Pemanfaatan half-space sebagai bagian dari ruang strategis bertahan (melindungi gawang dari kebobolan) menjadi makin valid dan penting bila kita mengacu pada dua hal. Acuan pertama, sebuah teori dari Johan Cruijff.
“So what is defending? Defending is about space. If I have to defend this whole garden, I’m the worst defender. If I have to defend this small area, I’m the best. It’s all about meters. That’s all,” Johan Cruijff.
Makna singkatnya, dalam bertahan, seorang pemain (mungkin) bertahan lebih maksimal saat menjalankan tugasnya bila ia diberikan defended-space yang lebih kecil (terfokus).
Acuan kedua, adalah tentang bahayanya “memberikan” ruang vertikal dan horizontal kepada tim menyerang. Dalam bertahan terhadap serangan lawan, mengurangi celah di ruang horizontal bisa menjadi batas antara “hidup dan mati” sebuah tim. Ketika anda kehilangan ruang vertikal, tim lawan mendapatkan celah untuk beraksi (umpan dan dribbling) horizontal.
Tapi saat anda kehilangan ruang horizontal, ancaman yang anda terima, adalah aksi vertikal lawan. Memberikan keluasaan bagi lawan untuk beraksi vertikal, ancaman yang terima jauh lebih besar, karena gerak vertikal berarti perpindahan lini yang bisa mendekatkan lawan dengan gawang dan terhubung lebih erat dengan penciptaan gol.
Dua acuan di atas, pada akhirnya, mengerucut pada satu hal yang sama, yaitu kompaksi. Dalam bahasa Inggris disebut compaction.
Kompaksi adalah jarak dan posisi antarpemain (dalam sebuah formasi) yang berada di dua atau lebih titik terhadap jarak dan posisi lawan.
Makin lebar jarak dan posisi antarpemain, makin rendah pula kompaksinya. Makin dekat berarti makin tinggi kompaksi bentuk tim. Dalam banyak hal, jarak dan posisi dalam ranah kompaksi menjadi lebih berkualitas ketika dikaitkan dengan akses terhadap bola. Perhatikan diagram di bawah.
Bentuk alternatif ini menciptakan kompaksi yang lebih baik bagi Monaco, karena dalam bentuk ini, Monaco mendapatkan akses terhadap bola yang lebih baik. Terbentuknya akses bertahan yang lebih baik ini juga, sejak awal, ditunjang oleh penempatan posisi kedua gelandang sayap, Yannick Ferreira Carrasco dan Lucas Ocampos yang ikut “masuk” ke half-space untuk kemudian merapat ke tengah yang sekaligus berhasil menutup opsi-opsi umpan Salvio kepada kedua bek sayap.
Bila dikaitakan dengan permainan menyerang, half-space hadir menjadi sebuah ruang yang mampu memberikan dukungan lebih terhadap proses penciptaan gol. Yang, bahkan, pada kenyataannya, meningkatkan kualitas proses penciptaan peluang itu sendiri. Ada dua hal yang mendasari hal ini. Pertama, krusialnya zona 14 (bagi tim menyerang dalam menciptakan gol) sekaligus zona 5 (bagi tim bertahan dalam melindungi gawang). Zona 14 dan 5 merupakan zona yang sangat penting. Sebuah zona yang dapat menentukan kelanjutan kualitas permainan. Lebih lanjut akan dibahas di bagian lain dari tulisan ini.
Kedua, terkait saran Michael Caley akan pentingnya danger zone sebagai bagian dari area krusial terkait penciptaan gol. Dalam sebuah tulisannya, Caley mengemukakan akan pentingnya menganalisis pemanfaatan danger zone (DZ). Pemanfaatan di sini meliputi dribbling menuju atau yang dilakukan dari DZ, mengumpan dan menembak dari DZ. DZ sendiri merupakan sebuah interpretasi terhadap zona potensial yang berada di tengah kotak penalti di depan gawang. Caley mengatakan “DZ is the region in the center of the 18-yard box from which most goals are scored.”
Untuk penjelasan lebih lanjut tentang zona 5, DZ, half-space dan pertahanan, kita ambil pola dasar 4-4-2 sebagai acuan. Tujuan mengambil 4-4-2 sebagai acuan, adalah dari pola dasar inilah banyak pola dasar lain dalam era sepak bola modern bermunculan. Salah satu improvisasi bentuk paling populer dari 4-4-2, adalah 4-2-3-1 yang alternatif lainnya adalah 4-1-2-3.
