Setiap negara, bahkan yang tak mempunyai tradisi mentereng di lapangan hijau, biasanya memiliki seorang pesepakbola kondang atau hebat. Seperti itu pula Makedonia Utara yang memiliki seorang Goran Pandev.
Penggemar sepakbola, terutama Serie A, mungkin sudah tidak asing mendengar namanya. Boleh dibilang, Pandev angkat nama saat berkarier di Italia, tepatnya pada musim 2004/2005 bersama Lazio walau sejatinya telah bergabung dengan Inter Milan sejak 2001/2002 kala berumur 18 tahun.
Lahir pada 27 Juli 1983 di Strumica, Pandev memulai karier sepakbolanya bersama klub lokal, FK Belasica. Ia lalu pindah ke Inter dan mencicipi fase pendidikan dengan dipinjamkan ke klub lain, mulai dari Spezia hingga Ancona.
Periode merumput di Ancona barangkali jadi salah satu momen paling suram buat Pandev. Bersama I Dorici, lelaki berpostur 184 sentimeter ini cuma mengepak 1 gol dari 20 penampilan.
Kala itu, Ancona punya skuad yang cukup mumpuni bercokolnya nama-nama semisal Dino Baggio, Eusebio Di Francesco, Maurizio Ganz, Dario Hubner, Mario Jardel, dan Paolo Poggi. Namun realitanya, mereka semua tampil jeblok.
28 giornata awal dilalui Ancona tanpa sekalipun mencicipi manisnya kemenangan. Alhasil, mereka terperosok di dasar klasemen.
Saat kemenangan bisa dirasakan, semuanya terlambat. Pada akhir musim, I Dorici terdegradasi dengan koleksi 13 poin saja sepanjang musim. Lebih mengenaskan lagi, Ancona dinyatakan pailit setelah itu.
Usai masa peminjaman itu, ia pulang ke Inter. Namun pada akhirnya, ia dilego ke Lazio sebagai bagian dari kesepakatan transfer Dejan Stankovic pada Januari 2004.
Berlabuh ke klub ibu kota justru memberi ruang kepada Pandev guna unjuk gigi. Pelan tetapi pasti, ia menjadi andalan para pelatih I Biancoceleste.
Dalam rentang 2004 sampai 2009, Pandev beraksi di 192 laga dan mencetak 64 di seluruh kompetisi plus memenangkan gelar Piala Italia 2008/2009.
Sampai akhirnya, perselisihan Pandev dengan presiden Lazio, Claudio Lotito, membuka pintu keluar dari Stadion Olimpico. Pandev yang sempat dibekukan dari skuad selama beberapa bulan akhirnya diputus kontrak dan diberi kompensasi sebesar 170 ribu Euro.
Status tanpa klub Pandev tidak berlangsung lama karena pada Januari 2010, dirinya pulang ke Inter guna bermain di bawah asuhan Jose Mourinho.
Putaran takdir memang tidak bisa diduga, kepulangannya ke Stadion Giuseppe Meazza malah bikin nama Pandev kian bersinar.
Ia bukan protagonis utama I Nerazzurri saat itu. Namun presensinya selalu krusial bagi perjalanan tim dalam mengarungi kompetisi.
Dipasang sebagai winger kanan dalam formasi 4-2-3-1 kesukaan Mourinho, ia menjelma jadi sosok yang mampu memberi servis terbaik untuk sang pendulang gol utama tim, Diego Milito.
Pandev pun memanen banyak trofi pada musim pertamanya bersama Inter. Tak tanggung-tanggung, tiga gelar sekaligus dibawa pulang ke kota Milan. Masing-masing berupa Scudetto, Piala Italia, dan Liga Champions.
Khusus untuk trofi yang disebut terakhir, Pandev sah jadi pemain ketiga Makedonia Utara setelah Ilija Najdoski dan Darko Pancev yang memeluknya.
Musim berikutnya, ayah dari Filipo, Ana, dan Sofia ini berhasil memenangkan Piala Super Italia, Piala Dunia Antarklub dan Piala Italia. Padahal saat itu I Nerazzurri sempat mengganti pelatih di tengah musim.
Sayangnya, kebersamaan Pandev dengan tim yang membawanya ke Negeri Pizza untuk kali pertama berakhir pada 2011/2012 setelah ia dipinjamkan ke Napoli. Menariknya, ia lagi-lagi jadi kampiun Piala Italia di musim tersebut.
Hal itu membuat Pandev sah jadi pemenang Piala Italia empat musim beruntun dengan tiga klub berlainan yakni Lazio, Inter, dan Napoli.
Dari status pinjaman tersebut, I Partenopei bersedia menebusnya secara permanen semusim berselang. Lagi-lagi ia menjadi bagian integral tim. Berseragam Napoli sampai musim 2013/2014, Pandev kembali menghadiahkan titel Piala Italia pada musim pamungkasnya di Stadion San Paolo.
Sempat pergi ke timur jauh untuk memperkuat salah satu klub jagoan di Turki, Galatasaray, tak membuat sang striker betah kendati menjadi double winners pada musim perdananya.
Ia memutuskan balik kucing ke Italia pada musim 2015/2016 dan menandatangani kontrak bareng Genoa. Saat pengabdiannya memasuki musim keenam, Pandev sukses mencatatkan gol ke-100 di Serie A pada giornata ke-32 melawan Benevento pada musim 2020/2021 lalu.
