisa mengimbangi permainan Bayern. Sempat dikejutkan oleh gol Gerd Muller yang dianulir karena offside di awal pertandingan, les Verts justru mampu mengambil alih kendali pertandingan.

Namun, gol yang dinanti tak kunjung terjadi. Peluang terbaik St. Etienne didapat oleh Dominique Bathenay pada menit 30. Mendapatkan bola di tengah lapangan, Bathenay berhasil mengelabui Kaiser Franz Beckenbauer dan melepaskan tendangan dari jarak 20 meter dan jauh dari jangkauan Sepp Maier.

BACA JUGA:  Asal-usul Liga Champions

Bola membentur bagian bawah tiang gawang. Sial untuk St Etienne, mereka bermain di Hampden Park, Skotlandia, yang tiang gawangnya masih berbentuk persegi. Bola melambung keluar dan berhasil ditangkap oleh Maier.

Di stasiun televisi Inggris, komentator, Brian Moore dan pundit, Jack Charlton bertanya-tanya apakah bola akan masuk ke gawang apabila tiang gawang sudah berbentuk bundar. Desain tiang gawang persegi oleh FIFA baru dilarang digunakan pada 1987.

Lima menit kemudian, Jacques Santini melompat untuk menyundul bola di tiang dekat menyambut umpan dari sisi kiri. Kesialan berlanjut. Bullet header dari Santini membentur bagian bawah tiang gawang.

Bayern akhirnya berhasil memenangkan pertandingan berkat satu gol yang dicetak Franz Roth pada babak kedua melalui tendangan bebas. Waktu dan keberuntungan sedang tidak berpihak pada wakil Prancis tersebut.

Segala usaha yang dilakukan St. Etienne untuk mencetak gol selalu gagal hingga pertandingan berakhir. Pemain dan pendukung les Verts pun mengutuk tiang gawang Hampden Park.

Pertandingan final ini juga menjadi pertanda awal dari berakhirnya generasi emas St. Etienne. Mereka baru bisa kembali menjuarai Ligue 1 pada 1981 berkat penampilan gemilang dari Michel Platini.

Namun, satu tahun kemudian Platini memilih bergabung bersama Juventus dan pada 1983, Herbin pun juga meninggalkan Saint Etienne. Puncak dari berakhirnya generasi emas le Verts terjadi saat klub terdegradasi ke Ligue 2 pada 1984.

Merosotnya prestasi Saint Etienne ini menjadikan cerita Les Poteaux Carrés, tiang gawang persegi, makin terkenal dan menjadi sebuah legenda di sepakbola Prancis. Apakah jika bentuk tiang gawangnya bundar, St. Etienne akan mampu mencetak satu atau mungkin dua gol? Apakah mereka akan berhasil menjadi juara Eropa?

Apa pun jawabannya, Saint Etienne terus berjuang move on dari bayang-bayang tiang gawang tersebut. Setelah mampu meraih trofi Coupe de la Ligue pada 2013, Saint Etienne kini tengah berusaha mengembalikan nama besarnya di Eropa.

Di Old Trafford pada Jumat (17/02/2017) dini hari, Saint Etienne akan memulai usahanya tersebut dengan melawan Manchester United. Pertandingan yang akan mempertemukan klub pengoleksi gelar Ligue 1 terbanyak dengan klub dengan trofi Premier League terbanyak.

Sayangnya pertandingan tersebut akan terjadi di babak 32 besar Liga Europa bukan Liga Champions.

Komentar
Mendampingi Coach Seto Nurdiyantoro juara Liga 2 musim 2018 dan promosi ke Liga 1. Terbang ke Barito Putera hingga akhir musim 2020. Kini menemani Elite Pro Academy PSS musim 2020. Bisa dihubungi melalui akun @DaniBRayoga.