Kebetulan, lahirnya dua pola “baru” ini (4-2-3-1 dan 4-1-2-3) juga disebabkan oleh kelemahan alami 4-4-2 itu sendiri. Kelemahan 4-4-2 terdapat pada area no. 10 (central attacking midfielder) dan area no. 6 (defensive midfielder), karena kurangnya kehadiran pemain di dua area tersebut. Kekurangan kehadiran pemain di dua area ini memudahkan lawan berproses. Isu taktikal lainnya adalah sering kali jarak horizontal (channel) antara pemain sayap dengan pemain tengah terlalu besar. Yang memudahkan lawan untuk melakukan overload atau penetrasi.
Dalam evolusinya, transformasi 4-4-2 ke bentuk alternatif menciptakan struktur penempatan posisi yang juga berbeda. Struktur posisi baru ini disebabkan oleh makin pentingnya makna bertahan bagi sebuah tim. Pada era sepak bola klasik, anda bisa jumpai skor akhir seperti 6-3, 7-4, 5-2, dan banyak mega-score lainnya dengan lebih mudah ketimbang sepak bola era sekarang. Berbeda dengan sepak bola modern, skor-skor besar makin sulit ditemukan. Sepak bola modern memperlihatkan sistem pertahanan yang makin mutakhir, yang mana sebuah tim yang off-possession (tidak menguasai bola) berusaha menutup atau sedikitnya menghambat ruang krusial bagi lawan. Kalau pun diberikan ruang, hanya pada wilayah tertentu ruang-ruang tersebut dibiarkan terbuka sesaat. Dari pemikiran inilah, sebuah tim dituntut menciptakan kompaksi yang ideal.
Kembali ke 18 zona sepak bola ala Louis van Gaal, yang telah dibahas sebelumnya. Tom Reilly dalam sebuah studinya mengatakan “effective use of Zone 14 must be combined with positive forward passing and tight possession from the back of the field”, yang merupakan kesimpulan dari hasil studinya tentang pentingnya makna zona 14 bagi tim penyerang. Atau dengan kata lain, penting bagi tim bertahan untuk mempertahankan zona 5 (area tengah tepat di depan kotak penalti), sebagai bagian dari strategi mengamankan gawang. Studi terhadap zona 14 mengatakan, umpan yang dilakukan dari zona 14 langsung ke dalam kotak penalti (zona 17) memiliki kemungkinan gol jauh lebih besar ketimbang mensirkulasinya lebih banyak (menciptakan umpan lebih banyak) sebelum mengarahkan bola ke dalam kotak penalti. Akan pentingnya melindungi area tengah (zona 5) inilah half-space diutilisasi.
Atletico Madrid merupakan salah satu tim yang memainkan pola dasar 4-4-2. Tim asuhan Diego Simeone ini sekaligus salah satu tim yang membawa kembali 4-4-2 ke dalam peta persaingan sepak bola. 4-4-2 milik Simeone berbeda sekali dengan 4-4-2 era klasik, yang memiliki banyak kelemahan. 4-4-2 Simeone merupakan sebuah 4-4-2 yang narrow (sempit), yang mana terutama pada saat dalam fase bertahan pasif kedua gelandang sayap bergerak lebih ke tengah dan mengisi half-space sebagai bentuk awal formasi bertahan. Hal yang berbeda tapi dengan tujuan yang sama dilakukan oleh pemain-pemain di lini depan. Kedua penyerang turun ke bawah dan mengurangi gap vertikal antara lini tengah dan lini depan.
Apa tujuan yang sama yang dimaksudkan dalam paragraf di atas? Pergerakan sayap serang dan striker di atas, ditujukan untuk mengurangi potensi ancaman yang mungkin ditimbulkan Real Madrid akibat ketiadaan pemain di area no. 6 (zona 5) dan no 10 (zona 8). Kedua zona tersebut merupakan bagian dari center. Maksudnya begini, dengan menginstruksikan kedua gelandang sayap untuk mengisi half-space, ketika salah satu gelandang tengah (CMR atau CML) lakukan pressing ke depan, misalnya, gelandang sayap terdekat mampu mengisi area yang ditinggalkan, artinya Atletico memiliki kesempatan lebih baik dalam melindungi center. Anda bisa bandingkan bila kedua sayap bermain melebar (menempati flank), lalu Real Madrid menyerang melalui center untuk masuk ke zona 5 dan salah satu CM Atletico bergerak ke depan untuk menghentikannya. Secara otomatis, center kekurangan perlindungan dan memberikan kesempatan lebih besar bagi Real untuk masuk dan melakukan progresi permainan di sekitar zona 5 yang berpotensi membahayakan gawang.