Torehan itu bikin namanya harum. Ia sah menjadi pesepakbola Makedonia Utara pertama yang menciptakan rekor tersebut di Serie A. Seniornya, Pancev, sebetulnya juga pernah mengecap atmosfer Serie A. Namun tragis, kiprahnya di Inter justru amburadul.
Hingga musim 2020/2021 kemarin, secara keseluruhan Pandev telah mengoleksi 473 penampilan dan 101 gol di Serie A. Ironisnya, kini muncul tanda tanya apakah rekor tersebut bisa diperpanjang atau tidak sebab masa bakti sang penyerang gaek di Stadion Luigi Ferraris berakhir pada Juni 2021 ini.
Apakah Genoa akan menyodorinya perpanjangan kontrak atau tidak sehingga Pandev kudu mencari pelabuhan anyar jelang musim 2021/2021 bergulir? Apakah ia bakal melanjutkan kariernya atau memilih pensiun?
Bintang Tim Nasional Makedonia Utara
Tak hanya berprestasi di level klub, di level tim nasional dirinya juga luar biasa. Sejak menjalani debut pada Juni 2001 melawan Turki di ajang kualifikasi Piala Dunia 2002, Pandev bersalin rupa menjadi andalan negara yang masuk ke dalam kawasan Balkan tersebut.
Sebenarnya, Pandev sempat berniat pensiun dari timnas pada tahun 2015 lalu. Namun berkat bujuk rayu Igor Angelovski, sang pelatih, ia mengurungkan rencananya.
Pada pengujung musim 2019/2020 kemarin, pria berkaki kidal ini kembali mengeluarkan pernyataan bahwa kiprahnya di timnas sudah berakhir. Namun lagi-lagi, Angelovski meyakinkan kalau tenaga Pandev masih dibutuhkan, setidaknya untuk berjuang menembus putaran final Piala Eropa 2020.
Keputusan yang diambil Pandev akhirnya berbuah manis. Ia menjadi pahlawan Makedonia Utara merasakan turnamen mayor perdananya usai memenangkan laga playoff melawan Georgia di babak kualifikasi Piala Eropa 2020.
Dalam laga yang berkesudahan dengan skor 1-0 tersebut, Pandev adalah pencetak golnya. Keberhasilan itu memunculkan euforia luar biasa di Makedonia Utara.
Dengan status liliput, bermain dengan maksimal di Piala Eropa 2020 menjadi target utama Makedonia Utara. Apalagi mereka tergabung bersama Belanda, Austria, dan Ukraina di Grup C yang kekuatannya lebih mumpuni.
Debut Makedonia Utara di ajang sekelas Piala Eropa dijalani dengan bertanding melawan Austria. Mereka kalah dengan skor 3-1, tetapi Pandev sukses mencatatkan diri sebagai pemain pertama Makedonia Utara yang bikin gol di kejuaraan sepakbola antarnegara Eropa paling megah ini.
Pada laga berikutnya melawan Ukraina dan Belanda, Makedonia Utara selalu kalah dan Pandev tak bisa menambah pundi-pundi golnya. Dalam partai melawan Belanda sendiri, Pandev ditarik keluar pada menit ke-69 sekaligus menandai akhir kisahnya bersama timnas.
Ia mendapat guard of honor dari rekan-rekan setimnya. Sebuah penghormatan terhadap bintang terbesar Makedonia Utara di lapangan hijau.
Sebelum jelang sepak mula, Pandev menerima jersi timnas Belanda berwarna oranye dari kapten Georginio Wijnaldum yang di bagian punggungnya tertulis nama Pandev dan angka 122 yang merujuk pada jumlah laga internasionalnya bersama Makedonia Utara.
Makedonia Utara memang tersingkir dari Piala Eropa 2020. Mereka juga tidak meraih satu angka pun. Namun tampil di kompetisi sebesar Piala Eropa merupakan kemenangan besar bagi mereka
Mungkin selama ini mereka hanya bermimpi dapat unjuk kemampuan di kejuaraan sepakbola antanegara bergengsi layaknya Piala Dunia maupun Piala Eropa. Namun berkat Pandev dan kawan-kawan, mimpi itu mampu disepuh menjadi kenyataan.
Oleh masyarakat Makedonia Utara, ia jadi figur yang diidolakan. Ia bukan sekadar kapten timnas atau pesepakbola panutan, melainkan pahlawan sejati. Terlebih ia memiliki citra yang baik.
Sebagai bentuk perhatian kepada negara, sang striker mendirikan sebuah klub sepakbola di kota kelahirannya dan diberi nama Akademija Pandev pada 2010 lalu. Tim senior dari klub ini sendiri tengah bertarung di kasta teratas Liga Makedonia Utara dan pernah menjadi kampiun Piala Makedonia Utara.
Pensiunnya Pandev jelas menyedihkan. Namun ini juga tantangan sekaligus titik balik bagi Makedonia Utara guna meroketkan nama-nama pesepakbola muda nan hebat dengan Pandev menjadi acuannya.
Saya percaya, sosok yang Juli 2021 nanti genap berusia 38 tahun alias lebih tua dari usia negaranya, selamanya bakal dikenang sebagai yang legenda.