Gianluigi Buffon Menuju 40 Tahun

Barangkali, posisi sebagai penjaga gawang bukanlah posisi idaman dan juga pilihan utama bagi mereka yang ingin terjun menjadi pesepak bola. Dibandingkan dengan posisi yang lain, posisi ini memang kurang menawarkan banyak keterlibatan dengan bola.

Penjaga gawang tidak boleh dibiarkan terlalu lama untuk larut dalam penguasaan bola karena hal ini bisa berakibat fatal bila bola yang sedang dikuasainya terebut oleh pemain lawan. Kendati demikian, penjaga gawang, atau yang lazim juga disebut dengan kiper, merupakan salah satu elemen maha penting dalam permainan sepak bola itu sendiri.

Bila tidak ada penjaga gawang, tentunya hampir mustahil bukan untuk mencegah terjadinya gol, bukan?

Berbicara mengenai penjaga gawang, tentu tidak sedikit nama yang bisa diapungkan sebagai penjaga gawang kelas dunia. Peter Schmeichel, Fabien Barthez, Edwin van der Sar, David Seaman, Oliver Kahn hingga  Iker Casillas adalah nama-nama kenamaan yang tidak perlu diragukan lagi kapasitasnya sebagai penjaga gawang nomor wahid.

Namun dari sekian banyak nama penjaga gawang yang telah tersebar di muka bumi ini, jangan pernah menepikan sosok yang bernama Gianluigi Buffon.

Buffon memang termasuk salah satu pesepak bola yang fenomenal, terutama mengingat posisinya sebagai penjaga gawang. Fenomenal bukan karena kerap  memperlihatkan aksi akrobatik laiknya Rene Higuita dengan tendangan kalajengkingnya ataupun ikut serta mencetak gol seperti Rogerio Ceni dengan spesialisasi bola matinya, melainkan fenomenal melalui pencapaian dan konsistensinya hingga kini.

Buffon mengawali debut profesionalnya bersama Parma pada usia yang bisa terbilang hijau, 17 tahun, menghadapi salah satu kesebelasaan raksasa Italia, AC Milan, pada tanggal 19 November 1995 di ajang Serie A.

Bertempat di stadion Ennio Tardini, ia mampu menjaga keperawanan gawangnya menghadapi serbuan para pemain sekaliber Roberto Baggio dan George Weah dalam pertandingan yang berakhir dengan skor imbang 0-0 tersebut. Sejak saat itulah namanya mulai menghiasi percaturan sepak bola Italia.

Setahun berselang ia sudah mampu menjadi penjaga gawang utama Parma, menggeser Luca Bucci yang jauh lebih senior dari dirinya. Setahun kemudian ia juga sudah mencicipi debut bersama timnas senior Italia menghadapi Rusia pada babak play-off Piala Dunia 1998. Namanya juga berhasil masuk ke dalam skuat timnas Italia di Piala Dunia 1998 sebagai kiper kedua setelah Gianluca Pagliuca.

Apa yang telah ditorehkan oleh Buffon dalam rentang waktu tiga tahun sejak debutnya melawan AC Milan memang terasa luar biasa. Luar biasa mengingat usianya yang masih belasan tahun. Toh hal tersebut tidak melenakan dirinya. Ia tetap tampil konsisten hingga akhirnya datang tawaran dari Juventus pada tahun 2001 seharga 52 juta euro yang menahbiskannya sebagai kiper termahal dunia hingga saat ini.

BACA JUGA:  AC Milan: Perpaduan Simfoni Bernada Sumbang dan Vokalis Tanpa Karisma

Bersama Juventus penampilan Buffon semakin memesona. Ia mampu meraih dua Scudetto dalam dua musim pertamanya bersama I Bianconeri. Pesepak bola  berpostur 191 cm ini juga hampir meraih gelar Liga Champions pertamanya pada tahun 2003 namun gagal karena harus mengakui keunggulan atas AC Milan di babak final dalam drama adu penalti.

Pada tahun 2006 ia mampu membawa timnas Italia meraih Piala Dunia untuk yang keempat kalinya setelah mampu mengandaskan Prancis di partai puncak melalui babak tos-tosan. Sepanjang turnamen tersebut Buffon memang tampil luar biasa dan hanya kebobolan dua kali, itu pun melalui gol bunuh diri rekannya, Cristian Zaccardo dan tendangan penalti Zinedine Zidane.

Namun pada tahun tersebut pula kesetiaan Buffon diuji tatkala kesebelasannya, Juventus, didakwa terlibat dalam kasus pengaturan skor yang dikenal dengan Farsopoli yang mengakibatkan Scudetto yang diraih pada tahun 2005 serta 2006 dicopot dan kesebelasannya tersebut harus terdegradasi ke Serie B.