Begitu juga dengan pergerakan bertahan kedua striker Atletico yang turun ke bawah dan mengisi area no. 10 (zona 8). Yang pertama, hal tersebut dilakukan agar lini tengah Atletico tidak secara langsung berhadapan dengan serangan Real Madrid yang mengarah ke center. Yang kedua, bila diperlukan, saat salah satu CM Atletico bergerak ke zona 5 (dan berposisi lebih dalam ketimbang CM lainnya), salah satu striker Atletico sudah berada pada posisi lebih dekat dengan pos CM, yang berarti memberikan akses lebih baik baginya untuk mengisi pos CM yang ditinggalkan dan menciptakan pola bertahan 4-1-4-1 dengan kompaksi yang tepat. Alternatif lainnya, saat salah satu CM turun ke zona 5 (dan menjadi defensive midfielder) si striker bisa saja mengisi posisi gelandang sayap, sementara salah satu gelandang sayap Atletico bergeser ke tengah untuk mengisi pos CM yang ditinggalkan. Alternatif ini pun pada akhirnya menciptakan pola bertahan 4-1-4-1 yang ideal bagi Atletico.
Dengan mengisi half-space (ketimbang tetap berada di flank), kedua gelandang sayap Atletico juga memiliki akses yang lebih baik dalam melindungi kedua bek sayap, terutama, ketika Real Madrid berusaha masuk dari flank. Pada situasi ini, kedua gelandang sayap bisa ikut turun ke lini belakang dan menciptakan superioritas jumlah untuk mempersempit ruang kerja lawan, memaksa lawan untuk kehilangan bola, atau paling tidak memaksa lawan kehilangan kesempatan berprogres (menggerakan bola ke area yang lebih depan).
Juga, dengan mengisi half-space, kedua gelandang sayap Atletico berada pada posisi yang ideal untuk menciptakan kompaksi horizontal yang tepat. Dengan berpatroli di half-space, kedua gelandang sayap Atletico Madrid berada di area yang lebih dekat dengan center (zona 5), sehingga menciptakan kondisi yang lebih aman bagi center (zona 5) Atletico. Sekali lagi, dengan mengisi half-space, pergeseran kedua gelandang sayap ke tengah lebih mudah dikarenakan jarak yang lebih dekat. Jarak yang dekat inilah yang menyebabkan baiknya tingkat kompaksi horizontal.
Okupansi kedua gelandang sayap ke half-space ketimbang flank, yang berakibat positif terhadap kompaksi horizontal, secara otomatis juga berimbas positif terhadap “overloading”. Tentang apa itu overloading, anda membacanya dalam tulisan Qo’id Naufal di sini. Di dalam tulisan tersebut, Naufal mengatakan :
“Dalam sepak bola, setiap taktik atau strategi yang digunakan memiliki satu tujuan yaitu untuk menciptakan keunggulan atas tim lawan.” selanjutnya, Naufal juga mengatakan “…keunggulan kuantitatif merupakan keunggulan yang berdasarkan pada keunggulan jumlah pemain dalam suatu unit”. Dua penggalan kalimat yang diambil dari tulisan tersebut merupakan prinsip dasar overloading, yaitu berusaha menungguli lawan dengan menciptakan keunggulan jumlah pemain. Bahasa paling sederhananya, keroyokan.
Pada diagram bentuk pertahanan Atletico di atas, bola berada di half-space kanan Atletico. Bila Real mencoba masuk lewat zona 5, posisi para pemain Atletico yang berdekatan dengan kedua gelandang tengah memudahkan mereka untuk menciptakan superioritas jumlah terhadap para pemain Real yang ada di area tersebut. Dengan jarak yang begitu dekat, dalam situasi pasif seperti yang ditunjukan di atas, Atletico telah menciptakan superioritas jumlah 5 gelandang Atletico vs 3 pemain Real yang berada di center.
Struktur posisi rapat ala Atletico juga mampu membuat Atletico mengokupansi 3 ruang horizontal utama. Contoh bila Real menggeser bola ke flank kanan Atletico, formasi Atletico akan melakukan pergeseran (shifting) dan mengokupansi 3 ruang horizontal utama, yaitu flank kanan, half-space kanan, dan center. Ditambah, satu pemain terluar (LM) menempati area half-space kiri, bisa cenderung melebar atau lebih dekat dengan center, untuk mengawasi gerak-gerik pemain Real Madrid yang berada di flank kiri Atletico.
Tingginya tingkat fokus tim-tim sekarang untuk berusaha menguasai center, menjadi bukti bahwa center merupakan area potensial untuk menguasai permainan dan juga area yang harus diperhatikan oleh tim bertahan. Dengan mengamankannya, sebuah tim telah banyak mengurangi ancaman lawan. Apakah itu berarti “membiarkan” lawan menyerang dari flank merupakan sesuatu yang lebih aman ketimbang serangan dari area tengah? Tidak selalu, tetapi untuk alasan yang spesifik, ya. Perhatikan logika sederhana berdasarkan diagram di bawah.
Secara alami, umpan dari flank memiliki jarak tempuh lebih jauh ketimbang umpan dari center (bandingkan panjang panah kuning dibandingkan panjang panah merah). Di sisi lain, karena banyaknya pemain yang berkumpul di dalam kotak penalti, jenis umpan dari flank ke mulut gawang sering kali harus dilakukan dengan cara melambungkan bola. Dua variabel ini ini (jumlah pemain di kotak penalti dan umpan lambung menyilang), membuat akurasi umpan silang dari flank lebih mudah ditangani oleh pemain bertahan dan memilik akurasi lebih rendah ketimbang umpan mendatar dari zona 5 (zona 14). Karenanya, melindungi center (zona 5) menjadi bagian sangat penting dari strategi bertahan. Kajian yang sama bisa anda lakukan terhadap tembakan langsung yang dilakukan dari center dan flank.
Dengan mendorong lawan bermain melebar, selain tim bertahan bisa memaksa lawan untuk terpaksa melepaskan umpan silang melambung, di sisi lain tim bertahan memiliki kessempatan lebih besar untuk memaksa lawan kehilangan bola, atau, paling tidak, lebih berpeluang memaksa lawan kehilangan kesempatan berprogresi (karena kurangnya celah untuk bergerak maju, tim lawan dipaksa melakukan umpan balik ke belakang/back-pass atau ke samping/horizontal). Bagaimana hal tersebut bisa terjadi merupakan akibat yang disebabkan oleh jumlah opsi alami dan besaran ruang kerja di flank yang lebih sedikit dan kecil dibandingkan center.
Diagram di atas merupakan komparasi bawaan alami sudut pandang dan opsi umpan di dua area berbeda, center dan flank. Di center, seorang pemain memiliki 5 opsi utama (yang jelas terlihat) + 3 opsi lain di belakang. Di flank, seorang pemain memiliki 5 opsi umpan utama saja, akibat dibatasi oleh garis pinggir lapangan (touchline). Makin banyak seorang pemain memiliki opsi umpan dan luasnya sudut pandang makin banyak pula opsi strategis yang ia miliki dan dapat dimanfaatkan demi kepentingan tim. Oleh karenanya, dengan sudut pandang dan opsi umpan dari center ditambah dekatnya jarak ke gawang bagi seorang pemain penyerang di zona 5 merupakan satu situasi yang membahayakan tim bertahan.
Bawaan-bawaan alami seperti ini harus masuk dalam pertimbangan juru taktik mana pun.
Bila dikaitkan dengan konsep “mendorong lawan bermain melebar”, segalanya menjadi logis. Di flank area, opsi umpan dan ruang gerak yang sangat kecil membuat pemegang bola rentan kehilangan bola atau paling tidak, memaksanya menghentikan progresi permainan. Dengan berorientasi pada tujuan memaksa lawan bermain melebar, half-space lagi-lagi menjadi bagian tak terpisahkan demi memaksimalkan taktik ini. Half-space hadir mendukung sebuah taktik bertahan yang bertujuan mengarahkan lawan ke flank dan menjebaknya dengan menciptakan superioritas jumlah di area tersebut. Taktik ini merupakan taktik bertahan sepak bola modern. Taktik ini disebut pressing-trap (jebakan pressing), yang merupakan kombinasi dari :
- half-pressing pada pemegang bola, yaitu pressing intensitas rendah kepada si pemegang bola dengan tujuan utama menggiring lawan ke area yang diinginkan.
- ball-oriented shifting-formation, yaitu pergeseran formasi berdasarkan posisi bola.
- pressing intensitas tinggi ketika lawan berhasil diarahkan ke area strategis, di flank, seperti yang telah direncanakan sejak awal.