Alih-alih mengikuti jejak pemain bintang seperti Zlatan Ibrahimovic, Lilian Thuram maupun Fabio Cannavaro yang memilih hengkang ketimbang memperkuat Juventus di Serie B, ia lebih memilih bertahan bersama Pavel Nedved, Mauro Camoranesi, Alessandro Del Piero dan David Trezeguet untuk sama-sama berjuang dengan pemain lain membantu Juventus kembali ke Serie A.

Pengorbanannya itu tidak menjadi sia-sia karena kini ia dan pemain lainnya berhasil menempatkan Juventus ke titah sesungguhnya dengan merajai Serie A dalam empat musim terakhir ini.

Konsistensi yang telah ditunjukkan Buffon dalam dua dekade terakhir ini mungkin tidak semua orang bisa memperkirakannya, termasuk oleh penulis. Ada salah satu penampilannya yang membekas diingatan penulis.

Ketika Parma menghadapi Udinese dalam lanjutan Serie A pada musim 1997/1998, Buffon sempat mengalami cedera di tengah pertandingan. Saat itu penjaga gawang cadangan telah dipersiapkan untuk menggantikannya, namun ternyata ia tetap mampu lanjut bermain dan sempat membuat penyelamatan gemilang dengan menepis sundulan Oliver Bierhoff yang dikenal memiliki sundulan berbahaya.

Penulis tidak sampai menyaksikan pertandingan tersebut hingga selesai karena sudah keburu tertidur namun dari aksi heroiknya tersebutlah yang pada akhirnya memperkenalkan penulis pada sosok yang  memiliki julukan Superman ini.

BACA JUGA:  Senjakala Paulo Dybala

Pada tanggal 28 Januari ini Buffon akan genap berusia 38 tahun. Usia yang sudah tidak muda lagi memang. Namun di usia yang sudah tergolong uzur ini tidak serta-merta menyurutkan hasratnya untuk tetap tampil di level teratas. Apalagi baru-baru ini ia mengutarakan keinginannya untuk bisa tampil di Piala Dunia 2018 dan kemudian mengakhiri kariernya sebagai pesepak bola pada usia 40 tahun.

Bila ia mampu mewujudkan keinginannya tersebut, maka masih ada sekitar waktu dua tahun lagi bagi kita sebagai penikmat sepak bola untuk menyaksikan penampilannya di bawah mistar gawang. Buffon sendiri masih memiliki waktu untuk mempersiapkan segala hal dalam menuju 40 tahunnya itu.

Pada musim ini ia masih memiliki kesempatan membawa Juventus meraih Scudetto untuk kelima kalinya secara berturut-turut dan menjuarai Liga Champions yang hampir diraihnya musim lalu. Pria yang lahir di Carrara pada 1978 silam ini juga masih berkesempatan untuk mendapatkan gelar Piala Eropa pertamanya pada pertengahan tahun nanti di Prancis.

Terlepas dari itu semua, Buffon telah menunjukkan dedikasinya yang luar biasa bagi dunia sepak bola. Ia bisa menjadi contoh bagi anak-anak muda yang ingin menjadi pesepak bola, entah dengan mengikuti jejaknya sebagai penjaga gawang atau tidak, dengan totalitas dan kerja keras yang telah dibuktikannya dari usia belasan tahun hingga kini yang hampir menginjak kepala empat.

Ia juga telah menunjukkan apa itu arti kesetiaan dengan tetap bersedia membela Juventus pada masa-masa yang sulit dan menolak berbagai tawaran menggiurkan dari kesebelasan lain yang mungkin mampu memenuhi hal-hal yang belum bisa ia penuhi sebelumnya. Ia pun telah memperlihatkan kebanggaan dalam mengenakan seragam tim nasional dengan lantang menyanyikan lagu kebangsaan Italia, Fratelli d’Italia, setiap lagu itu dikumandangkan menjelang pertandingan dimulai.

Maka wajar kiranya bila ada yang melabeli pesepak bola yang mengidolai Thomas N’Kono ini sebagai salah satu penjaga gawang terbaik di dunia. Penjaga gawang yang juga menjadi pemimpin, baik di lapangan maupun di luar lapangan bersama kesebelasan yang diperkuatnya. Dan ia telah melegendakan posisinya sebagai penjaga gawang terhebat yang pernah ada sepanjang masa.

Tanti Auguri, Super Gigi!

 

Komentar
Tidak percaya diri dengan tulisan sendiri, penganut aliran britpop yang (belum) taat, pemalas, bungkuk dan suka sekali makan pisang.