Situasi pressing-trap dipicu oleh left center forward (LCF) yang melakukan forward-press dalam bentuk false-pressing dengan bertujuan mengarahkan left central midfielder (LCM), sebagai pemegang bola, untuk menggerakan bola ke flank, ke sisi kanan pertahanan tim merah. Tujuan lainnya, adalah menutup opsi umpan ke sisi kiri tim kuning di mana RCM, RCB, dan RB kuning berada. Perhatikan juga posisi right center forward (RCF) merah yang melakukan staggering (mengambil posisi lebih ke dalam) terhadap posisi LCF. Posisi RCF yang lebih deep ini bertujuan untuk memancing progresi umpan LCM kuning ke pada left attacking midfielder (LAM) kuning yang tampak lebih “beraroma menyerang” ketimbang LB kuning. Posisi RCF dan semua pemain tim merah di center secara otomatis mempersulit umpan tim kuning ke center.
Right midfielder (RM) tim merah juga bermain dengan sikap yang sama. Ia memilih menjaga jarak dengan LAM (tidak langsung menempelnya sejak awal) dengan tetap berdiri pada half-space kanan timnya. Tujuannya, adalah (1) memancing umpan LCM kepada LAM dan (2) mendekatkan diri dengan center sebagai bagian dari perlunya membantu kedua gelandang tengah untuk meminimalkan ruang terbuka di sekitar center (terutama zona 5).
Pada akhirnya, LCM memutuskan memberikan umpan kepada LAM.
Bila diperhatikan sejak awal pergerakan pressing trap dijalankan, right midfielder (RM) dari tim merah berada di half-space dan tidak melakukan penjagaan ketat pada LAM tim kuning. Pemain dari tim merah lainnya yang berada di half-space adalah right center forward (RCF) yang memang sejak awal sengaja mengundang LCM tim kuning untuk mengarahkan umpan kepada LAM. Panah biru lurus menunjukan indikasi arah pressing yang berorientasi pada bola dan opsi umpan. Panah biru terputus merupakan indikasi arah dan titik awal pergerakan pemain. Segi tiga berwarna abu-abu merupakan cover shadow yang menunjukan keberhasilan posisi pemain terkait dalam menutupi jalur umpan pada pemain lawan yang ditempatkan di belakang cover shadow-nya. Elips kuning merupakan indikasi penjagaan perorangan (man to man marking).
Setelah LAM masuk dalam jebakan pressing, perlu juga diperhatikan penyesuaian formasi yang dilakukan tim merah. Formasi bertahan bergerak dengan berorientasi pada letak bola (ball-oriented shifting-formation), membentuk sebuah formasi dengan kompaksi yang baik. Dalam kondisi ini, bek kiri tim merah tetap berada pada titik terjauh dari bola berada. Ia menempati half-space kiri untuk berjaga bila tim kuning (secara ajaib) mampu melepaskan sebuah umpan diagonal dari kiri ke kanan, kepada right attacking midfielder (RAM).
Pressing-trap merupakan taktik yang populer di era sepak bola modern. Pressing-trap memiliki beberapa karakteristik berbeda. Trap (jebakan) yang ditunjukan di atas merupakan jebakan di touchline (garis penanda batas lebar lapangan), bisa juga disebut touchline-pressing. Jebakan lainnya adalah center-trap, yang dilakukan di center. Jebakan yang lain lagi, adalah backward-trap yang sering kali ditemui di high-up press (pressing blok tinggi), yang bisa dilakukan dengan menugasi presser pertama (dalam bentuk pressing 3 pemain depan contohnya) untuk melakukan pressing intens kepada pemegang bola dan area/pemain di sekitarnya. tujuannya memaksa si pemegang bola melambungkan bola ke area di belakang presser pertama. Kemudian, setelah bola jatuh di area yang tepat, presser pertama melakukan gerakan backward (ke belakang) dan pemain lain yang lebih deep bergerak forward (ke depan) untuk menciptakan formasi pressing dari dua arah vertikal pada area atau pemain yang berada di area di mana bola jatuh.
Semua varian pressing-trap ini bisa berhasil dengan dukungan penempatan posisi yang tepat. Yang salah satu prinsipnya adalah, menjaga jarak antarpemain untuk selalu sedekat (dan seideal) mungkin.
*Tulisan yang berkaitan:
- Half-Space Sebagai Ruang Strategis Dalam Sepak Bola (Bagian 1)
- Half-Space Sebagai Ruang Strategis Dalam Sepak Bola (Bagian 3)
- Half-Space Sebagai Ruang Strategis Dalam Sepak Bola (Bagian 4)
- Half-Space Sebagai Ruang Strategis Dalam Sepak Bola (Bagian 5)